Ini Pasal di RUU Penyiaran yang Larang Penayangan Liputan Investigasi

15 Mei 2024 11:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
Ilustrasi jurnalis game. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jurnalis game. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada pasal yang mengancam kebebasan pers di Rancangan Undang-Undang atau RUU Nomor 32 tahun 2022 tentang Penyiaran yang saat ini dibahas di DPR. Isinya ada yang memuat soal pelarangan penayangan liputan yang bersifat investigatif.
ADVERTISEMENT
Larangan menayangkan produk jurnalisme investigasi itu termaktub di Pasal 50B. Berikut bunyi selengkapnya pasal tersebut:
Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:
a. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
b. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
d. penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
e. penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
f. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
g. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgender;
ADVERTISEMENT
h. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
i. penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
j. menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
k. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan,pencemaran nama baik, penodaan agama,kekerasan, dan radikalisme-terorisme.
TB Hasanuddin, wakil ketua komisi I DPR. Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Jurnalisme investigasi adalah salah satu jenis jurnalistik yang mengedepankan penelusuran panjang dan mendalam terhadap isu yang dianggap janggal atau rahasia.
Kritik Komisi I DPR
Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengaku tidak setuju dengan adanya pelarangan tersebut. Ia menegaskan, kontrol terhadap konten media dapat dikontrol masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Saya sendiri setuju tidak usah ada pembatasan. Biarkanlah masyarakat yang mengontrol, tetapi tentu kami harus mendengar beberapa baik positif dan negatifnya, dari hasil investigasi," kata Hasanuddin kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/5).
Ia menjelaskan, banyak yang pro dan kontra terhadap RUU tersebut. Namun, untuk hasil akhirnya akan didiskusikan di tingkat Bamus DPR.
"Ada yang pro dan kontra dan nanti itu finalnya akan kita bahas dan akan kita diskusi di Bamus," ujar dia.

Komunitas Pers Menolak

Dewan Pers dan seluruh komunitas pers dengan tegas menolak isi draf RUU Penyiaran tersebut. RUU ini merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5).
ADVERTISEMENT
Menurut Ninik, bila RUU itu nanti diberlakukan, maka tidak akan ada independensi pers. Pers pun menjadi tidak profesional. Dia juga mengkritik penyusunan RUU tersebut yang tidak sejak awal melibatkan Dewan Pers dalam proses pembuatannya.