Iran Membara Akibat Kematian Mahsa Amini: Demo di 80 Kota; Kantor Polisi Dibakar

24 September 2022 9:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wanita Kurdi dan Lebanon mengambil bagian dalam unjuk rasa di distrik pusat kota Beirut pada 21 Spetember 2022, beberapa hari setelah pihak berwenang Iran mengumumkan kematian Mahsa Amini. Foto: ANWAR AMRO/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Wanita Kurdi dan Lebanon mengambil bagian dalam unjuk rasa di distrik pusat kota Beirut pada 21 Spetember 2022, beberapa hari setelah pihak berwenang Iran mengumumkan kematian Mahsa Amini. Foto: ANWAR AMRO/AFP
ADVERTISEMENT
Iran membara. Masyarakat di berbagai kota melakukan aksi unjuk rasa secara besar-besaran. Pemicunya akibat kematian seorang wanita muda bernama Mahsa Amini.
ADVERTISEMENT
Perempuan berusia 22 tahun yang diduga tewas di tangan polisi moral Iran, menimbulkan gejolak amarah besar-besaran di penjuru ‘negeri para mullah’ itu.
Warga di Ibu Kota Teheran dan Kurdi menyesaki jalanan sejak unjuk rasa meletus pada Jumat (16/9) pekan lalu.
Demonstran memadati rumah sakit di mana Mahsa Amini meninggal dunia dan para mahasiswa Universitas Tehran ikut unjuk rasa menentang polisi moral dengan membawa poster bertuliskan ‘wanita, kehidupan, kebebasan’.
Sebuah sepeda motor polisi terbakar saat protes kematian Mahsa Amini, di Teheran, Iran, Senin (19/9/2022). Foto: WANA via REUTERS
Tak hanya itu, sebagai bentuk protes, demonstran perempuan menantang aparat dengan memotong rambut atau melepas hijab mereka di hadapan publik.
Menurut peraturan berperilaku yang semakin diperketat di bawah kepemimpinan Presiden Ebrahim Raisi, perempuan di Iran dilarang memperlihatkan rambut di tempat umum.
Di saat bersamaan, bentrokan antara suku minoritas Kurdistan dengan aparat kepolisian menjadi pusaran kerusuhan yang terparah dan dapat memicu kembalinya ketegangan antara kedua pihak.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa dekade, Garda Revolusi Iran (IRGC) memadamkan protes dengan tindakan keras di wilayah Kurdi.
IRGC tidak sungkan menjatuhkan hukuman mati terhadap demonstran. Dan kekerasan itu kembali terulang dengan kematian Amini.
Seorang pengunjuk rasa memegang potret Mahsa Amini selama demonstrasi mendukung Amini, seorang wanita muda Iran yang meninggal setelah ditangkap di Teheran oleh polisi moral Republik Islam, di jalan Istiklal di Istanbul pada 20 September 2022. Foto: Ozan Kose/AFP
Pasukan keamanan menembaki kerumunan, sehingga menewaskan dua pengunjuk rasa di kampung halaman Mahsa, yakni Kota Saqqez, Provinsi Kurdistan.
Unjuk rasa yang berlangsung hampir sepekan ini dilaporkan menjadi yang terbesar sejak kerusuhan akibat kekurangan air pada 2021 lalu.
Akibat itu juga, baru-baru ini pemerintah Teheran juga memutuskan untuk memblokir internet dan membatasi akses media sosial yang paling banyak digunakan penduduk, seperti Whatsapp dan Instagram.
Seorang demonstran memegang foto Mahsa Amini, yang meninggal dalam tahanan polisi di Iran, di New York City, New York, AS. Foto: Caitlin Ochs/REUTERS

Demo di 80 Kota hingga Massa Bakar Kantor Polisi

Kematian Amini ternyata membuat Iran bergejolak. Kini Iran berhadapan dengan protes terbesar sejak demo penolakan kenaikan BBM pada 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Awalnya demo terkonsentrasi di wilayah mayoritas Kurdi, tempat Amini berasal. Namun, saat ini sudah menyebar ke ibu kota dan 50 kota lainnya di Iran. Organisasi Hak Asasi Manusia Iran (IHR) melaporkan protes kini meluas hingga 80 kota. Polisi menggunakan kekerasan demi membubarkan demo.
Timur laut Iran menjadi wilayah paling terdampak demo. Demonstran meneriakkan yel-yel: 'kami siap mati' saat demo. Mereka bahkan membakar kantor polisi.
Bukan cuma di timur laut, pembakaran kantor polisi juga terjadi Teheran.
Massa yang semakin tidak terkendali mulai mengarahkan kemarahan kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan keluarga.
Massa meneriakkan ejekan kepada anak Khamenei, Mojtaba, dalam aksi protes tersebut. Salah satu teriakan yang terdengar dari kerumunan demonstran adalah: "Mojtaba kau akan mati dan tidak akan menjadi pemimpin kami!"
Seorang demonstran memegang rambut dan poster Mahsa Amini, di luar konsulat Iran di Istanbul, Turki. Foto: Murad Sezer/REUTERS

Duduk Perkara Demo di Iran

ADVERTISEMENT
Menurut laporan media, kasus ini berawal ketika Mahsa berkunjung ke Teheran bersama saudara laki-lakinya, Kiaresh Amini, pada Selasa (13/9) pekan lalu untuk menemui keluarga.
Mahsa sedang berada di pintu masuk jalan raya Haqqini ketika disergap oleh polisi moral yang berada di sekitar.
Polisi moral atau disebut dengan patroli bimbingan (Persia: Gashte Ershad) adalah lembaga utama di Iran yang didirikan sejak 2005 dan bertugas menegakkan tata cara berperilaku di kalangan masyarakat sesuai dengan kaidah Syiah.
Mahsa ditangkap lantaran dituduh mengenakan jilbab yang tidak sesuai aturan, di mana rezim Raisi memerintahkan perempuan untuk menutup seluruh rambutnya.
Usai ditangkap, Mahsa digiring oleh aparat ke dalam sebuah mobil van berwarna hijau dan putih yang menjadi ciri khas patroli bimbingan. Kiaresh diberi tahu, saudara perempuannya akan dibawa ke pusat penahanan untuk menjalani ‘arahan’ dan akan dibebaskan tak lama setelah itu.
ADVERTISEMENT
Namun, takdir berkata lain. Mahsa tidak dapat keluar dengan selamat dari pusat penahanan itu.
Ia malah dilarikan ke rumah sakit usai dinyatakan mengalami gejala stroke dan epilepsi ketika sedang berada dalam tahanan polisi moral. Setelah koma selama tiga hari, nyawa Mahsa tidak tertolong dan ia meninggal dunia pada Jumat (16/9).
Para demonstran Iran turun ke jalan-jalan di ibukota Teheran selama protes untuk Mahsa Amini, beberapa hari setelah dia meninggal dalam tahanan polisi. Foto: AFP

17 Orang Tewas di Iran

ADVERTISEMENT
Seiring kerusuhan menjalar dalam unjuk rasa, otoritas mulai menindak keras demonstran di Iran. Data resmi menyebutkan sedikitnya 17 korban jiwa, termasuk lima personel keamanan Iran.
Namun, Iran Human Rights (IHR) mencatat angka korban jiwa yang hampir mencapai dua kali lipatnya. LSM itu mengatakan, setidaknya 31 warga sipil tewas di tangan pasukan Iran, kemudian diperbarui pada Jumat malam menjadi 50 orang yang tewas.
ADVERTISEMENT
Dalam rekaman yang beredar di media sosial, pengunjuk rasa dapat terdengar meneriakkan 'perempuan, hidup, kebebasan!' dan slogan-slogan anti-pemerintah seperti 'matilah sang diktator!'.
Mereka juga membakar mobil polisi, serta foto Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan Komandan Pengawal Revolusi Iran, Qasem Soleimani. Gelombang demonstrasi itu merupakan gejolak terbesar yang mengguncang Iran dalam hampir tiga tahun terakhir.
"[Rakyat berdemonstrasi] untuk mencapai hak-hak dasar dan martabat manusia dan pemerintah menanggapi protes damai mereka dengan peluru," ujar Direktur IHR, Mahmood Amiry-Moghaddam.
Amnesty International mengatakan, pasukan keamanan menembaki massa dengan peluru senapan angin dan pelet logam. Pihaknya turut mengerahkan gas air mata dan meriam air. Sementara itu, para pengunjuk rasa hanya berbekal batu untuk dilemparkan.
Presiden Iran Ebrahim Raisi berpidato di Sesi ke-77 Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB di New York City, AS, Rabu (21/9/2022). Foto: Shannon Stapleton/REUTERS

Presiden Iran Kecam Rusuh Usai Kematian Mahsa Amini

ADVERTISEMENT
Presiden Iran Ebrahim Raisi buka suara terkait kerusuhan dalam sepekan terakhir yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini (22). Perempuan keturunan Kurdistan tewas di tangan polisi moral Iran.
Raisi memperingatkan warga Iran bahwa segala tindak kekerasan yang diakibatkan oleh kerusuhan itu tidak dapat diterima. Ia juga menilai, adanya standar ganda dalam kasus kematian Amini.
Hal itu disampaikan Raisi dalam sesi konferensi pers di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (22/9) yang digelar di New York, Amerika Serikat.
“Ada kebebasan berekspresi di Iran, tetapi tindakan kekacauan tidak dapat diterima,” kata Raisi.
Ia menambahkan, dirinya sudah memerintahkan penyelidikan atas kasus kematian Amini yang diyakini sempat mengalami kekerasan dalam tahanan usai ditangkap oleh polisi moral lantaran dituduh tidak mengenakan jilbab sesuai aturan.
ADVERTISEMENT
Pasukan Garda Revolusi Islam (Islamic Revolution Guard Corps/IRGC) yang kuat dan bersenjata rudal bahkan ikut turun tangan dalam menangani hal ini. Dalam sebuah pernyataan, IRGC menyampaikan duka kepada keluarga Amini.
Guna meredam lonjakan gelombang unjuk rasa yang sudah terjadi sejak Jumat (16/9) pekan lalu itu, IRGC juga memperingatkan kepada siapa pun penyebar berita palsu atau desas-desus terkait kematian Amini, maka akan berurusan dengan pengadilan.
Selain itu, menurut laporan media lokal, Kementerian Intelijen Iran juga berupaya menghentikan demonstrasi dengan menyerukan bahwa warga yang menghadiri atau menginisiasikan demo akan ditindaklanjuti secara hukum.
Infografik 'Kematian Mahsa Amini Picu Demo Besar di Iran'. Foto: kumparan

Sosok Mahsa Amini, Perempuan yang Tewas di Tangan Polisi Moral Iran

Mahsa adalah perempuan asal Kota Saghez, Provinsi Kurdistan. Dia lahir pada 21 September 1999. Mahsa seharusnya merayakan hari ulang tahun ke-23 pada Rabu (21/9) lalu.
ADVERTISEMENT
Mahsa merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya, Armin Amini, meninggal dunia sebelum usia remaja. Ketika Mahsa lahir ke dunia, kedua orang tuanya merasa memiliki harapan baru, sebelum akhirnya dipadamkan oleh rezim otoriter Iran.
Adiknya, Kiarash, masih berusia 17 tahun saat dia menyaksikan sang kakak direnggut dari tangannya tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Saya tidak bisa kehilangan apa-apa lagi sekarang. Saya akan memberi tahu semua orang di Iran apa yang terjadi," ungkap Kiarash.
Keluarganya menggambarkan Mahsa sebagai gadis manis yang senang melancong, serta menyukai musik dan seni etnis Kurdi. Mahsa juga disebut sebagai seorang perempuan progresif yang gemar membaca.
Dia mengisi waktunya dengan menjalankan sebuah toko manteau (mantel). Sebelum meninggal dunia, Mahsa memiliki mimpi yang sederhana: untuk hidup mandiri jauh dari hiruk-pikuk.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Mahsa belum sempat mewujudkan harapan tersebut sebelum tewas dengan mengerikan di tangan otoritas. Dalam cara-cara lain, Mahsa terus hidup. Citra dan ceritanya kini menggema dari media internasional, layar-layar ponsel, dan bibir orang-orang.
"Mahsa, atau Zhina kami yang tersayang, selalu tersenyum, penuh antusiasme dan energi. Mahsa kami sangat baik dan polos, dan menurut saya tidak ada salah satu pun dari kerabat, teman, dan kenalan kami yang memiliki kenangan sedih tentang dia," ujar sepupu Mahsa, Erfan Mortezaei.