Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Ironi Ikan Busuk dari Kepala: Firli Tersangka, 93 Pegawai KPK Terlibat Pungli
12 Januari 2024 15:29 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pepatah 'ikan busuk dari kepala' dinilai terjadi di KPK . Setelah Firli Bahuri dinyatakan bersalah melanggar etik berat dan dijatuhi sanksi diminta untuk berhenti, kini perlahan bekas anak buahnya juga terjerat hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Terungkap ada 93 pegawai rumah tahanan KPK yang diduga melanggar etik. Mereka diduga terlibat dalam pungutan liar yang nilainya fantastis, mencapai miliaran rupiah.
"Kejadian ini menunjukkan bahwa benar teori ikan busuk dari kepala," kata eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap kepada wartawan, Jumat (12/1).
"Setelah sebelumnya ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri juga terbukti melanggar etik berat dan menjadi tersangka kasus korupsi terkait kementerian pertanian, kini 93 pegawainya diseret ke sidang etik juga. Tentu ironis sekali apa yang terjadi di tubuh KPK ini," sambungnya.
Menurut Yudi, jumlah orang yang diduga terlibat dalam pungli ini sangat banyak. Mereka 'komplotan' yang merusak integritas, sistem, dan kebersihan KPK dari korupsi.
"Perbuatan sebagian di antara mereka terlibat pungli dengan menerima uang dari tahanan tentu juga mengganggu penindakan yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus korupsi," ungkap Yudi.
ADVERTISEMENT
Eks Ketua Wadah KPK itu menduga ada klaster-klaster perbuatan dari 93 pegawai rutan tersebut. Mulai dari yang ringan sampai yang berat. Dewas KPK diminta untuk jernih dalam memilahnya.
"Pecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini. Kemudian pidanakan juga yang terlibat aktif dalam pungli tersebut mulai dari aktor intelektualnya, yang membantu, turut serta serta ikut menikmati uang pungli secara sadar tanpa paksaan," ucapnya.
Yudi menilai, pungli merupakan bentuk suap dan gratifikasi yang seharusnya diberantas oleh pegawai KPK, bukan terlibat di dalamnya. KPK dinilai harus zero tollerance terhadap perbuatan macam ini.
Adapun dalam dugaan pelanggaran etik ini, diduga lebih dari Rp 4 miliar yang dipungli dalam kurun waktu 2020-2023. Dari 93 pegawai rutan yang terlibat, lebih dari 50 orang di antaranya diduga menerima uang.
ADVERTISEMENT
Dua Pimpinan KPK Dilaporkan Terkait Etik
Tak berhenti sampai di situ, kini ada dua pimpinan KPK yang juga harus berhadapan dengan Dewas KPK atas laporan dugaan pelanggaran etik. Keduanya adalah Alexander Marwata dan Nurul Ghufron.
"Kini juga masih bergulir pemeriksaan dewas terkait dua pimpinan KPK yang dilaporkan diduga melanggar etik yaitu Alexander Marwata dan Nurul Ghufron," kata Yudi.
Kasus dua pimpinan KPK ini diduga terkait penggunaan pengaruh dalam kasus di Kementan. Kasus ini menjerat eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka, juga beberapa pejabat Kementan.
Alex sudah buka suara. Dia menyatakan tak ambil pusing atas laporan tersebut. “Komentar saya: Saya enggak peduli. Kan saya yang lebih tahu. Jadi ngapain pusing-pusing mikirin laporan yang enggak jelas,” kata dia saat dikonfirmasi, Jumat (12/1).
Begitu juga Nurul Ghufron yang tak banyak berkomentar dan memilih menghormati proses di Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
“Kami hormati laporannya dan kami akan taat sesuai ketentuan dalam proses di Dewas. Saya belum tahu laporannya tentang apa, jadi nanti saja kalau saya sudah diperiksa,” kata Ghufron dalam keterangan terpisah.
Di sisi lain, menurut Yudi, saat ini juga masih ada kasus-kasus etik lain yang tengah diusut oleh Dewas KPK. Misalnya seperti dugaan korupsi terkait perjalanan dinas fiktif yang dilakukan oleh pegawai KPK, yang kini masih bergulir.
Menurut Yudi ini merupakan momentum KPK untuk bersih bersih dari segala tindakan pegawai maupun pimpinannya yang bukan saja melanggar etik tetapi juga melakukan perbuatan pidana.
"Sehingga bisa bersih-bersih dan memperbaiki sistem antikorupsi di tubuhnya (KPK) sendiri," pungkasnya.