Ivermectin hingga Molnupiravir, Obat yang Digadang Jadi Obat COVID-19

6 November 2021 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Berbagai upaya dilakukan untuk bisa menangani virus corona sesegera dan seefektif mungkin. Salah satunya adalah dengan penelitian hingga pengembangan obat perawatan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, saat ini ada dua obat alternatif perawatan corona yang sudah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), yakni Remdesivir dan Favipiravir.
Kedua obat ini bukanlah obat khusus yang ditujukan khusus untuk COVID-19. Remdesivir digunakan sebagai antivirus untuk penyakit Ebola di Afrika. Sedangkan Favipiravir adalah obat antivirus untuk influenza. Kedua obat tersebut tidak dijual dengan bebas.
Ada juga obat yang sempat menjadi pembicaraan hangat publik Indonesia, yakni Ivermectin. Obat ini termasuk jenis obat keras, sehingga pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.
Penggunaan Ivermectin ini sempat menimbulkan berbagai polemik. Obat antiparasit ini digunakan untuk merawat kecacingan, dan tidak ditujukan untuk COVID-19. Masih belum diketahui dengan pasti efektivitas dari Ivermectin terhadap corona.
Ilustrasi IVERMECTIN, obat cacingan yang disebut-sebut efektif mengatasi COVID-19. Foto: Shutterstock
Selain itu, obat ini sempat banyak beredar luas di pasaran dan dijual dengan harga yang murah. Padahal, seperti disebutkan sebelumnya, Ivermectin adalah obat keras yang membutuhkan resep dokter.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Depok, dr Dewangga Gegap Gempita, isu obat Ivermectin bisa digunakan untuk terapi COVID-19 muncul usai India diterjang gelombang kedua COVID-19. Kala itu, salah satu obat yang digunakan India sebagai obat antiviral adalah Ivermectin.
Sejak akhir Juni, Ivermectin telah masuk uji klinik fase II sebagai obat terapi COVID-19 terbatas. Pengujian ini dilakukan di delapan rumah sakit, untuk mencari tahu apakah Ivermectin memang memiliki khasiat untuk melawan COVID-19, dan seperti apa efek samping yang ditimbulkan.
“Hati-hati, setiap obat itu pasti ada efek sampingnya. Nah, itulah yang saat ini diteliti, apakah efek samping yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya dari manfaat yang didapatkan atau bagaimana,” kata dr Dewangga pada akhir Juni lalu.
ADVERTISEMENT
Secara resmi, BPOM telah mengeluarkan izin edar untuk Ivermectin sebagai obat cacing, tidak untuk obat terapi COVID-19 untuk umum. Sejauh ini, masih belum ada kabar terbaru mengenai uji klinik Ivermectin tersebut.
Berbeda dengan Ivermectin yang merupakan obat antiparasit, Perusahaan Amerika Serikat, Merck & Co, kini mengembangkan obat antivirus khusus untuk COVID-19. Obat oral ini diberi nama Molnupiravir.
Dalam uji klinis Merck, obat ini dikabarkan menunjukkan hasil yang baik. Molnupiravir disebut mampu menurunkan risiko rawat inap dan kematian pada penderita COVID-19. Bahkan, penurunan risikonya bisa mencapai 50% pada penderita bergejala ringan.
Hasil yang baik ini tentu menggiurkan bagi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Selain itu, penggunaannya juga mudah karena Molnupiravir didesain untuk dapat dikonsumsi di rumah.
ADVERTISEMENT
Pada akhir Oktober lalu, Indonesia telah melakukan penandatanganan perjanjian untuk pengadaan Molnupiravir.
Ilustrasi Molnupiravir. Foto: Shutter Stock
"Kami mendampingi Pak Menkomarimves sudah ke Merck di AS. Kami sudah sampai ke tahap finalisasi agreement agar Indonesia bisa mengadakan tablet Molnupiravir diusahakan akhir tahun ini," kata Budi dalam keterangan pers virtual di Youtube Sekretariat Presiden, 25 Oktober 2021.
Pemerintah juga berencana untuk dapat membangun pabrik Molnupiravir.
"Kami juga sudah jajaki untuk bisa bangun pabrik obatnya di Indonesia termasuk bahan baku obatnya," lanjutnya Budi.
Pada Kamis (4/11), Inggris menjadi negara pertama di dunia yang menyetujui obat ini. Molnupiravir akan dijual di Inggris dengan nama “Lagevrio”.
Mereka akan merekomendasikan pemberian obat ini sesegera mungkin setelah pasien terkonfirmasi positif COVID-19, dalam lima hari sejak timbul gejala.
ADVERTISEMENT