Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Ironi Indonesia: Harta Karun di Laut Berserak, Rugi Didapat
20 Januari 2017 14:36 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Kedalaman samudra Indonesia yang membentang luas dari Sumatera ke Papua, menyimpan kekayaan alam melimpah. Bukan cuma hasil ikan, tapi juga “harta karun” yang terpendam bersama kapal-kapal karam.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, meski harta karun itu berada di wilayah perairan Indonesia, nyatanya negeri ini kerap tak memperoleh keuntungan apapun.
Harta karun dari kapal-kapal karam itu oleh pemerintah Indonesia disebut Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Sebaran BMKT di perairan Indonesia, menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), total mencapai 463 titik.
Hingga kini KKP belum mengumumkan akan melakukan apa untuk menindaklanjuti temuan ratusan titik harta karun di laut Indonesia itu. Apakah misal, bekerja sama dengan instansi lain, hendak mengangkat seluruh harta karun bawah laut itu untuk kemudian dirawat di darat, atau diangkut untuk kemudian dilelang.
Arkeolog Universitas Indonesia Ali Akbar mengatakan, pencarian harta karun bawah laut di Indonesia oleh siapapun harus mendapat izin pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Survei, pencarian, itu harus izin dari pemerintah, untuk mengecek ada potensi kepurbakalaan atau tidak. Dilihat sampel-sampelnya, kemudian didokumentasikan. Setelah disurvei, baru diangkat,” ujar Ali saat berbincang dengan kumparan, Selasa (17/1).
Survei mutlak diperlukan, imbuh Ali, karena “Berdasarkan prinsip UNESCO tentang underwater cultural herritage, reservasi dan pelestarian terbaik adalah dengan tetap membiarkannya di laut.”
Pada abad pertengahan hingga menjelang Perang Dunia, kapal-kapal yang memiliki muatan beragam kerap karam di sejumlah titik di perairan Indonesia.
Kapal-kapal itu tenggelam karena berbagai faktor, mulai dari kondisi alam atau cuaca yang sukar diterka, sampai sistem navigasi kapal yang belum canggih pada masa itu.
Kapal-kapal karam tersebut berasal dari Eropa, Timur Tengah, dan Asia Timur. Kebanyakan merupakan kapal dagang sehingga berpotensi membawa muatan benda-benda berharga yang memiliki nilai sejarah dan budaya.
ADVERTISEMENT
Ali mengatakan, orang Indonesia pertama kali tahu akan keberadaan harta karun di laut mereka pada 1985. Mereka sadar karena saat itu, ada orang Australia yang menyelam di laut Indonesia dan menemukan harta karun.
“Pencarian di dasar laut mulai ramai tahun 1985, dan itu dilakukan justru oleh orang asing, Michael Hatcher. Dia ambil (harta karun kapal karam) di suatu negara, kemudian dilelang di luar negeri. Keuntungannya miliaran rupiah,” ujar Ali.
Michael Hatcher dikenal sebagai Raja Pemburu Harta Karun. Ia mencari kapal-kapal karam di berbagai penjuru dunia.
Aksi Hatcher di Indonesia membuat pemerintah Indonesia dan nelayan-nelayan lokal mulai menyadari keberadaan harta karun di laut.
Pemerintah Republik Indonesia kemudian mewajibkan kepada siapapun yang menemukan harta karun di laut Indonesia untuk melapor.
ADVERTISEMENT
Penemuan harta karun bawah laut selanjutnya terjadi tahun 2004 di laut Cirebon, Jawa Barat. Saat itu, tim peneliti Indonesia yang dibantu investor asing menemukan artefak berusia lebih dari 1000 tahun senilai Rp 720 miliar.
Artefak tersebut diambil dari kapal era Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-9 atau 10 Masehi, yang karam di laut.
Sriwijaya yang merupakan kerajaan bahari, berdiri di Sumatera dengan bentangan daerah kekuasaan sampai ke Kamboja, selatan Thailand, Semenanjung Malaya, hingga Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Kapal masa Sriwijaya itu diduga mau berangkat ke Jawa Timur tapi karam di perairan Cirebon,” kata peneliti Badan Arkeologi Nasional, Bambang Budi Utomo.
Kapal itu diketahui dari masa Sriwijaya, karena ciri khasnya yang menggunakan teknik papan ikat dan kupingan pengikat.
ADVERTISEMENT
Artefak-artefak kapal Sriwijaya yang ditemukan di perairan Cirebon itu merupakan salah satu penemuan harta karun terbesar di dunia. Di dalamnya antara lain terdapat gelas-gelas kristal berkualitas tinggi dari Kekaisaran Persia Sassania di Iran.
Artefak-artefak itu berasal dari Afrika dan Timur Tengah. Ada pula keramik-keramik China berkualitas tinggi dari era Lima Dinasti yang sebelumnya belum pernah ditemukan. Lima Dinasti berdiri pada periode 907-960 Masehi. Ketika itu daratan China terpecah menjadi 10 negara kecil yang dipegang oleh lima dinasti.
Tapi, penemuan artefak berharga di Cirebon itu pada akhirnya malah membuat Indonesia merugi. Pengangkutan harta karun dari laut tersebut dinilai terlalu menggunakan sudut pandang ekonomis tanpa memerhatikan segi kelestariannya.
Tim peneliti Indonesia yang terlibat pencarian dan pengangkatan harta karun itu pun ditipu.
ADVERTISEMENT
“Itu investornya dari asing dua orang. Indonesia dicurangi habis-habisan. Ada permainan tingkat tinggi. Saya tidak tahu soal itu. Tapi bisa diumpamakan begini, misal ada dua pedang bergagang emas, kita dikasih pedang yang buntung sedangkan mereka dapat yang bagus lalu dilelang di Singapura,” kata Bambang.
Indonesia, ujarnya, kerap dalam kondisi serba salah. Sementara harta karun bawah laut banyak diangkut dari Indonesia, lemahnya regulasi membuat Indonesia “kebobolan” sehingga tak bisa menikmati hasil dari harta karun terpendam di wilayahnya sendiri.
Indonesia pun belum meratifikasi aturan UNESCO tentang benda-benda cagar budaya di bawah air, karena merasa belum mampu.
“Sebab konsekuensi dari meratifikasi adalah menjaga barang itu, dan Indonesia belum bisa. Untuk mengangkutnya, kita juga belum punya sistem dan alat memadai,” kata Bambang.
ADVERTISEMENT
Pengalaman pahit itulah yang kemudian membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan membangun museum pusat studi harta harun bawah laut di gedung kementerian mereka.
Museum yang akan mengambil tempat di lantai Gedung Mina Bahari IV itu rencananya akan memamerkan harta karun yang berhasil diangkat dari laut Indonesia.
Saat ini ada sekitar 2.000 koleksi harta karun bawah laut yang telah diangkut ke museum itu.