Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun Digugat ke MK, Diminta Tak Berlaku di Era Firli Dkk
11 Juli 2023 10:46 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
MAKI mengajukan pengujian pada Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke MK. Gugatan teregistrasi dengan nomor perkara 68/PUU-XXI/2023. Persidangan perdana digelar pada Senin (10/7) kemarin di ruangan sidang Pleno MK.
Pasal 34 tersebut berbunyi: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pasal tersebut telah dimaknai berbeda oleh MK dalam putusan Nomor 112/PUU-XX/2022. Masa jabatan pimpinan KPK, dimaknai berdasarkan putusan tersebut menjadi 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Putusan MK tersebut, yang dinilai oleh MAKI, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945. "Karena norma demikian dapat berlaku surut," kata Boyamin dikutip dari laman MK, Selasa (11/7).
Boyamin meminta soal masa jabatan pimpinan KPK itu tidak berlaku surut. Hal tersebut guna menjaga independensi KPK yang semestinya dibuat berbeda dengan masa jabatan badan eksekutif dan legislatif.
ADVERTISEMENT
"Kami menginginkan berlakunya norma ini untuk masa yang akan datang," lanjut Boyamin yang dihadirinya secara daring dari Makkah.
Dalam petitumnya, Boyamin meminta mahkamah menyatakan Pasal 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, terkait dengan putusan nomor 112/PUU-XX/2022, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sepanjang dimaknai:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang (Firli Bahuri dkk) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023 – 2028).
Terkait permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin memberikan nasihat, terkait permohonan Boyamin dkk ini sangat singkat. Yakni hanya 3 halaman saja. Dia berharap pemohon bisa mengulas lebih dalam seperti legal standing pemohon yang sesuai dengan ketentuan hukum.
ADVERTISEMENT
Termasuk soal alasan permohonan yang memuat putusan MK yang diuji yang terkait dengan kerugian konstitusional para Pemohon; dasar pengujian yang dijadikan landasan harus dibuatkan uraian yang menyeluruh dan utuh.
“Sehingga terlihat inkonstitusional dari norma yang diujikan. Ini perlu dipertajam, tak hanya menyebutkan Indonesia negara hukum, tetapi jabarkan kerugian tentang masa jabatan pimpinan KPK yang dimaksudkan merugikan hak konstitusional para Pemohon. Selain itu perlu juga para Pemohon perlu membuat petitum dengan lebih baik,” kata Wahiduddin.
Sementara Hakim Konstitusi Arief menyebutkan beberapa hal yang perlu disempurnakan pada permohonan tersebut. Bahwa para Pemohon perlu memperhatikan sistematika dari permohonan yang lazim dan sesuai dengan PMK yang terbaru, sehingga para Pemohon harus melengkapi sebagaimana ketentuan hukum acara MK.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Manahan melihat permohonan yang diajukan sangat singkat dan dinilai belum merepresentasikan norma yang diujikan. Sebab, pasal yang diujikan saat ini pernah diujikan dan telah diputuskan MK dengan dimaknai menjadi masa jabatan pimpinan KPK yakni 5 tahun.
Dari permohonan ini, para Pemohon menjabarkan argumentasi yang mempertentangkan dengan pendapat sebelumnya. Oleh karena itu, para Pemohon diharapkan dapat melakukan elaborasi terhadap kedudukan hukum dari pihaknya yang sesuai dengan putusan-putusan MK terdahulu.
"Ini penting karena jangan sampai kehilangan objek dan pada perihal juga perlu Pasal 34 UU KPK ini disebutkan telah dimaknai oleh MK pada Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022," kata Manahan.