Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2

Megawati meminta para kepala daerah kader partai banteng untuk menunda ikut retret di Magelang yang sedianya dimulai 21 Februari. Mereka diminta menunggu arahan selanjutnya.
“Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call,” bunyi instruksi Megawati dalam surat itu.
Sikap PDIP itu kontras apabila dibandingkan dengan beberapa hari sebelumnya. Saat memberi pengarahan pada 12 Februari, Hasto meminta kepala daerah memahami konsep NKRI sebagai bekal sebelum mengikuti retret.
Ia menegaskan PDIP mendukung retret agar para kepala daerah punya visi dan misi yang sama dengan Prabowo. “Justru [pembekalan kepala daerah] ini supaya retret itu makin baik, makin berkualitas,” kata Hasto saat itu.
Hingga akhirnya penahanan Hasto membuat Megawati menerbitkan surat sakti. Sumber kumparan di internal PDIP menyebut Presiden ke-5 RI itu begitu marah atas penahanan Hasto.
"Ini adalah penahanan politik, babak baru serangan terhadap partai kami," kata Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy saat konferensi pers di Jakarta, pada malam penahanan Hasto.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai wajar Megawati geram. Sebab peran Hasto sebagai sekjen krusial bagi PDIP. Melalui surat itu, PDIP ingin menunjukkan martabatnya.
“Ketika Bu Mega melakukan perintah seperti instruksi dalam surat sakti, itu menunjukkan Bu Mega pasang badan. Ini juga untuk menguji sejauh mana kekuatan partai untuk melakukan perlawanan,” ujar Pangi kepada kumparan, Jumat (21/2).
Sinyal PDIP Oposisi?
Langkah Megawati memerintahkan kadernya menunda retret—yang notabene agenda negara—memunculkan gambaran sikap PDIP terhadap pemerintahan Prabowo.
Sejauh ini PDIP menyatakan diri masih di luar pemerintahan sebagai penyeimbang. Namun, menurut Pangi, instruksi Megawati merupakan tanda PDIP mulai menabuh ‘genderang perang’ sebagai oposisi . Apabila ini terjadi, Prabowo bisa kesulitan mengkonsolidasikan program-programnya di daerah yang dipimpin kepala daerah PDIP.
“Kalau semua kader PDIP yang wali kota, bupati, gubernur disuruh putar balik [tidak ikut retret], berarti sudah menyatakan ikut panglima, ikut komando Bu Mega, bukan Prabowo. Jadi ‘genderang perangnya’ sudah ditabuh,” ucap Pangi.
Sedianya internal PDIP menganggap kasus Hasto lebih kental muatan politisnya dengan Jokowi. Hasto di sejumlah kesempatan mengkritik keras Jokowi. Mulai dari ambisi Jokowi untuk memimpin 3 periode hingga manipulasi hukum untuk meloloskan putra sulungnya, Gibran, sebagai cawapres Prabowo dan pisah jalan dengan PDIP di Pilpres 2024.
PDIP pun menilai status tersangka Hasto tak lepas dari pemecatan Jokowi dan keluarganya sebagai kader partai banteng pada 16 Desember 2024.
Meski sasaran tembak PDIP ditujukan kepada Jokowi, menurut analisa Pangi, bukan berarti Prabowo tanpa catatan. Pangi berpandangan dari sisi PDIP, Prabowo dianggap belum bisa melepas bayang-bayang Jokowi di pemeritahannya.
Saat acara HUT ke-17 Gerindra di Sentul pada 15 Februari, Prabowo menyanjung-nyanjung eks Wali Kota Solo itu. Prabowo secara gamblang menyatakan keberhasilannya terpilih sebagai Presiden karena peran Jokowi. Ia lalu menyerukan “Hidup Jokowi!”.
“Jadi wajar Pak Prabowo tersandera. Menangnya Pak Prabowo karena jasanya Pak Jokowi,” ucap Pangi.
Masinton Pasaribu menampik instruksi Megawati sebagai upaya pembangkangan PDIP terhadap agenda pemerintahan Prabowo. Bupati Tapanuli Tengah asal PDIP itu menegaskan, Megawati justru berpesan agar para kepala daerah PDIP sejalan dengan program-program Prabowo. Pesan itu disampaikan saat Megawati memberi pengarahan tertutup di Sekolah Partai PDIP, Jaksel, 19 Februari.
Sementara itu Agung Baskoro berpendapat penahanan Hasto menimbulkan gejolak suasana batin di internal PDIP. Sehingga ia menilai rencana pertemuan Megawati dan Prabowo yang sudah dijajaki bisa ambyar.
Sebelumnya rencana pertemuan Megawati-Prabowo pernah diusahakan sebelum pelantikan presiden pada Oktober 2024. Namun pertemuan urung terlaksana karena Megawati sedang tidak fit. Megawati juga disebut tidak ingin pertemuan itu dikaitkan dengan penyusunan kabinet Prabowo.
Rencana pertemuan lalu mengemuka lagi pada Januari. Tetapi hingga kini tak kunjung jelas kepastiannya.
“Politik nasi goreng akan susah dimasak,” ujar Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis itu pada kumparan, Jumat (21/2).
Agung memprediksi kepastian sikap PDIP terhadap pemerintahan Prabowo kemungkinan bakal ditentukan di Kongres PDIP pada April 2025. Sebelum Kongres terjadi, kata Agung, PDIP akan tetap punya dua wajah: mitra kritis dan mitra strategis.
“Wajah PDIP yang kritis mencerminkan wajah DPP, sementara wajah strategis berkoalisi adalah wajah PDIP di DPR di bawah pimpinan Puan [Maharani]” ucap Agung.
Di sisi lain, analis komunikasi politik Universitas Brawijaya Anang Sujoko memandang, keputusan kepala daerah PDIP yang sempat mengikuti sikap partai untuk tak ikut retret bisa menciptakan citra negatif.
“Ketika seorang kader partai sudah dilantik menjadi kepala daerah atau pejabat publik, dia harus mengedepankan publik di atas segalanya, bukan lagi mengabdi kepada partai politik,” ujar Anang.
Akankah PDIP Jadi Lawan Prabowo di Pilpres 2029?
Sikap Megawati yang seakan mulai mencerminkan wajah oposisi dinilai sebagai tanda baik bagi demokrasi. Di tengah hegemoni koalisi Prabowo (KIM Plus) yang menguasai 80% kursi parlemen, diperlukan partai yang bisa berfungsi sebagai pengawas. Harapan itu satu-satunya kini tersisa PDIP.
“Biasanya PDIP kalau oposisi enggak setengah-setengah, serius. Maka dalam sejarah yang pernah oposisi kemudian jadi pemenang itu PDIP. Demokrat dan PKS pernah oposisi, tapi belum bisa menang, karena mungkin dianggap setengah-setengah. Jadi wajar Prabowo minta 'ayolah PDIP gabung', merangkul,” kata Pangi.
Pangi berpendapat apabila partai banteng menjadi oposisi tulen dan benar-benar mengawasi kinerja pemerintahan, PDIP bisa menjadi penantang serius Prabowo di Pilpres 2029. PDIP bisa menampung suara kekecewaan publik terhadap kebijakan Prabowo yang belakangan ini makin menderas.
“Kalau PDIP bisa memudarkan prestasinya pemerintah yang kemudian sentimennya negatif, oposisi akan mendapatkan suara yang cukup lumayan besar,” kata Pangi.
Adapun Agung menilai PDIP sangat mungkin menjadi batu ganjalan Prabowo di Pilpres 2029 jika memutuskan menjadi oposisi. Namun demikian, segala kemungkinan masih terbuka lantaran Pilpres baru empat tahun lagi. Kemungkinan itu tergantung pada sikap yang diambil PDIP nanti, apakah tetap di luar pemerintahan atau justru bergabung ke koalisi jumbo Prabowo.
“Ketika membahas Pilpres 2029 maka orientasi utamanya bagaimana kerja PDIP dalam mengawasi pemerintahan bila di luar [pemerintahan], termasuk bagaimana performa PDIP ketika memutuskan masuk di dalam, atau di antara kedua itu. Karena publik sudah semakin cermat, kritis, saat muncul kebijakan-kebijakan yang tidak populis,” jelas Agung.
Sejauh ini sosok capres 2029 yang sudah mengemuka adalah Prabowo. Partai Gerindra secara resmi mencalonkan lagi Prabowo untuk maju di Pilpres 2029. Keputusan itu diambil dalam Kongres Luar Biasa Gerindra yang digelar mendadak di Padepokan Garuda Yaksa, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/2). Forum itu sedianya hanya berupa Rapat Pimpinan Nasional.
Selain dicalonkan lagi sebagai capres, Prabowo juga didaulat kembali sebagai Ketum dan Ketua Dewan Pembina Gerindra hingga 2030. Keputusan Gerindra mencapreskan lagi Prabowo tergolong sangat cepat. Sebab apabila Pilpres 2029 digelar Februari, keputusan itu dibuat sekitar empat tahun lebih awal. Prabowo sejauh ini masih menimbang keputusan Gerindra soal pencapresannya.
“Kalau program-program saya tidak berhasil, tidak perlu saudara calonkan terus. Kalau mengecewakan rakyat, saya malu untuk [menjadi] calon [presiden] lagi,” kata Prabowo.
Dua sumber kumparan di elite KIM Plus menyebut upaya dini pencapresan Prabowo didasari approval rating atau tingkat kepuasan terhadap eks Danjen Kopassus itu. Dalam survei Litbang Kompas yang dirilis pada 20 Januari, tingkat kepuasan masyarakat terhadap 100 hari pemerintahan Prabowo disebut mencapai 80,9%. Belum lagi kekuatan KIM Plus di parlemen mencapai 80%.
Berbekal modal tersebut, menurut sumber itu, Prabowo pede maju lagi sebagai capres 2029, walau secara waktu masih sangat jauh. Prabowo pun menawarkan koalisi permanen ke partai-partai di KIM Plus.
