Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sebelas pemain Arema tertunduk lesu Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Rekor 23 tahun Arema tak pernah kalah di laga kandang melawan Persebaya hancur ketika skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan , Malang, Jawa Timur.
Sekitar pukul 21.58 WIB, pertandingan berakhir. Sorak-sorai penonton bergema. Semua berasal dari Aremania—sebutan untuk para suporter Arema . Malam itu, hampir tak ada suporter Persebaya di Kanjuruhan. Bonek tidak diperbolehkan datang untuk menghindari pertikaian antarsuporter.
Melihat kekalahan klub bola kesayangan mereka, Aremania mendendangkan nyanyian bernada menyemangati—atau mengkritik. Nyanyian itu riuh bersahut-sahutan.
“Maine kurang sangar, maine kurang sangar.”
Mainnya kurang hebat, mainnya kurang hebat.
Meski peluit tanda pertandingan berakhir telah ditiup dan tim Persebaya telah meninggalkan lapangan, para pemain Arema tak langsung beranjak. Mereka masih berada di lapangan. Pemain yang duduk di bangku cadangan beserta para ofisial Arema kemudian memasuki lapangan. Mereka berkumpul di tengah lapangan dan menghadap ke arah penonton di tribun, menampakkan gestur meminta maaf.
Satu-dua suporter lantas turun dari tribun dan memasuki lapangan. Salah satu dari mereka memberi pelukan kepada pemain Arema. Tak disangka, adegan hangat ini disusul oleh 11 menit mencekam di Kanjuruhan.
Massa makin ramai turun ke lapangan, 42 bunyi letusan—yang di antaranya berasal dari tembakan gas air mata—terdengar di seantero Kanjuruhan, asap putih membubung, kepanikan melanda, lautan manusia histeris mencari jalan keluar, dan akhirnya 135 orang tewas.
kumparan menelusuri sekuens peristiwa maut ini dan menemukan bahwa tragedi terjadi dalam 11 menit yang menentukan. Temuan ini didasarkan pada analisis metadata terhadap puluhan foto dan video yang merekam situasi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu.
Video dan foto tersebut diambil dari sumber pertama, yakni para penonton, suporter, saksi mata, dan media partner—termasuk Radio Chakra Bhuwana RCBFM Malang—yang berada di tempat kejadian dan mendokumentasikan langsung peristiwa itu.
Dengan metode open-source intelligence melalui analisis metadata, kumparan mengekstraksi informasi penting dengan mencermati waktu pengambilan gambar, peranti yang digunakan, serta koordinat pengambilan gambar atau video.
Kumpulan video dan foto itu kemudian dianalisis satu per satu. kumparan juga melakukan triangulasi dari satu gambar ke gambar lainnya untuk mencocokkan waktu kejadian. Layaknya kepingan puzzle, video dan foto tersebut lalu direkonstruksi untuk mencari tahu kebenaran atas peristiwa maut di Kanjuruhan.
Dan inilah yang terjadi dalam 11 menit yang menentukan.
Berawal dari Pelukan Pertama ke Sérgio Silva
Usai pertandingan berakhir pukul 21.58 WIB, para pemain dan ofisial Arema menampakkan gestur permohonan maaf kepada para penonton di tribun timur.
Selanjutnya, pukul 22.03.29, seorang suporter berbaju hitam masuk ke lapangan. Ia terlihat ingin mendekat ke arah pemain, namun seorang steward (pengawas penonton) mencegatnya.
Berikutnya dari arah tenggara, seorang suporter lain yang juga berbaju hitam dan bertopi ikut memasuki lapangan. Ia berhasil melewati adangan steward dan mengarah ke bek Arema, Sérgio Domingos Reis Silva.
Suporter itu lantas memeluk Sérgio Silva. Sérgio balas memeluknya. Video yang didapat kumparan dari RCBFM Malang dan suporter di tribun utara (tribun 5 atau 6) menunjukkan bahwa pelukan itu berlangsung pukul 22.03.42.
Sang suporter bertopi tak cuma memeluk Sergio. Ia kemudian memeluk penjaga gawang, Adilson Maringá; seorang pemain pengganti berompi merah; gelandang bernomor punggung 8, Renshi Yamaguchi; dan striker Abel Camara. Setelahnya, ia beranjak pergi.
Sementara itu, suporter pertama yang memasuki lapangan dan diadang steward, tampak didatangi bek kiri Arema, John Alfarizi. John memeluknya, diikuti Dendi Santoso—yang mengenakan rompi pemain pengganti—di sebelahnya juga ikut memeluk sang suporter.
Dua suporter yang memeluk dan menyemangati para pemain Arema itu memicu suporter lain untuk masuk lapangan. Pada pukul 22.04.29, seorang suporter berlari ke lapangan dengan membentangkan kaus. Orang ini, menurut beberapa cerita di media sosial, adalah suporter pertama yang menginjakkan kaki di lapangan. Namun, dari analisis kumparan, ia adalah suporter ketiga yang memasuki lapangan, mengikuti dua suporter sebelumnya.
