Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dikutip dari naskah hasil revisi, Jumat (25/5), perubahan mendasar dimulai dari definisi terorisme yang kini mengharuskan ada motif ideologi, politik atau gangguan keamanan untuk bisa disebut terorisme .
Pasal 1 (Definisi terorisme)
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: (2.) Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Pasal 12B (Penindakan pelatihan militer)
1. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme, dan/atau berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun.
ADVERTISEMENT
2. Setiap orang yang dengan sengaja merekrut, menampung atau mengirim orang untuk mengikuti pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun.
3. Setiap orang yang dengan sengaja membuat, mengumpulkan, dan/atau menyebarluaskan tulisan atau dokumen, baik elektronik maupun nonelektronik untuk digunakan dalam pelatihan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling laam 12 tahun.
4. Setiap warga Indonesia yang dijatuhi pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3) dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dan pas lintas batas dalam jangka waktu paling lama 5 tahun.
Pasal 13A (Organsasi Teroris)
Setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi terorisme dan dengan sengaja menyebar ucapan, sikap atau perilaku, tulisan atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun.
ADVERTISEMENT
Pasal 16A (Pelibatan Anak)
Setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancama pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 25 (Penahanan)
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka dalam waktu 120 hari.
(3) Jangka waktu penahanan dapat diajukan permohonan perpanjangan oleh penyidik kepada penuntut umum untuk jangka waktu paling lama 60 hari.
(4) Apabila jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3) tidak mencukupi, permohonan perpanjangan dapat diajukan oleh penyidik kepada ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 20 hari.
(5) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa paling lama 60 hari.
(6) Apabila jangka waktu penahanan tidak mencukupi, dapat diajukan permohonan perpanjangan oleh penuntut umum kepada ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu palng lama 30 hari.
ADVERTISEMENT
(7) Pelaksanaan penahanan tersangka tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia
(8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 (Penangkapan)
(1) Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari.
(2) Apabila waktu penangkapan tidak cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk waktu paling lama 7 hari kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik.
(3) Pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia,
(4) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31A (Penyadapan)
ADVERTISEMENT
Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu terhadap orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melaksanakan tindak pidana terorisme dan setelah pelaksanaannya dalam jangka waktu paling lama 3 hari wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik.
Pasal 33 (Pelindungan)
Penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Pasal 43A (Pencegahan)
(1) Pemerintah wajib melaksanakan pencegahan tindak pidana terorisme
(2) Dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.
ADVERTISEMENT
(3) Pencegahan dilaksanakan melalui: a. Kesiapsiagaan nasional, b. Kontra-radikalisasi, c. Deradikalisasi. (Ketiga diatur lebih rinci dalam peraturan pemerintah)
Pasal 43I (Pelibatan TNI)
(1) TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang
(2) Dalam mengatasi aksi terorisme, dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi terorisme sebagaimana pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Berikut secara lengkap revisi UU Aniterorisme yang sudah disahkan DPR: