Tubuh-tubuh berjatuhan tatkala Tentara Nasional Indonesia melepaskan rentetan tembakan. Lima hingga sepuluh menit adalah waktu untuk membantai, bukan sekadar membunuh, dan itulah yang terjadi di Pemakaman Santa Cruz , Dili, 12 November 1991. Hingga kini, sejarah mencatatnya sebagai salah satu pelanggaran hak asasi paling keji oleh Indonesia terhadap rakyatnya sendiri.
Hari itu, pukul tujuh pagi, ribuan warga Timor Timur menghadiri misa tabur bunga Sebastião Gomes, tokoh pro-kemerdekaan Timor Leste yang dibunuh di Gereja Katolik Motael, Dili, ketika berseteru dengan tokoh intelijen prointegrasi. Usai menghadiri misa, mereka bergerak menuju makam Gomes di Santa Cruz. Mereka berduka dan marah. Iring-iringan pemakaman menjelma jadi long march dan gelombang demonstrasi rakyat pro-kemerdekaan Timor Leste.
Poster-poster bergambar wajah tokoh kemerdekaan, Xanana Gusmão, terus dibentangkan. Massa pun kompak meneriakkan: “Timor Leste, Long Life Xanana,” “Viva Timor Leste,” dan “Independent is what we inspire.” Mereka tidak tahu bahwa petaka telah menanti.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814