Israel Dianggap Hendak Usir Warga Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir

10 Desember 2023 19:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Palestina menaiki kereta keledai saat mereka kembali ke rumah mereka, selama gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Jumat (24/11/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Warga Palestina menaiki kereta keledai saat mereka kembali ke rumah mereka, selama gencatan senjata sementara antara Hamas dan Israel, di Khan Younis di selatan Jalur Gaza, Jumat (24/11/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Israel dianggap sedang mempersiapkan pengusiran massal rakyat Palestina dari Jalur Gaza ke Mesir. Pengusiran paksa itu terlihat dari meningkatnya konsentrasi pengungsi di perbatasan — pertama-tama di bagian utara, kemudian didorong mundur ke bagian selatan, lalu ke dekat perbatasan.
ADVERTISEMENT
Sejak pertempuran pecah awal Oktober lalu, sedikitnya 1,9 juta dari total 2,4 juta warga Jalur Gaza terpaksa kehilangan tempat tinggalnya dan menjadi pengungsi di kamp-kamp penuh sesak.
Dikutip dari AFP, komentar tersebut ditulis Kepala UNRWA Philippe Lazzarini dalam artikel opini yang diterbitkan media Amerika Serikat, Los Angeles Times, pada Sabtu (9/12).
UNRWA merupakan badan khusus PBB yang menangani pengungsi Palestina dan berbasis di Jalur Gaza. Salah satu peran UNRWA yakni menyediakan kamp pengungsian bagi warga sipil Gaza dari bombardir Israel dan menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Dalam tulisannya, Lazzarini tertuju ke krisis kemanusiaan yang kian memprihatinkan di Jalur Gaza dan bertambahnya konsentrasi para pengungsi Palestina yang berlindung di perbatasan dari pertempuran.
Orang-orang menurunkan kantong tepung dari kendaraan untuk dibagikan kepada warga Palestina, didistribusikan oleh UNRWA di Rafah, di selatan Jalur Gaza, Selasa (21/11/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
Di awal konflik, Israel menargetkan serangan intensif ke Gaza bagian utara dan mengusir warga Palestina dari sana untuk dievakuasi ke bagian selatan — yang disebut lebih 'aman'.
ADVERTISEMENT
Namun, sekarang pengungsi Palestina di kamp pengungsian bagian selatan, khususnya Kota Khan Yunis, lagi-lagi diusir — kali ini ke perbatasan, karena wilayah selatan sedang menjadi target gempuran.
"Perkembangan yang kami saksikan menunjukkan adanya upaya untuk memindahkan warga Palestina ke Mesir, terlepas dari apakah mereka akan tetap tinggal di sana atau dimukimkan di tempat lain," tulis Lazzarini.

Nakba Kedua?

Kehancuran yang meluas di bagian utara Palestina, sambung dia, adalah awal dari skenario pengusiran paksa itu. Sementara tahap berikutnya, menurut Lazzarini, adalah memaksa warga sipil dari Kota Khan Yunis di bagian selatan pergi ke perbatasan.
"Jika jalan ini terus berlanjut, yang mengarah pada apa yang banyak orang sebut sebagai Nakba kedua, Gaza tidak akan menjadi tanah bagi orang Palestina lagi," tegas Lazzarini.
Orang-orang Arab, membawa harta benda di kepala mereka, melarikan diri dari sebuah desa tak dikenal di Galilea sekitar lima bulan setelah pembentukan negara Israel. Foto: Stringer/Reuters
Pria berkewarganegaraan Italia dan Swiss itu mengacu pada istilah eksodus (pemindahan paksa dari lokasi asal seseorang) dalam Bahasa Arab, Nakba. Peristiwa Nakba pertama terjadi selama perang Israel dan Arab pada 1948, ketika 760 ribu warga Palestina diusir penjajah dari tanahnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Tak ingin Nakba kembali terulang di era modern ini, Lazzarini pun memperingatkan bahwa PBB bakal menolak — termasuk sekutu dekat Israel, Amerika Serikat.
"PBB dan beberapa negara anggota, termasuk Amerika Serikat, dengan tegas menolak pemindahan paksa warga Gaza dari Jalur Gaza," pungkasnya.
Hingga berita ini dirilis, Kementerian Pertahanan Israel belum memberi komentar lebih lanjut atas opini Lazzarini.
Orang-orang menunggu sementara seorang wanita menyiapkan makanan, di sebuah kamp di Rafah, di Jalur Gaza selatan, Rabu (6/12/2023). Foto: Ibraheem Abu Mustafa/REUTERS
Di tengah korban jiwa Palestina yang telah mencapai lebih dari 17 ribu orang saat ini, hanya segelintir pihak yang diizinkan Israel pergi ke Mesir untuk mendapat perawatan medis melalui jalur penyeberangan Rafah — satu-satunya perbatasan Gaza yang tidak berada di bawah kendali Israel sepenuhnya.
Namun, warga Palestina lainnya saat ini berada di bawah blokade Israel dan tidak memiliki tempat aman untuk dituju. Rafah pun berubah menjadi kamp pengungsian ratusan ribu warga Palestina, yang saat ini berada di ambang kelaparan dan wabah penyakit.
ADVERTISEMENT