Sumber itu menambahkan, KIM Plus juga sudah bersiap jika yang dihadapi Prabowo adalah calon dari PDIP. Walau sosok lawan Prabowo belum terlalu nampak, namun salah satu nama yang diperhitungkan adalah Pramono Anung, Gubernur DKI Jakarta cum kader PDIP.
Walau nama Prabowo sudah muncul sebagai kandidat capres dan wacana koalisi permanen telah ditawarkan, tetapi hingga kini mayoritas partai KIM Plus masih menanggapi secara normatif. NasDem justru mempertanyakan batasan waktu ‘permanen’.
Sumber di internal KIM Plus menyebut tak seluruh partai sepakat dengan agenda koalisi permanen. Menurut sumber itu, usia pemerintahan Prabowo masih sekitar 100 hari, artinya terlalu dini untuk berbicara Pilpres 2029. Terlebih Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ambang batas pencalonan presiden. Sehingga seluruh partai kini bisa mencalonkan jagoannya masing-masing.
Agung Baskoro menilai pencapresan dini Prabowo berdasarkan tingkat kepuasan sah-sah saja. Tetapi yang perlu diperhatikan bahwa tingkat kepuasan Prabowo itu muncul sebelum adanya gelombang protes publik mulai dari kebijakan antrean gas 3 kg hingga dampak efisiensi. Gelombang protes itu pada akhirnya memunculkan aksi #IndonesiaGelap.
“Ketika banyak demonstrasi muncul, mengafirmasi ada banyak masalah yang sedang terjadi. Ini masukan untuk pemerintah setelah kemarin diapresiasi secara kuantitatif lewat temuan lembaga survei, hari ini ada alarm politik kualitatif yang perlu ditempatkan sama pentingnya supaya pemerintah semakin objektif, semakin profesional, tidak terlena dengan capaian yang sudah diraih dalam 100 hari pertamanya,” jelas Agung.
Sementara mengenai tawaran koalisi permanen, kata Agung, memang tidak bisa dilepaskan dari upaya Prabowo ‘mengunci’ KIM Plus agar tidak berpaling ke lain hati. Sebab ada kecenderungan partai-partai berupaya mengusung kadernya sendiri di Pilpres 2029 usai putusan MK menghapus presidential threshold. Ia menyebut titik perdebatan yang bisa jadi pemicu perpecahan KIM Plus adalah persoalan cawapres.
“Ketika sudah dikunci capresnya, maka dinamika yang akan muncul soal cawapres. Di sini akan ada tarik ulur dan bisa jadi terpecah kalau memang cawapres ini nggak ketemu dalam satu nama yang bisa mengikat seluruh anggota KIM Plus,” kata Agung.
Ketua DPP Gerindra Hendarsam Marantoko menyatakan, keputusan memajukan Prabowo sebagai capres 2029 adalah keinginan kader. Ia menampik ada faktor putusan MK dari keputusan tersebut walau ada yang menilainya sebagai upaya penjegalan.
“Apakah ini merupakan upaya untuk menjegal Pak Prabowo? banyak yang menanyakan ke saya seperti itu. Ketika Pak Prabowo jadi [presiden] ujug-ujug kok langsung jadi 0%. Tapi kita mempunyai spirit ingin bertanding secara sportif. Kita mengenyampingkan apabila ada dugaan ingin menjegal Pak Prabowo,” ucapnya.
Hendarsam mengakui salah satu alasan kader Gerindra ingin Prabowo maju lagi karena approval rating. Namun, lebih dari itu, kader Gerindra merasa program-program Prabowo akan maksimal jika dijalankan berkesinambungan selama 10 tahun.
“Lima tahun tidak akan cukup untuk menyelesaikan seluruh program-program beliau. MBG (Makan Bergizi Gratis) terasa efeknya mungkin setelah beliau sepuluh tahun menjabat. Sehingga di rezim pemerintahan berikutnya, siapa pun yang nanti terpilih, sudah bisa mencicipi kue manis dari buah karya dan legasi pemerintahan Pak Prabowo,” kata Hendarsam.
Adapun mengenai berbagai protes publik belakangan ini, khususnya aksi #IndonesiaGelap, Hendarsam menilai masalah muncul karena pemahaman yang kurang utuh. Meski demikian, ia mengapresiasi suara kritis mahasiswa dan menegaskan Gerindra terbuka terhadap kritik.
“Mungkin saja faktornya instrumen-instrumen pemerintah di bawah tidak bisa menerjemahkan secara benar atau mungkin ada agenda lain. Lagi terang-terangnya kayak gini ngomong Indonesia gelap. Ini frasa-frasa, diksi-diksi permainan dari elite-elite yang menunggangi,” tuding Hendarsam,
Di sisi lain PDIP enggan terburu-buru menentukan capres 2029 walau Gerindra sudah berancang-ancang.
“PDI Perjuangan sudah ada mekanismenya. Jadi kita bukan yang kesusu (buru-buru) dan ikut-ikutan,” ujar Ganjar Pranowo, Ketua DPP PDIP sekaligus eks capres PDIP.