Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Jaksa Agung Nilai Koruptor Layak Dihukum Mati: Korupsi Semakin Menggurita
25 November 2021 16:58 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Burhanuddin menjelaskan, dalam kinerja pemberantasan korupsi, Kejaksaan selalu menekankan dampak efek jera. Sejumlah cara sudah dilakukan seperti:
"Upaya-upaya yang berorientasi kepada penjeraan koruptor terbukti cukup berhasil. Hal ini ditandai dengan sangat kecilnya persentase pengulangan pidana yang dilakukan mantan koruptor," kata Burhanuddin dalam webinar 'Efektivitas Penerapan Hukuman Mati Terhadap Koruptor Kelas Kakap' yang digelar oleh Kejagung bekerja sama dengan Undip, Kamis (25/11).
ADVERTISEMENT
"Namun di sisi lain fenomena korupsi di Indonesia justru semakin menggurita, akut, sistemik serta menjadi pandemi hukum yang ada di setiap lapisan masyarakat," sambung dia.
Burhanuddin mengatakan, fenomena itu menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan melalui tindakan tegas kepada koruptor belum bisa ditangkap utuh oleh masyarakat. Sehingga, koruptor-koruptor baru bermunculan.
"Pelaku tindak pidana korupsi seperti patah tumbuh hilang berganti," kata Burhanuddin.
Oleh karena itu, kata dia, Kejaksaan merasa perlu adanya terobosan hukum dengan penerapan hukuman mati sebagai tonggak pemberantasan korupsi dan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat agar tidak melakukan korupsi.
"Penjatuhan sanksi pidana mati sebagai bentuk upaya represif dan sekaligus upaya prefentif pemberantasan tindak pidana korupsi. Keberadaan sanksi pidana memiliki peran yang sangat penting dalam proses pemberantasan korupsi di antaranya sebagai alat memutus jalur-jalur korupsi, pemulihan, pemberian efek jera, dan sekaligus sebagai pendidikan agar kejahatan tidak diulang atau ditiru," ucap Burhanuddin.
ADVERTISEMENT