Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Intimidasi Jadi Alasan Perawat di Surabaya Terpaksa Mengaku Melecehkan
9 Februari 2018 17:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Zunaidi Abdillah, eks perawat National Hospital Surabaya, ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melecehkan seorang pasien wanita saat melakukan prosedur pemeriksaan.
ADVERTISEMENT
Namun beberapa saat setelah ditetapkan sebagai tersangka, Mohammad Ma’ruf Syah selaku pengacara Zunaidi mencabut berkas acara pemeriksaan (BAP) di Polresta Surabaya. Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur juga memutuskan kalau Zainudin tidak melanggar kode etik.
Jumat (9/2), istri Zunaidi yang bernama Winda Rimawati, bahkan mendatangi Bareskrim Polri. Didampingi dua orang kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Perawat Indonesia, Winda melaporkan suami korban sebagai terduga penyebar video, atas dasar pencemaran nama baik.
Dirinya juga menyebut kalau suaminya terpaksa mengaku dan meminta maaf karena diintimidasi oleh pihak pasien.
"Dia diiming-imingi hukumannya akan diperingan kalau suami saya tetap bilang iya, tapi kalau enggak (tidak mengaku -red) diperberat hukumannya. Jadi suami saya bilang iya dan minta maaf di Polres," ucap Winda.
ADVERTISEMENT
Winda mengatakan, sebenarnya video viral yang beredar tersebut punya durasi lebih lama ketimbang yang beredar di media sosial. Namun video tersebut diedit sedemikian rupa sehingga terlihat seolah-olah Zunaidi memang melakukan pelecehan seksual.
"Itu karena suami saya ditekan dan ada intimidasi dari pasien tersebut, sebenarnya ada di video viral itu tapi diedit, dan diviralkan oleh pasien," jelasnya.
Meski telah diterima pihak Bareskrim, laporan Winda belum dapat diterima kepolisian, karena dirinya harus meminta surat kuasa ke Zunaidi selaku suaminya.
Gerardus Gegen selaku kuasa hukum yang mendampingi Winda sempat menjelaskan dugaan persoalan yang terjadi dalam kasus ini. Menurutnya, saat kejadian korban masih di bawah pengaruh anestesi (obat bius), sehingga tak benar-benar menyadari apa yang terjadi saat pemasangan EKG (Elektrokardiogram).
"Ketika korban usai diperiksa itu dilakukan operasi general yang artinya dia dalam pengaruh anestesi. Yang ada sesuai dengan literatur yang kami terima dari sejumlah dokter bahwa itu ada halusinasi. ini yang perlu kita klarifikasi sejujurnya, bahwa kita tidak bisa melihat suatu kejadian sepotong-sepotong," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya ada sesuatu yang disembunyikan dalam kejadian ini, sehingga pihaknya akan kembali dengan bukti-bukti terbaru untuk membuktikan bahwa korban saat kejadian memang dalam kondisi berhalusinasi.
"Kita harus jujur bahwa dalam kronologis ini ada sesuatu yang disembunyikan, kita akan memberi rilis ke depan bahwa obat itu yang dapat mempengaruhi halusinasi orang, jadi kita belum tahu kebenaran pengakuan pasien ini, jadi kita punya literatur bahwa ini ada halusinasi," kata Gerardus.
Hal lain yang menjadi permasalahan adalah pada saat kejadian, tak ada satupun saksi yang melihat. Sehingga kedua pihak yang terlibat dalam peristiwa ini bisa saja benar, namun bisa juga keliru.
"Saat kejadian tidak ada saksi, justru di sini masalahnya," pungkas Gerardus.
ADVERTISEMENT