Tak sampai setengah menit setelahnya, suporter dari tribun timur dan tenggara berduyun-duyun turun ke lapangan. Mereka tampak dihalangi oleh sejumlah steward berompi hijau. Tetapi upaya mencegat mereka sia-sia. Suporter makin membanjir ke lapangan.
Para pemain Arema lantas undur diri—beberapa sambil setengah berlari—menuju ruang ganti di bawah tribun VIP/VVIP di bagian barat stadion.
Kiper Arema, Adilson Maringá, sempat jadi incaran pelukan Aremania yang mulai memadati lapangan. Mulanya hanya seorang yang memeluknya—yang disambut Maringá dengan hangat. Namun, suporter lain turut mengerumuninya.
Melihat hal itu, aparat keamanan—polisi bertameng dan tentara—mengadang para suporter yang hendak memeluk pemain Arema lebih jauh. Petugas juga berusaha melindungi dan mengawal Maringa menuju ruang ganti.
Pukul 22.05.14, seorang suporter berbaju hitam berlari mendekati pemain berompi pemain cadangan. Pemain Arema yang berjalan ke arah bench itu kemudian dipukul oleh suporter tersebut. Kejadian itu dilihat oleh dua orang polisi yang kemudian menghampiri sang suporter.
Beberapa detik kemudian, massa suporter tak terbendung mendekati bench. Kamera Radio Chakra Bhuwana menangkap percakapan di dekat peranti mereka yang menyebut dugaan bahwa para suporter tersebut ingin meminta kaus kepada pemain atau ofisial Arema.
“Njaluk kaos paling (paling minta kaus),” kata seseorang.
Berikutnya, terlihat kepulan asap dekat bench di sisi selatan. Asap itu diduga merupakan flare atau suar. Kemunculannya tidak membuat massa di sekitarnya panik. Sejurus kemudian, terdengar perbincangan di dekat kamera RCBFM yang membahas soal denda. Penggunaan flare di dalam stadion memang dilarang pada Liga 1. Satu kali flare didenda Rp 50 juta.
Selang beberapa detik, suporter kian memadati lapangan dan berkerumun di dekat bench. Pukul 22.06.19, aparat keamanan mulai “memukul” mundur suporter dari bench selatan. Pada salah satu video, terlihat petugas mengibas-ibaskan sesuatu di tangannya—diduga tongkat—ke arah massa.
Sementara di bench utara, aparat bertameng mulai menggiring massa agar ikut mundur. Para suporter pun perlahan-lahan mundur menjauhi bench.
Pada 22.08.26, massa yang sudah digiring mundur dari bench selatan kemudian maju lagi. Sebagian dari mereka melempar sesuatu ke arah aparat bertameng. Pada waktu bersamaan, suporter dari bench utara yang sebelumnya telah mundur pun kembali maju mendekati bench.
Salah satu suporter yang sempat digiring mundur dari bench selatan merekam kejadian saat itu. Pada pukul 22.08.55, massa di sekitarnya terdengar mengumandangkan nyanyian ke arah tempat keluar masuknya pemain.
“Gak iso mulih, gak iso mulih.”
Enggak bisa pulang, enggak bisa pulang.
Saat inilah aparat mulai menggunakan tameng dan tongkat. Suporter yang maju ke bench selatan dipukuli. Terlihat tiga aparat berloreng hijau mengeroyok seorang suporter menggunakan tongkat, dan menendangnya.
Kejar-mengejar terjadi antara aparat dan suporter. Seorang suporter di kotak penalti bagian selatan lapangan terlihat lari tunggang-langgang, kemudian terkapar. Beberapa detik setelahnya, letusan mulai terdengar.
Rentetan Gas Air Mata
Jarak antara pelukan pertama suporter ke pemain dengan bunyi letusan pertama ialah sekitar 5 menit 17 detik. Suasana malam di Stadion Kanjuruhan sontak mencekam. Letupan yang diduga gas air mata itu terdengar pertama kali pada pukul 22.08.59 WIB.
Setelahnya, selang satu-dua detik, rentetan gas air mata terdengar selama 10 detik. Gas air mata itu terlihat ditembakkan aparat berompi hijau dari samping gawang di sisi selatan. Tembakan mengarah ke tribun selatan, antara tribun 11–13.
Ditembaki gas air mata, suporter yang berada di tribun tersebut lari tunggang-langgang ke tribun bagian atas. Mereka menghindari pusat tembakan gas air mata yang rata-rata mengarah ke bagian bawah tribun.
Pada bagian tengah dan selatan lapangan, asap yang diduga gas air mata juga mengepul, diikuti pecahnya kerumunan massa di sana. Di bagian selatan stadion, hampir tak ada lagi massa di lapangan lantaran gas air mata tampak mengepul pekat di dekat gawang di depan tribun.
