Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Isu Orang Gila dan Tanda Silang Bikin Khawatir Ulama Pameungpeuk Garut
1 Maret 2018 13:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Isu penyerangan ulama yang dilakukan orang sakit jiwa meresahkan masyarakat. Tak terkecuali Ajengan Hasan Basyari yang juga Ketua MUI Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Kediaman Hasan kini dijaga santri dan warga. Aparat Babinsa dari Koramil juga ikut membantu mengamankan.
ADVERTISEMENT
"Ketika ada peristiwa di Cicalengka (penyerangan Kiai Umar di Cicalengka, Bandung-Red), teman-teman saya, saudara saya, sahabat saya, semua meminta agar saya berhati-hati," kata Hasan saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Kamis (1/3).
Hasan yang juga pimpinan Yayasan Mardliyah ini menyampaikan, di mana-mana viral kabar penganiayaan ulama. Lalu bermunculan penangkapan pada orang gila.
"Di Pamengpeuk ini, kemudian semakin banyak orang gila. Ya kalau yang orang Pamengpeuk ada, tapi ada juga yang dari mana-mana," beber dia.
Pamengpeuk berjarak 30 km dari Kota Garut, dengan mobil bisa ditempuh sekitar 1 jam lebih.
Hasan melanjutkan, isu orang gila menyerang ulama ini membuat masyarakat waspada pada orang gila. Akibatnya, ketika ada orang gila ada insiden yang tak bisa dihindarkan.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat menjadi hati-hati, ada kejadian orang gila ditangkap, lalu masyarakat kesal dan ada satu dua orang yang memukul," urai dia.
Hasan melanjutkan, pekan lalu, Uyu Ruhyana yang kini menjadi tersangka kasus rekayasa penganiayaan marbot, pernah menyampaikan ada orang bermotor yang mencarinya. Orang itu menanyakan rumah dan keberadaan Hasan.
Terang saja, informasi ada orang asing yang mencarinya membuat Hasan resah.
"Saya merasa terancam, ada teror," tambahnya.
Belum lagi, tak lama sesudah itu, dia mendapat informasi dari warga ada tanda silang di dekat rumahnya. Tanda ini kabarnya sebagai penanda keberadaan ulama.
"Tandanya sudah dihapus oleh warga," tegasnya.
Tak lama, tersiar kabar, Uyu dianiaya oleh beberapa orang yang menanyakan rumah Hasan. Walau polisi kemudian mengungkap Uyu mengaku-ngaku dianiaya demi alasan ekonomi, karena hanya digaji Rp 125-150 ribu per bulan sebagai marbot.
ADVERTISEMENT
Tapi penjelasan polisi soal rekayasa tak dipercayai sepenuhnya oleh Hasan. Karena ada kejanggalan, pertama soal Uyu yang dibawa polisi sendiri ke Polres Garut dan Bandung tanpa didampingi pengurus DKM atau ulama Garut.
Kemudian soal alasan ekonomi. Setahu Hasan, Uyu mendapat hak pengelolaan sawah wakaf masjid yang luasnya 100-200 bata.
"Rendah sekali alasannya kalau merekayasa karena upah sedikit. Masyarakat banyak yang bertanya ke saya ketika soal Uyu yang dikaitkan dengan ekonomi," tutup dia.