Irjen Karyoto Jadi Kapolda Metro, Surat Sakti Firli Bahuri Berhasil?

29 Maret 2023 11:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Penindakan KPK Karyoto memberikan keterangan saat konferensi pers penetapan tersangka dan penahanan Bupati Muara Enim Juarsah di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/2/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Penindakan KPK Karyoto memberikan keterangan saat konferensi pers penetapan tersangka dan penahanan Bupati Muara Enim Juarsah di gedung KPK, Jakarta, Senin (15/2/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Karyoto ditunjuk menjadi Kapolda Metro Jaya. Dia menggantikan Irjen Fadil Imran yang diangkat jadi Kabaharkam Polri.
ADVERTISEMENT
Pengangkatan itu tertuang dalam surat telegram nomor ST/714/III/KEP//2023 tertanggal 27 Maret 2023 yang ditandatangani langsung oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Mutasi Karyoto ke kepolisian ini diduga masih terkait dengan 'surat sakti' Ketua KPK Firli Bahuri.
Beberapa waktu lalu, Firli Bahuri pernah mengeluarkan 'surat sakti' yang ditujukan kepada Kejaksaan dan Polri.
Isinya rekomendasi KPK terhadap tiga pejabat KPK untuk mendapat promosi di instansi asal masing-masing. Tiga yang direkomendasikan tersebut adalah: Deputi Penindakan dan Eksekusi Irjen Karyoto; Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro; dan Direktur Penuntutan Fitroh Rohcahyanto.
Fitroh sudah kembali ke Kejaksaan. Kini giliran Karyoto yang akan kembali ke Kepolisian. 'Surat sakti' Firli Bahuri ini sempat menuai sorotan. Sebab diduga terkait perselisihan dan syarat kepentingan.
ADVERTISEMENT
Perselisihan tersebut diduga melibatkan pimpinan dengan sejumlah pejabat struktural di KPK. Musababnya, diduga terkait proses penanganan Formula E.
Penyelidikan Formula E mulai diumumkan KPK pada November 2021. Sudah setahun lebih penyelidikan ini berlangsung.
Informasi dihimpun, mayoritas pimpinan meminta penanganan yang masih penyelidikan itu untuk naik ke tahap penyidikan. Meski tanpa disertai penetapan tersangka. Padahal selama ini, dimulainya penyidikan KPK selalu dibarengi dengan adanya tersangka.
Namun, sejumlah pejabat struktural di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi menilai penanganan perkara belum layak naik penyelidikan. Sebab, belum memenuhi syarat ditemukannya cukup bukti adanya korupsi.
Pejabat yang menentang itu adalah Karyoto dan Endar dari Polri, Fitroh dari Kejaksaan.
Berselang kemudian, ketiga direkomendasikan untuk dikembalikan ke instansi masing-masing. Surat itu merupakan rekomendasi KPK terhadap ketiganya untuk mendapat promosi di instansi asal masing-masing. Namun, tujuannya diduga untuk menyingkirkan ketiganya.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dugaan itu dibantah Firli Bahuri. Dia tidak secara langsung menjawab soal adanya 'surat sakti' tersebut. Namun, ia membenarkan adanya komunikasi.
"Pembinaan karier polisi maupun kejaksaan itu merupakan tanggung jawab Kejaksaan dan Polri, kita hanya bisa berkomunikasi. Semuanya berada di mereka. Karena pembinaan karier mereka ada di Kejaksaan maupun di Polri," kata Firli kepada wartawan usai rapat kerja di DPR, Kamis (9/2).
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, juga pernah menjelaskan soal ramai-ramai 'surat sakti'. Ali mengatakan itu hanya rekomendasi promosi jabatan. Terkait manajemen kepegawaian. Adapun pertimbangannya itu diserahkan ke instansi asal yang bersangkutan.
"Sudah disampaikan bahwa itu adalah promosi dalam rangka manajemen kepegawaian di internal KPK untuk dilakukan promosi terhadap struktural yang sudah lama, lebih dari dua tahun di KPK," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (21/2).
ADVERTISEMENT
"Surat itu, kan, sudah disampaikan sejak bulan November, jadi hampir 4 yang lalu. Tapi sepenuhnya, kan, menjadi instansi asal untuk mempertahankan, kan, begitu, ya," kata Ali.

'Surat sakti' Sempat Masuk Dewas

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak H. Panggabean membenarkan adanya 'surat sakti' tersebut. Berisi usulan promosi terhadap keduanya yang dikirimkan oleh pimpinan KPK.
"Namun demikian Dewas KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi ataupun mencampuri urusan tersebut," kata Tumpak dalam keterangannya, Kamis (16/2).
"Promosi dan mutasi merupakan bagian dari manajemen SDM dan sesuatu yang lazim dilakukan dalam sebuah organisasi," sambung dia.
Saat itu, Dewas juga mendapatkan pengaduan terkait konflik Firli Bahuri dkk. Pengaduan itu dalam bentuk Nota Dinas Pimpinan KPK kepada Dewas. Jadi bukan pelaporan antarpimpinan.
ADVERTISEMENT
"Dewas tidak pernah menerima laporan pengaduan pimpinan KPK terhadap pimpinan lainnya. Akan tetapi, benar ada Nota Dinas Pimpinan KPK kepada Dewas KPK perihal dinamika pelaksanaan tugas-tugas di KPK," kata Tumpak.
Tidak disebutkan siapa pimpinan KPK yang mengirim nota dinas tersebut ke Dewas. Namun Tumpak menyebut Dewas telah mendengar keterangan seluruh Pimpinan KPK terkait adanya surat tersebut. Dari penggalian keterangan itu, Dewas meminta pimpinan KPK bekerja dengan menjunjung tinggi kolektif kolegial.
"[Dewas] berkesimpulan bahwa pimpinan KPK perlu meningkatkan penerapan prinsip kolektif kolegial dalam relasi internal sesuai amanat Pasal 21 ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK," ungkap Tumpak.