Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Iran Tutup Perbatasan dengan Irak Akibat Bentrokan Usai Ulama Syiah Mundur
30 Agustus 2022 17:01 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Menanggapi meletusnya kekerasan usai kabar pensiun ulama Syiah Muqtada al-Sadr dari dunia politik Irak, Iran menutup perbatasannya dengan negara itu pada Selasa (30/8).
ADVERTISEMENT
Jutaan orang Iran melakukan perjalanan ke Karbala setiap tahun untuk ziarah Arbain. Peringatan tersebut menandai berakhirnya masa berkabung 40 hari untuk cucu Nabi Muhammad, Imam Hussein. Arbain jatuh pada 16-17 September tahun ini.
Namun, pemerintah Iran telah menutup perbatasannya bagi jutaan peziarah yang berniat berjalan kaki ke Karbala.
Pihaknya bahkan menghentikan semua penerbangan menuju Irak. Iran juga merencanakan dua penerbangan darurat untuk mengevakuasi jemaah haji dari Najaf.
"Perbatasan dengan Irak telah ditutup. Karena masalah keamanan, warga Iran perlu menahan diri untuk tidak bepergian ke Irak sampai pemberitahuan lebih lanjut," jelas Wakil Menteri Dalam Negeri Iran, Majid Mirahmadi, dikutip dari Reuters, Selasa (30/8).
Pemberitahuan itu menyusul bentrokan hebat yang menewaskan 23 orang di Baghdad. Kekerasan tersebut berakar dari kebuntuan politik di Irak. Akibatnya, negara itu belum memiliki pemerintahan baru selama hampir setahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Ketegangan kemudian meningkat saat al-Sadr mengumumkan akan meninggalkan politik pada Senin (29/8). Para pendukungnya lantas menyerbu kompleks pemerintahan di Zona Hijau.
Pertempuran mereka dengan faksi-faksi Syiah saingan pro-Iran berkecamuk hingga Selasa (30/8). Hingga kini, petugas medis mendapati 380 orang yang terluka dalam bentrokan.
Sebagian mengkhawatirkan, gejolak tersebut dapat menyebabkan konflik sipil baru. Analis mengatakan, al-Sadr tengah memobilisasi loyalisnya demi menekan lawan. Sehingga, dia dapat memiliki pengaruh dalam pembentukan pemerintahan baru.
"Apa pun artinya, dalam gaya [Gerakan] Sadrist yang khas, selalu ada penarikan kembali yang dapat diprediksi," terang analis dari European Council on Foreign Relations (ECFR), Hamzeh Hadad, dikutip dari AFP.
"Yang kedua, dan dugaan yang lebih menakutkan seputar ini adalah bahwa dia memberi para pengikutnya persetujuan untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan," tambah dia.
ADVERTISEMENT