Istri Pertama Pemimpin ISIS Dijatuhi Hukuman Mati di Irak

11 Juli 2024 13:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang anggota ISIS. Foto: REUTERS/Stringer
zoom-in-whitePerbesar
Seorang anggota ISIS. Foto: REUTERS/Stringer
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengadilan Irak telah menjatuhkan hukuman mati kepada istri pertama mendiang pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi. Hukuman tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Kriminal Karkh atas tuduhan keterlibatan dalam organisasi ekstremis dan penahanan perempuan Yazidi.
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataan resmi, Dewan Kehakiman Tertinggi mengungkapkan bahwa perempuan tersebut diidentifikasi sebagai Asma Mohammed, juga dikenal sebagai Umm Hudaifa. Kementerian Dalam Negeri Irak turut mengkonfirmasi identitas ini.
Meskipun pengacaranya belum memberikan komentar, dalam wawancara baru-baru ini dengan BBC, Umm Hudaifa membantah terlibat dalam kekejaman ISIS atau penculikan dan perbudakan perempuan Yazidi.
Umm Hudaifa menikah dengan Baghdadi pada saat suaminya memimpin ISIS di sebagian besar wilayah Irak dan Suriah.
Pemimpin ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi. Foto: Reuters
Pada 2019, beberapa bulan setelah kekalahan militer ISIS, pasukan AS menggerebek tempat persembunyian Baghdadi di barat laut Suriah. Saat terpojok, Baghdadi meledakkan rompi peledaknya, menewaskan dirinya dan dua anaknya.
Umm Hudaifa sendiri tidak berada di lokasi tersebut karena ia telah ditahan di Turki pada 2018 dengan nama palsu. Ia diekstradisi ke Irak pada Februari 2024 dan dikembalikan ke tahanan sementara pihak berwenang menyelidiki keterlibatannya dalam kejahatan terkait terorisme.
ADVERTISEMENT
Penyelidik PBB menyatakan memiliki bukti jelas bahwa ISIS melakukan genosida dan kejahatan internasional lainnya terhadap komunitas Yazidi.
Ribuan warga Yazidi terbunuh dan ribuan lainnya diperbudak, termasuk perempuan dan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan berantai dan kekerasan seksual lainnya.
Selain itu, ISIS juga diketahui melakukan kejahatan perang, termasuk pembantaian sekitar 1.700 taruna dan personel tak bersenjata yang sebagian besar adalah Muslim Syiah di pangkalan militer Camp Speicher Irak pada 2014.
Anak laki-laki ibadah bersama di dekat Baghouz. Foto: REUTERS / Rodi Said
Dalam wawancara dengan BBC, Umm Hudaifa mengaku telah menantang suaminya mengenai "darah orang-orang yang tidak bersalah" di tangannya.
Ia juga menyatakan rasa malu dan penyesalan atas apa yang terjadi pada perempuan dan anak-anak Yazidi, mereka diduga dibawa ke rumahnya sebagai budak.
ADVERTISEMENT
Pengadilan Irak telah menjatuhkan ratusan hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup kepada pria dan wanita yang terbukti menjadi anggota organisasi teroris dalam beberapa tahun terakhir.
Kelompok hak asasi manusia menyatakan dakwaan tersebut sering kali terlalu luas dan menggunakan kata-kata yang tidak jelas. Persidangan sering kali dilakukan secara terburu-buru dan didasarkan pada pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan.