Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Seleksi Calon Pimpinan KPK periode 2019-2023 sudah memasuki 20 besar. Para kandidat menjalani tes wawancara dan uji publik dalam sesi tanya jawab terbuka oleh Panitia Seleksi (Pansel) KPK di Gedung Sekretariat Negara Jakarta, Selasa (27/8).
ADVERTISEMENT
Salah satu kandidat yang disorot perhatian adalah Irjen Firli Bahuri. Kapolda Sumatera Selatan itu dicecar soal sepak terjangnya saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Pansel menyinggung Firli terkait pertemuannya dengan eks Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, saat bermain tenis beberapa waktu silam. Padahal kala itu, TGB menjadi salah satu pihak terperiksa dalam perkara divestasi saham Newmont yang diselidiki KPK.
Menjawab pertanyaan Pansel, Firli menegaskan dirinya tidak melanggar etik. Klaim itu ia dapatkan dari laporan pengawas internal pimpinan KPK.
"Saya tidak melakukan hubungan [dengan TGB]. Kalau bertemu, iya," kata Firli menjawab pertanyaan Pansel.
Firli mengaku tak sengaja bertemu TGB pada 13 Mei 2018. Saat itu, kata Firli, ia sedang berada di NTB untuk acara serah terima jabatan dari Kapolda.
ADVERTISEMENT
Firli memastikan sudah meminta izin pimpinan KPK untuk menghadiri acara tersebut. Setelahnya, Firli mengaku diajak main tenis.
Firli menilai pertemuannya itu sama sekali tak melanggar ketentuan di Pasal 36 ayat 1 UU KPK. Aturan tersebut berisi tentang larangan pimpinan KPK mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.
"Tidak ada fakta yang mengatakan bahwa saya melanggar UU Nomor 30 tahun 2002 Pasal 36. Karena unsurnya memang tidak ada. TGB bukan tersangka dan saya tidak melaksanakan hubungan," tutupnya.
"Kesimpulan akhir adalah tidak ada pelanggaran," ujar Firli.
KPK membantah
Ucapan Firli ditolak mentah-mentah oleh KPK. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, memastikan pernyataan Firli mengada-ada.
ADVERTISEMENT
"Setelah saya cek ke Pimpinan KPK, kami pastikan informasi tersebut tidak benar," ujar Febri dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (27/8).
"Pimpinan KPK tidak pernah menyatakan apalagi memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran etik oleh mantan pegawai KPK yang sekarang sedang menjalani proses pencalonan sebagai Pimpinan KPK," imbuhnya.
Febri mengatakan, Firli menjalani pemeriksaan pada awal Desember 2018. Sebanyak 27 saksi dan 2 ahli diperiksa tim pengawas internal untuk menganalisis bukti elektronik.
"Fokus tim bukan hanya pada 1 pertemuan saja [Firli dengan TGB], tetapi sekitar 3 atau 4 pertemuan," ujar Febri.
Hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal terhadap Firli selesai pada 31 Desember 2018. Hasil tersebut kemudian diserahkan pada Pimpinan KPK pada 23 Januari 2019.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pimpinan KPK membentuk Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) untuk membahas kelanjutan kasus ini. Namun, proses tak dilanjutkan lantaran Firli tak lagi berstatus sebagai pegawai KPK, ditarik Mabes Polri menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
"Untuk menjaga hubungan antar institusi penegak hukum, maka Pimpinan KPK melakukan komunikasi dengan Polri terkait dengan proses penarikan dan tidak diperpanjangnya masa tugas yang bersangkutan di KPK," ujar febri.
Tak hanya soal pertemuannya dengan TGB, Pansel juga mencecar Firli terkait laporan pemberian gratifikasi berupa pembayaran penginapan hotel kepadanya. Namun, lagi-lagi Firli membantah.
Berawal dari pertanyaan yang dilontarkan Ketua Pansel KPK, Yenti Garnasih, yang bertanya ke Firli soal penginapan di hotel selama dua bulan.
"Berkaitan dengan gratifikasi. Saya juga bingung, kalau gratifikasi, kok, enggak ditangkap dari kemarin? Soal gratifikasi, Bapak bisa jelaskan bahwa pada waktu pindah dari Lombok ke Jakarta, menginap di hotel kurang lebih 2 bulan dan ada pihak tertentu yang membayar, ini hanya dari masukan. Saya hanya menyampaikan, bukan menuduh, bisa klarifikasi?" tanya Yenti.
ADVERTISEMENT
Firli mengaku memang menginap di sebuah hotel bersama anaknya yang masih SD dan istrinya, pada 24 April-26 Juni 2019. Ia mengaku terpaksa menginap karena harus bergegas ke Jakarta, sementara istrinya harus menjaga anaknya.
Firli menegaskan istrinya telah membayar Rp 50 juta pada saat check in hotel, lalu membayar lagi pada saat check out sebesar Rp 5,1 juta.
"Dan sampai hari ini, mohon maaf, saya tidak pernah dibayari orang," tegas Firli.
"Kemarin saya juga jadi Kapolda Sumsel, nginap 4 hari saya bayar sendiri. Bahkan orang kaget, kapolda bayar sendiri. Saya bilang, ini adalah contoh kecil, memberantas korupsi. Karena ikan busuk itu dari kepala, tidak pernah dari ekor. Maka kepalanya harus bersih, kepalanya harus suci," lanjutnya.
ADVERTISEMENT