IOJI Dukung Pemerintah Memotret Kerawanan Kerja ABK Indonesia di Kapal Asing

1 September 2022 12:24 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menaker Ida Fauziyah bersama pihak IOJI dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menaker Ida Fauziyah bersama pihak IOJI dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meluncurkan laporan studi teranyar mereka bertajuk 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan'.
ADVERTISEMENT
Dalam pengantarnya, laporan ini ditujukan IOJI untuk membuka perspektif serta pandangan publik mengenai para Pekerja Migran Indonesia Pelaut Perikanan (PMI PP) atau ABK Indonesia di kapal asing.
Dalam laporannya yang berangkat dari penelitian hukum dengan pendekatan sosio-legal, IOJI mencoba menjawab tiga pertanyaan kunci soal kerawanan kerja bagi para pelaut perikanan Indonesia di kapal asing.
Pertama, pertanyaan terkait bagaimana pemetaan dan analisis kerangka hukum di tingkat internasional, regional dan nasional yang mengatur hak-hak dan perlindungan PMI PP?
Menaker Ida Fauziyah bersama pihak IOJI dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: IOJI
Kedua, apa saja faktor-faktor yang mendorong penguatan atau pelemahan perlindungan terhadap PMI PP? Ketiga, apa saja rekomendasi perbaikan kerangka hukum dan tata kerja untuk pemenuhan serta perlindungan PMI PP?
Dari tiga pertanyaan kunci itu kemudian dijabarkan ke dalam lima isu atau akar masalah kerawanan kerja bagi para pelaut perikanan Indonesia di kapal asing.
ADVERTISEMENT
Pertama, kelemahan instrumen hukum pada tingkat internasional, regional, nasional, dan daerah. Kedua, masalah tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan perlindungan PMI PP. Ketiga, ketimpangan relasi kuasa (imbalance power relation) antara PMI PP dengan pemberi kerja.
Keempat, pelanggaran sistemik (systemic misconduct) dalam proses perekrutan dan penempatan PMI PP. Kelima, persoalan lemahnya akses informasi publik dan penanganan pengaduan.
Ilustrasi ABK. Foto: Munir UZ ZAMAN / AFP
Dari lima akar masalah tersebut, IOJI kemudian memberikan lima rekomendasi yang bisa dipakai semua pihak dalam penanganan kerawanan kerja para PMI PP di kapal asing. Pertama, pengembangan kerangka hukum dan tata kelola perlindungan PMI PP pada tingkat internasional, regional, dan daerah.
Kedua, penguatan fungsi kelembagaan dan koordinasi lintas kementerian/lembaga untuk meningkatkan efektivitas perlindungan PMI PP. Kemudian ketiga, rekomendasi soal penguatan posisi tawar PMI PP melalui pengorganisasian, edukasi dan standardisasi perjanjian kerja.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi keempat terkait perbaikan sistem dan praktik penegakan hukum untuk memberantas terjadinya pelanggaran perilaku sistematis. Rekomendasi kelima soal penguatan transparansi, akses informasi, dan akuntabilitas perlindungan PMI PP melalui digitalisasi informasi.
Rekomendasi IOJI soal penanganan kerawanan kerja bagi para pelaut perikanan Indonesia di kapal asing, bisa disimak dalam infografik di bawah ini:

Hukum Saat Ini Belum Efektif Lindungi ABK Indonesia

Riset ini secara umum menyimpulkan kerangka hukum yang tersedia ternyata belum memberikan perlindungan yang efektif kepada para ABK Indonesia di kapal asing.
Hal itu terlihat dari berbagai permasalahan yang masih dialami para PMI PP, mulai dari penyimpangan dalam proses seleksi dan penempatan, pelanggaran HAM di berbagai tahapan kerja PMI PP, serta belum efektifnya mekanisme penanganan pengaduan dan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Adanya ketimpangan relasi kuasa antara ABK Indonesia dengan agen/calo, serta pemilik kapal maupun perusahaan, berimplikasi pula pada nasib para pekerja yang terkesan dikesampingkan pihak yang mempekerjakan mereka. Berbeda dengan tujuan atau harapan dari para PMI PP ketika pertama memutuskan untuk bekerja di kapal asing.
Berangkat dari fakta itulah, CEO IOJI Mas Achmad Santosa bertekad membantu dan berjuang bersama para PMI PP untuk memperjuangkan nasib mereka.
”Tekad kita semua untuk melindungi saudara-saudara kita, termasuk mereka yang berjuang mencari nafkah sebagai pekerja migran Indonesia termasuk PMI pelaut perikanan (PMI-PP) agar hak-hak dasar mereka terpenuhi,” ujar Achmad dalam sambutannya di peluncuran laporan yang digelar di Aula Serbaguna Kemnaker, Rabu (31/8).
CEO IOJI Mas Achmad Santosa dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Dalam konteks perlindungan PMI PP, Achmad menilai perwujudan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan bernegara tidak terlepas dari cita-cita negara Indonesia sebagai poros maritim dunia. Karenanya, Peranan para pekerja maritim sudah sepatutnya diperhatikan nasib dan kesejahteraannya.
ADVERTISEMENT
”Artinya peran nelayan, buruh nelayan dan ABK kapal ikan merupakan bagian penting dari poros maritim dunia tersebut. Kekuatan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peran PMI, termasuk PMI Pelaut Perikanan maupun pelaut perikanan non migran,” ucap Achmad.
”Indonesia sebagai salah satu negara pengirim pekerja perikanan paling prominen (menonjol) ke luar negeri, mengingatkan kita bahwa presidensi Indonesia pada G20 diharapkan mampu mendorong komitmen negara-negara anggota G20 lainnya untuk memastikan terbentuknya tata kelola migrasi yang aman, tertib, dan teratur (safe, orderly, and regular migration),” lanjut dia.
Menaker Ida Fauziyah bersama pihak IOJI dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: IOJI
Menimpali pernyataan Achmad, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia periode 2001-2009 Hassan Wirajuda, mendukung penuh upaya pemerintah yang sejak awal telah diamanatkan konstitusi untuk melindungi nasib seluruh warga negaranya tanpa terkecuali.
ADVERTISEMENT
Khusus untuk penguatan perlindungan PMI PP, berbagai rekomendasi kebijakan dan aksi bahkan menurut dia telah disampaikan IOJI dalam laporan ini.
Salah satunya soal pengembangan kerangka hukum dan tata kelola penempatan PMI PP, terutama melalui ratifikasi ILO C-188 dan CTA 2012, pembentukan standar perburuhan bagi pelaut perikanan migran di tingkat regional, serta implementasi peraturan perundang-undangan yang menjamin perlindungan bagi PMI PP.
“Pemerintah diamanatkan konstitusi untuk memberikan perlindungan kepada seluruh bangsa Indonesia, termasuk PMI PP,” ungkap Hassan.
Di samping itu, penyusunan Memorandum of Understanding (MoU) terkait penempatan PMI PP dengan negara tujuan penempatan dinilai Hassan juga merupakan langkah penting lain dalam pengembangan kerangka hukum.
“Kementerian Luar Negeri fokus membangun koridor aman penempatan PMI PP, salah satunya melalui MoU penempatan khusus sea-based workers, yang tengah dijajaki dengan pemerintah Tiongkok dan Taiwan” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT

Apresiasi Menaker Atas Laporan IOJI

Menaker Ida Fauziyah bersama pihak IOJI dalam acara Peluncuran Laporan 'Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan Indonesia di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan' di Kemnaker, Rabu (31/8). Foto: IOJI
Terkait laporan IOJI tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menunjukkan dengan gamblang janji manis untuk mereka yang ingin bekerja di laut memang tak seindah kenyataannya. Hal itu terlihat dari potret beberapa nasib nahas PMI PP yang ditunjukkan IOJI melalui laporannya.
”Fakta di lapangan memberikan gambaran jelas kepada kita semua, dari waktu ke waktu, awak kapal Indonesia, khususnya di kapal perikanan, kerap kali mengalami berbagai permasalahan. Mereka terjebak dalam situasi perbudakan modern di laut,” ujar Ida.
”Berbagai permasalahan yang muncul didominasi isu penipuan, penahanan gaji, kerja overtime (lembur), dan yang sungguh sangat memprihatinkan adalah kekerasan fisik maupun seksual yang dialami oleh awak kapal kita di kapal-kapal ikan asing,” sambungnya.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari fakta yang ada, menurut Ida, pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan perlindungan bagi awak kapal perikanan. Utamanya mereka yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap tindak eksploitasi apabila dibandingkan dengan pekerja non-awak kapal.
Perbaikan tata kelola itu, menurutnya, juga telah dipermudah dengan diterbitkannya aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
”Berangkat dari fakta yang ada, maka pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan perlindungan bagi awak kapal perikanan utamanya, yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap tindak eksploitasi apabila dibandingkan dengan pekerja non-awak kapal pada umumnya,” beber Ida.
Ilustrasi Kapal Penangkap Ikan. Foto: Getty Images
Studi yang dilakukan IOJI, disebut Ida, dapat menjadi langkah awal untuk bersama-sama membangun dan memperbaiki kehidupan PMI yang bekerja sebagai awak kapal perikanan.
ADVERTISEMENT
Melalui studi dan kajian yang dilakukan IOJI, Ida menilai hal itu turut memberikan sejumlah rekomendasi yang sangat komprehensif yang bisa menjadi pertimbangan bagi Kemnaker ke depan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan dalam penempatan dan perlindungan awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing.
Oleh karena itu, Ida mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat berkolaborasi dan berkoordinasi. Terlebih dalam memberikan upaya perlindungan bagi ABK Indonesia di kapal asing, mulai dari proses sebelum bekerja sampai setelah bekerja sesuai kewenangan, tugas, dan fungsi masing-masing.
”Dengan adanya kolaborasi dan koordinasi ini, diharapkan akan tercipta perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia, khususnya awak kapal perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh para awak kapal kita,” tandasnya.
ADVERTISEMENT