IPW Laporkan Pemotongan Honor Hakim Agung ke KPK

2 Oktober 2024 15:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, usai menyampaikan aduan ke KPK terkait pemotongan honor penanganan perkara Hakim Agung, di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, usai menyampaikan aduan ke KPK terkait pemotongan honor penanganan perkara Hakim Agung, di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia Police Watch (IPW) melaporkan ke KPK soal pemotongan honorarium penanganan perkara Hakim Agung, Rabu (2/10).
ADVERTISEMENT
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan bahwa adanya pemotongan hak yang mestinya didapatkan oleh Hakim Agung dalam memutus perkara yang bisa ditangani maksimal dalam waktu 90 hari.
Hal itu disebutnya juga telah tertuang dalam PP Nomor 82 Tahun 2021 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi.
"Jadi penanganan perkara yang diputus maksimal 90 hari, setiap hakim agung mendapatkan," ujar Sugeng kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/10).
"Nah ternyata, dari yang menjadi hak 100 persen untuk majelis dengan tiga majelis, dengan lima majelis, maupun hakim tunggal, itu mereka hakim yang menangani perkara cuman mendapat 60 persen," jelas dia.
Ia menyebut bahwa terdapat pemotongan hak para Hakim Agung sekitar kurang lebih 25,95 persen. Sugeng pun meminta KPK untuk segera mendalami laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kemudian ada sekitar 14,05 persen diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05 persen. Ada sebesar 25,95 persen yang tidak jelas, nih. Itu kami dapatkan buktinya melalui surat internal, dari internal Mahkamah Agung," ucap dia.

Minta KPK Dalami

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso. Dok: Fadhil/kumparan
"Kami sudah serahkan kepada KPK. Kami minta hal ini didalami, apakah dalam pemotongan ini ada dugaan tindak pidana korupsi pemotongan ini," sambungnya.
Sugeng juga meminta KPK mendalami apakah ada pihak yang menggunakan kewenangannya dalam melakukan pemotongan honor Hakim Agung tersebut.
"Dalam prinsip hukum, hak yang menjadi hak honor yang menjadi haknya Hakim Agung itu hanya bisa dikurangi atas kesukarelaan dan jumlahnya tentu berbeda-beda. Kalau kita memberikan sesuatu kepada pihak lain itu kan sebagai sedekah ya, ini kan terserah kita. Kalau ini rata ini 25,95 persen," tutur Sugeng.
ADVERTISEMENT
"Apakah di sana ada unsur penggunaan kewenangan dari pejabat yang berwenang meminta sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dan juga bertentangan dengan peraturan, silakan KPK mendalami," ujarnya.

Tanggapan dari MA

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suharto, dalam konferensi pers yang membantah tudingan korupsi yang dilayangkan oleh IPW. (Foto : M Wulan/Tugu Jogja)
Sebelumnya, MA telah membantah tudingan IPW itu dan bahkan membuat konferensi pers untuk menjelaskan masalah ini.
Juru bicara MA, Suharto, menegaskan tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung seperti yang dituding IPW.
Ia juga mengungkap fakta yang terjadi adalah para hakim agung bersepakat untuk menyerahkan secara sukarela sebesar 40 persen dari hak honorarium penanganan perkara yang diterimanya untuk didistribusikan kepada tim pendukung teknis dan administrasi yudisial.
"Tidak ada praktik pemotongan honorarium penanganan perkara hakim agung yang dilakukan secara paksa dengan intervensi pimpinan Mahkamah Agung," ujar Suharto kepada wartawan, di Yogyakarta, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
Suharto menuturkan pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya itu juga dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai yang diketahui oleh ketua kamar yang bersangkutan. Seluruh hakim agung telah membuat surat pernyataan penyerahan secara sukarela sebagian haknya atas honorarium penanganan perkara dan surat kuasa pendebetan.
Untuk memudahkan proses penyerahan sebagian hak hakim agung atas honorarium penanganan perkara tersebut, para hakim agung membuat kuasa kepada Bank Syariah Indonesia untuk melakukan pendebetan dana dari rekening penerimaan Honorarium Penanganan Perkara (HPP) masing-masing hakim agung.

Sudah Ada Pendistribusian Honor

Terkait tudingan IPW terhadap dugaan korupsi Rp 97 miliar yang digunakan oleh pimpinan MA untuk kepentingan pribadi, Suharto menegaskan sudah ada aturan pembagian atau pendistribusian HPP.
Hal itu didasarkan daftar alokasi HPP yang dimuat dalam Memorandum Nomor 2606/PAN/HK.00/10/2022 tanggal 3 Oktober 2022 dan Nota Dinas Nomor 1808/PAN/HK.00/9/2023 tanggal 12 September 2023 tentang Perubahan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) Tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Dalam memorandum dan nota dinas yang bersifat internal, Panitera Mahkamah Agung menyampaikan informasi kepada para hakim agung, panitera muda dan panitera pengganti perihal adanya perubahan besaran HPP yaitu Ketua Majelis (26%), Anggota Majelis 1 (17%), Anggota Majelis 2 (17%), Panitera Pengganti (7,5%), Panitera Muda Kamar (1%), operator (3,55%) dan staf majelis (2%).
Berdasarkan penjumlahan besaran alokasi penerima HPP yang termuat dalam memorandum tersebut sebesar 74,05%, namun IPW menyimpulkan bahwa dana honorarium penanganan perkara yang didistribusikan hanya 74,05%, sedangkan sisanya, sebesar 25,95%, dipergunakan untuk kepentingan pribadi pimpinan.

Dibagikan sampai Habis

Dengan tegas MA membantah IPW terkait dugaan korupsi yang menyeret pimpinan MA itu.
Suharto mengklaim uang honorarium penanganan perkara dibagikan secara habis atau 100 persen kepada penerima alokasi sesuai besaran yang ditetapkan dengan Keputusan Panitera MA Nomor 2349/PAN/HK.00/XII/2023 tanggal 5 Desember 2023 yang merupakan penyempurnaan dari SK Panitera MA sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Ia memastikan HPP itu dialokasikan kepada 43 kelompok penerima yang dikategorikan sebagai majelis hakim (60%), supervisor (7%), pendukung teknis yudisial (29%) dan pendukung administrasi yudisial (4%).
"Dalam hal terdapat pejabat penerima yang tidak terisi baik karena pensiun maupun keadaan lain maka dilakukan redistribusi kepada seluruh penerima," ujarnya.