Beberapa saat kemudian, asap di tengah lapangan surut. Suporter di lapangan bagian utara—yang minim tembakan gas air mata—kembali maju ke tengah lapangan. Sebagian di antaranya melempar aparat dengan benda apa saja yang ada di lapangan, misalnya botol minuman bekas.
Aparat sedikit demi sedikit mundur ke arah bench. Setelah beberapa detik, mereka memukul mundur suporter di bagian utara dengan mengejarnya menggunakan tameng dan tongkat. Pergerakan aparat terbantu oleh tembakan gas air mata yang diarahkan ke beberapa ke sudut lapangan di timur laut.
Suporter yang dikejar aparat kepolisian berlarian ke utara. Sekali lagi, setelah aparat mundur, suporter kembali maju. Aparat membalas dengan tembakan gas air mata ke belakang gawang bagian utara. Salah satu tembakan mengarah ke pagar depan tribun 3 dan 4.
Massa kembali merangsek maju ke bench tempat aparat berada, tetapi jumlah mereka kian sedikit. Dalam salah satu video yang diperoleh kumparan dari suporter di lapangan, terdengar pada pukul 22.13.51 suporter tersebut memberi saran kepada polisi agar tidak menggunakan gas air mata.
“Pak, jangan pakai gas air mata. Ada anak kecil, Pak,” katanya.
Polisi yang ia ajak bicara kemudian menyuruh suporter itu memperingatkan teman-temannya supaya keluar dari lapangan. Mendadak, dua polisi lain membentak sang suporter. Salah satunya, yang berompi “Sabhara”, berseru keras:
“Wis, ndang ngaliho!”
Sudah, segera pergi dari sini!
Selanjutnya, polisi kembali menembakkan beberapa peluru gas air mata ke arah tribun di tribun 12-13 di bagian selatan. Di sisi lapangan di depan tribun VIP/VVIP, sudah berjejer lima mobil ambulans.
Dari analisis kumparan, bunyi tembakan gas air mata setidaknya terdengar sampai pukul 22.14.54 WIB. Setelahnya, situasi lapangan lengang dari suporter.
Suara letusan pertama sampai terakhir terdengar selama 6 menit. Dalam kurun waktu tersebut, kumparan mendengar setidaknya 42 kali letusan yang di antaranya diduga tembakan gas air mata. Temuan ini berbeda dengan keterangan Polri yang menyebut terdapat sekitar 11 tembakan gas air mata.
“Dengan semakin bertambahnya penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembakkan gas air mata. Terdapat 11 personel [yang melepas gas air mata]: ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan,” kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Polresta Malang, Kamis malam (6/10).
Rangkaian kejadian krusial yang berbuntut pada tewasnya 135 orang penonton di Stadion Kanjuruhan hanya makan waktu 11 menit—diawali dengan turunnya suporter ke lapangan untuk memeluk pemain, disambung membeludaknya massa di lapangan, dan direspons aparat dengan tembakan gas air mata.
Tembakan gas air mata—yang dilarang FIFA—paling banyak diarahkan ke tribun 12,13, dan 14. Kala itu, Stadion Kanjuruhan dipenuhi 42 ribu penonton.
Dalam video yang diterima kumparan dari suporter yang duduk di tribun 6 dan 7, lapangan sudah tampak steril dari suporter pada pukul 22.16.41. Sisa asap mengepul tipis, dan sejumlah suporter masih berada di tribun sementara sisanya telah di luar stadion.
Delapan menit kemudian, sebagian suporter kembali berkumpul di lapangan Stadion Kanjuruhan. Namun, situasi tak lagi rusuh.
Dari beberapa video yang diambil suporter lewat tengah malam, di antara pukul 00.05–01.33 WIB, Minggu (2/10), tampak salah satu mobil milik Polres Malang rusak. Tentara terlihat masih berjaga di jalanan, di dekat sebuah mobil yang terbalik seperti habis dibakar.
Di jalanan, ambulans masih lalu-lalang. Tragedi malam itu menyebabkan 135 jiwa melayang. Hukuman seberat apa pun kepada mereka yang harus bertanggung jawab, tak dapat mengembalikan nyawa yang hilang.
***
Pembaharuan: Per 23 Oktober 2022, total korban tewas tragedi Kanjuruhan berjumlah 135 orang. kumparan telah memperbaharui informasi penambahan jumlah korban tewas yang semula ditulis 131 orang.
***
Bagaimana video menit per menit suasana mencekam di Kanjuruhan? Bagaimana kesaksian para korban yang terkurung asap dan berdesak-desakan terkunci di pintu besi stadion yang tertutup rapat?
Bagaimana rangkaian kelalaian akhirnya menumpuk menjadi bencana berskala besar? Nantikan investigasi lengkapnya dalam Liputan Khusus kumparan, Senin, 10 Oktober 2022.