Israel Kisruh, Pemerintahan PM Netanyahu Terancam Kolaps

27 Maret 2023 16:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa menyalakan api saat protes terkait pemecatan menteri pertahanan Israel, di Tel Aviv, Israel, Senin (27/3/2023). Foto: Nir Elias/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Massa menyalakan api saat protes terkait pemecatan menteri pertahanan Israel, di Tel Aviv, Israel, Senin (27/3/2023). Foto: Nir Elias/REUTERS
ADVERTISEMENT
Pemerintahan berkuasa di Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terancam kolaps.
ADVERTISEMENT
Rezim pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah ini di ambang kekacauan, usai terjadinya protes besar-besaran pada Senin (27/3) dini hari atas pemecatan Menteri Pertahanan Yoav Galant oleh Netanyahu sehari sebelumnya.
Dikutip dari Reuters, pemecatan Galant semakin menuai amarah publik yang mendesak agar pemerintah menghentikan rencananya merombak sistem peradilan di negara itu melalui pengesahan RUU baru.
RUU reformasi ini mencakup pemberian lembaga eksekutif — dalam hal ini Netanyahu dan parlemen Knesset, kontrol yang lebih besar untuk menunjuk penempatan hakim di Mahkamah Agung.
Selain itu, reformasi peradilan yang dicetuskan Netanyahu juga memungkinkan pemerintah untuk mengesampingkan putusan pengadilan berdasarkan mayoritas.
Padahal, seharusnya Mahkamah Agung bertindak secara independen dan tidak terpengaruh oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Galant hanya merupakan salah satu dari puluhan ribu orang di Israel yang tidak menyetujui adanya reformasi peradilan tersebut. Puluhan ribu demonstran telah berhamburan ke jalanan di berbagai kota di Israel mengecam pemecatan Galant sekaligus menyerukan pemerintah agar segera membatalkan pengesahan RUU itu.
Orang-orang melakukan demonstrasi setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memecat menteri pertahanan dan pemerintah koalisi nasionalisnya melanjutkan pemeriksaan yudisialnya, di Yerusalem, Senin (27/3/2023). Foto: Ammar Awad/REUTERS
Adapun pemecatan anggota paling senior di partai Likud ini terjadi usai dia secara terbuka mendesak pemerintah untuk menghentikan kelanjutan pengesahan RUU reformasi peradilan sehari sebelumnya.
Galant juga memperingatkan bahwa perpecahan yang telah terjadi selama berminggu-minggu di penjuru Israel — sejak rencana pengesahan RUU itu dipublikasikan, dapat berdampak buruk pada militer hingga mengancam keamanan nasional.
Namun, menurut Netanyahu tindakan Galant termasuk pelanggaran dan dia berhak dipecat dari jabatannya yang baru diduduki selama tiga bulan itu.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, berbagai sumber dari partai Likud mengatakan, Netanyahu kemungkinan akan menunda kelanjutan RUU reformasi peradilan ini — menyusul kerusuhan yang berlangsung di penjuru Israel.
Namun, belum jelas apakah Netanyahu akan memberikan keterangan resmi terkait hal tersebut secara publik.
Tak hanya di jalanan penjuru Israel, kericuhan juga berlangsung di parlemen Knesset. Dalam sebuah rapat yang digelar usai demo besar-besaran pecah, anggota parlemen menyerang Ketua Komite di parlemen yang menggiring RUU tersebut, Simcha Rothman, dengan cemoohan.
Warga Israel menggelar protes menentang reformasi hukum Benjamin Netanyahu di Israel, di Tel Aviv, Israel, Sabtu (14/1/2023). Foto: Amir Cohen/REUTERS
“Memalukan! Memalukan!” teriak mereka, usai Komite Konstitusi menyetujui RUU itu untuk diteruskan ke tahap ratifikasi. Sementara itu, pemungutan suara untuk mengesahkan RUU reformasi peradilan menjadi UU baru akan digelar di parlemen pada pekan ini.
ADVERTISEMENT
Anggota parlemen oposisi kemudian melayangkan tuduhan dengan cara membandingkan RUU reformasi pengadilan ini dengan kelompok militan yang menginginkan kehancuran Israel.
“Ini adalah pengambilalihan yang tidak bersahabat terhadap Negara Israel. Tidak perlu Hamas, tidak perlu Hizbullah,” kata salah seorang anggota parlemen.
Dia mengacu pada organisasi militan pembela Palestina garis keras — Hamas, dan Hizbullah Lebanon, kelompok syiah yang dicap sebagai organisasi teroris di berbagai negara Barat termasuk Israel.
Namun, Rothman menepis tuduhan-tuduhan itu dengan membela bahwa RUU reformasi peradilan tersebut tetap diperlukan. “Undang-undang ini seimbang dan baik untuk Israel,” tegas Rothman.
Argumen Rothman juga didukung oleh Menteri Keamanan Nasional yang dikenal luas atas perlakuan diskriminatifnya kepada rakyat Palestina dan pendukung permukiman ilegal di Tepi Barat, Itamar Ben-Gvir, dalam sebuah cuitan di Twitter.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak boleh menghentikan reformasi peradilan dan tidak boleh menyerah pada anarkis,” bunyi cuitan Ben-Gvir.
Kerusuhan terbesar yang belum pernah terjadi di Israel ini kemudian menarik perhatian dari kepala negara Israel, Presiden Isaac Herzog. “Demi persatuan rakyat Israel, demi tanggung jawab, saya meminta Anda untuk segera menghentikan proses legislasi,” cuit Herzog.
Peringatan dari Herzog — yang seharusnya tidak terlibat dalam politik dan sebagian besar bersifat seremonial ini, menegaskan kembali kekhawatiran akan terjadinya perpecahan yang lebih besar akibat dari usulan reformasi peradilan tersebut.