Jadi Tersangka Sejak Juli 2019, 2 Pejabat di Bakamla Akhirnya Ditahan KPK

1 Desember 2020 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Dok. KPK
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Dok. KPK
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menahan 2 orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi (Backbone Coastal Surveillance System) Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Kedua tersangka tersebut adalah Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Juli Amar Ma’ruf selaku Anggota Unit Layanan Pengadaan Satelit Monitoring tersebut. Keduanya telah menyandang status tersangka sejak 31 Juli 2019.
"Para tersangka akan ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 1 Desember 2020 sampai dengan 20 Desember 2020," kata Deputi Penindakan KPK, Irjen Pol Karyoto, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (1/12).
Leni ditahan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara Juli ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.
"Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19, tahanan akan terlebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC KPK di Kavling C1," kata Karyoto.
Deputi Bidang Penindakan KPK Irjen Pol Karyoto. Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Latar Belakang Kasus
ADVERTISEMENT
Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus Satelit Monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran 2016.
Kasus ini bermula saat 15 April 2016, Bambang Udoyo diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi, Hukum, dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut.
Lalu pada 16 Juni 2016, kedua tersangka diangkat menjadi ketua dan anggota ULP di Bakamla.
Di tahun itu, ada usulan anggaran pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla RI.
"Pada awalnya anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan walaupun demikian ULP Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan," kata Karyoto.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399,8 miliar.
Pada tanggal 16 September 2016 ditetapkan PT CMIT sebagai pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.
Tersangka Direktur Utama PT CMI Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno (kanan) berjalan sebelum diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Kemudian awal Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan. Meskipun anggaran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.
Akan tetapi dilakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut.
Lalu, pada tanggal 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang selaku Pejabat Pembuat Komitmen dengan Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT CMIT dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan uraian kasus di atas, disimpulkan bahwa telah ditemukan bukti permulaan yang cukup dugaan tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Perangkat Transportasi Informasi Terintegrasi pada Bakamla RI Tahun 2016," kata Karyoto.
Karyoto menyatakan, perbuatan tersebut diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 63.8 miliar yang didasarkan atas hasil penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sehingga KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka yakni Rahardjo, Leni, dan Juli.
Khusus Rahardjo, telah dinyatakan bersalah dan divonis 5 tahun penjara. Sementara Leni dan Juli kini ditahan KPK.
Leni dan Juli dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.