Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Israel Makin Kisruh, Netanyahu Tunda Proses Ratifikasi Reformasi Peradilan
28 Maret 2023 10:37 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Langkah ini diambil menyusul protes besar-besaran skala nasional yang mengakibatkan pemogokan massal dan perpecahan politik dalam beberapa bulan terakhir — menentang pengesahan RUU itu.
Dikutip dari AFP, pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Netanyahu secara publik pada Senin (27/3) malam waktu setempat.
“Karena rasa tanggung jawab nasional, karena keinginan untuk mencegah perpecahan di antara rakyat kita, saya telah memutuskan untuk menghentikan pembacaan kedua dan ketiga dari RUU tersebut untuk memberikan waktu untuk berdialog,” ungkap Netanyahu.
Pengumuman Netanyahu muncul sehari, setelah dia memecat anggota paling senior di Partai Likud, Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant.
Pemecatan dilakukan lantaran Galant dinilai telah melakukan pelanggaran dengan menyerukan pemerintah untuk membatalkan proses legislatif RUU reformasi peradilan.
ADVERTISEMENT
Padahal, Galant berargumen proses legislatif RUU reformasi peradilan perlu dilakukan demi mempertahankan keamanan nasional, menstabilkan politik, dan menjaga nilai-nilai demokrasi di Israel.
Pemecatan Galant langsung disambut oleh protes besar-besaran di penjuru kota Israel — termasuk di Yerusalem.
Sekitar delapan puluh ribu demonstran berhamburan ke jalanan dan melakukan mogok kerja massal, sehingga memicu kekacauan yang belum pernah terjadi di negara itu dalam beberapa tahun terakhir.
Imbasnya, penerbangan terganggu, rumah sakit menghentikan layanan non-darurat, hingga para diplomat pun mogok kerja.
Lebih lanjut, RUU tersebut merupakan kebijakan terbaru yang dicetuskan Netanyahu untuk merombak secara penuh sistem peradilan di Israel.
RUU reformasi ini mencakup pemberian lembaga eksekutif — dalam hal ini Netanyahu dan parlemen Knesset, kontrol yang lebih besar untuk menunjuk penempatan hakim di Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Selain itu, RUU reformasi peradilan juga memungkinkan pemerintah untuk mengesampingkan putusan pengadilan berdasarkan mayoritas. Padahal, seharusnya Mahkamah Agung bertindak secara independen dan tidak terpengaruh oleh pemerintah.