Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
ADVERTISEMENT
Di negara di mana penyensoran terhadap berbagai karya tulis tumbuh subur, pembangunan toko buku terbesar menjadi hal yang membuat kita mengerutkan dahi.
ADVERTISEMENT
Pada Juli 2017, Iran meresmikan pembukaan toko buku Tehran Book Garden yang berlokasi di Abbas Abad Hills, timur laut ibu kota Iran, Tehran. Toko buku yang dibangun di atas tanah seluas 110.000 meter persegi ini menyediakan galeri seni, 10 gelanggang dan ruang teater, ruang duduk-berdiskusi-ala Silicon Valley, serta tentu saja puluhan ribu meter persegi bangunan penuh buku.
World Economic Forum melansir, Tehran Book Garden menyediakan ruang untuk anak-anak dan remaja yang menawarkan beragam aktivitas demi mendorong hasrat membaca. Setidaknya ada 400.000 judul buku tersedia untuk anak-anak.
Gelar toko buku terbesar sebelumnya, menurut Guinness World Record, dipegang oleh Toko Buku Barnes & Noble yang berlokasi di Fifth Avenue, New York City, Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Di negara yang dikenal dengan kebebasan berpendapatnya ini, Barnes & Noble dibangun di atas lahan seluas 14.330 meter persegi, kurang dari seperempat luas Tehran Book Garden. Dan itu pun, karena menderita kerugian, akhirnya merumahkan 56 orang pegawainya dan menutup 15-20 tokonya pada 2014.
Usul pembangunan Tehran Book Garden ini diajukan sejak 2004. Setelah melihat tingginya antusiasme warga dan populernya Tehran International Book Fair yang berlangsung untuk ke-30 kalinya tahun ini. Walikota Tehran, Mohammad Baqer Qalibaf, menyatakan pembangunan toko buku ini sebagai "Peristiwa besar dalam kebudayaan di negara ini sehingga anak-anak kita kelak mampu memanfaatkan kesempatan pendidikan dan kebudayaan dengan lebih baik".
Iran sebelumnya dikenal dengan penyensoran ketat yang dilakukan secara resmi oleh negara selama hampir empat dekade. Sejak revolusi 1979, konstitusi Iran terkait kebebasan berpendapat menyatakan bahwa media bebas menyatakan opininya kecuali jika melawan dasar-dasar Islam atau hak asasi manusia, dan aturan lainnya.
ADVERTISEMENT
Setidaknya 40 buku pernah dilarang terbit di negeri berpenduduk 78 juta jiwa ini termasuk di dalamnya The Satanic Verse karya Salman Rushdie, Para Pelacurku yang Sendu milik Gabriel Garcia Marquez, Kontrak Sosial karya J.J Rousseau, juga buku-buku Paulo Coelho dan Dan Brown.
Kebijakan penyensoran terasa mulai mengendur ketika Ayatollah Ali Khomeini berbicara kepada pihak-pihak penerbit di pameran buku pada 2015. Iran pun semakin terbuka dengan mengizinkan terbitnya beberapa buku yang sebelumnya dilarang seperti karya Dostoevsky berjudul The Gambler dan To Have and Have Not milik Ernest Hemingway.
Sejalan dengan itu, perizinan penerbitan buku pun kini dapat berlangsung beberapa bulan saja, tak lagi makan waktu beberapa tahun seperti sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kementerian kebudayaan di sana menyatakan bahwa pada 2016, ada sekitar 8.000 buku berhasil diterbitkan, sekaligus juga mengenalkan serangkaian buku untuk melawan "serangan gencar kebudayaan Barat".
Tali ketat penyensoran meski masih ada, namun terasa lebih longgar dan memberi ruang bernafas pada para penerbit buku di sana.