Irjen Teddy Minahasa: Saya Tak Rusak CCTV Seperti Kasus Sambo & KM 50

28 April 2023 14:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
Suasana jalannya sidang tuntutan terdakwa Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalannya sidang tuntutan terdakwa Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Irjen Teddy Minahasa menyinggung peristiwa KM 50 -- penembakan anggota Rizieq Shihab -- dan kasus Ferdy Sambo saat membacakan dupliknya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (28/4).
ADVERTISEMENT
Mantan Kapolda Sumatera Barat tersebut mencontohkan dua kasus itu terkait perusakan alat bukti, dalam hal ini CCTV. Teddy mengeklaim, seandainya benar dia menerima hasil uang transaksi sabu dari AKBP Dody Prawiranegara, pasti dia ada upaya menghilangkan jejak.
Dia mengatakan, secara psikologis, Teddy bisa memusnahkan CCTV di rumahnya untuk menghibahkan bukti komunikasinya dengan Dody, yang mana saat itu disebut terjadi penyerahan sejumlah uang. Tapi itu tidak dia lakukan.
Sebaliknya, dia malah memerintahkan penyidik menyita decoder CCTV di rumahnya untuk membuktikan bahwa tidak ada penyerahan uang dari Dody ke dirinya, sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Peristiwa transaksi tanggal 24 September 2022 pada periode ini sudah saya jelaskan bahwa kedatangan Dody ke rumah saya bukan untuk menyerahkan uang," kata Teddy.
ADVERTISEMENT
"Lagi pula secara psikologis saya sendiri yang kooperatif dan inisiatif menyuruh penyidik untuk menyita decoder CCTV rumah saya untuk dapat membuktikan apakah paper bag itu saya terima atau tidak. Apabila penyidik bisa membuktikan hal ini maka dapat terungkap gambar atau video peristiwa di ruang tamu saya, depan teras rumah saya, dan lobi samping rumah saya," lanjutnya.
Seandainya dirinya benar menerima uang, klaim Teddy, pasti dirinya akan takut menyerahkan CCTV yang ada di rumahnya.
CCTV di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dakwaan penerimaan uang jadi salah satu yang ditolak Teddy. Menurutnya, jaksa tidak bisa membuktikan dakwaan tersebut di persidangan, selain hanya mendasarkan pada keterangan Dody.
"Mohon izin Majelis Hakim Yang Mulia, pertimbangan JPU dalam surat tuntutannya salah satu hal yang memberatkan saya adalah karena saya menikmati keuntungan hasil transaksi sabu," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jadi keuntungan dari penjualan sabu yang mana yang telah saya terima? Saya ulangi, keuntungan dari penjualan sabu yang mana yang telah saya terima? Apakah ada barang bukti sabu yang disita? Apakah ada tersangka atau pembeli yang ditangkap? Apakah terbukti Dody Prawiranegara menyerahkan uang kepada saya? Apakah jaksa penuntut umum tau berapa uang yang dibawa Dody Prawiranegara pada saat ke rumah saya? Ini tidak muncul dalam pertanyaan dan pembuktian dan apakah JPU tau berapa uang yang diserahkan kepada saya sesuai keterangan Dody Prawiranegara?" tanya dia.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya itu dinilai tak bisa dihadirkan jaksa di hadapan persidangan.
"Hal ini juga tidak pernah diungkap dalam persidangan. Apakah ada saksi yang melihat sendiri, mendengar sendiri, dan mengalami sendiri selain Dody Prawiranegara terkait pengarahan uang tersebut? JPU telah mengambil kesimpulan semaunya sendiri agar dapat menyeret saya dalam kasus ini. Sedangkan saya sama sekali tidak pernah menerima uang maupun cash ataupun transfer melalui bank," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan, Teddy disebut telah mengantongi Rp 300 juta dari penjualan sabu.
Uang yang dikantongi Teddy itu berasal dari penjualan yang dilakukan Teddy bersama mantan anak buahnya, eks Kapolres Bukit Tinggi AKBP Dody Prawiranegara. Dody kemudian dibantu seorang bernama Syamsul Ma'arif.
Penadah sabu mereka adalah Linda Pudjiastuti. Mereka berempat didakwa secara bersama-sama dalam dugaan jual beli narkoba.
Sabu yang dijual itu merupakan narkoba hasil sitaan Polres Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Teddy disebut memerintah Dody untuk mengganti sabu itu dengan tawas sebelum dimusnahkan. Dalihnya, untuk undercover buy dan bonus anggota.
Namun ternyata, sabu tersebut dijual. Sabu seberat 5 kilogram diambil dari peti barang bukti yang kemudian diganti tawas. Sabu itu kemudian dibawa ke Jakarta oleh Dody dan Syamsul. Setelah itu, sabu diserahkan Linda sebagaimana diperintahkan Teddy.
ADVERTISEMENT
Jaksa mengatakan, ada dua kali transaksi yang dilakukan oleh Dody dengan Linda. Pertama yakni penjualan 1 kilogram sabu dengan harga Rp 400 juta. Uang itu kemudian dipotong Rp 100 juta, sehingga Dody hanya mendapatkan Rp 300 juta.
Uang Rp 300 juta itu kemudian ditukarkan ke mata uang dolar Singapura dengan nilai SGD 27.300 dan diberikan kepada Teddy di kediamannya di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya itu, jaksa menuntut mati Teddy Minahasa. Jaksa menilai perbuatan Irjen Teddy Minahasa Putra ini memenuhi unsur Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tuntutan itu ditolak Teddy Minahasa. Dia menilai jaksa telah membabi buta menjatuhkan tuntutan padahal tidak bisa membuktikan keterlibatan Teddy dalam perkara perdagangan barang haram itu.
ADVERTISEMENT