Jaksa Agung Terbitkan Pedoman, Pemeriksaan Jaksa Harus Seizinnya

11 Agustus 2020 11:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa Agung ST. Burhanuddin (tengah) didampingi Wakil Jaksa Agung Arminsyah (kiri) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus M Adi Toegarisman di DPR. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung ST. Burhanuddin (tengah) didampingi Wakil Jaksa Agung Arminsyah (kiri) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus M Adi Toegarisman di DPR. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menerbitkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020. Isinya mengatur soal bahwa pemanggilan, pemeriksaan, pemanggilan, penggeledahan, penangkapan, hingga penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana perlu izin Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
Pedoman itu terbit sebagai acuan atas ketentuan yang tercantum dalam Pasal 8 ayat (4) dan (5) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang berbunyi:
(4) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Pedoman tersebut terdiri dari empat bab, yakni pendahuluan, tata cara perolehan izin Jaksa Agung, Pelaporan dan Penutup.
ADVERTISEMENT
Dalam ketentuan ini, disebutkan tujuannya ialah untuk memberikan pelindungan kepada Jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.
Gedung Kejaksaan Agung. Foto: Dok. Kejaksaan Agung
Dalam pedoman tersebut, dicantumkan pula tata cara perizinan yang diajukan oleh instansi terkait kepada Jaksa Agung.
Diawali dari adanya permohonan kepada Jaksa Agung yang dilengkapi dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan; laporan atau pengaduan; resume penyidikan/laporan perkembangan penyidikan; dan berita acara pemeriksaan saksi.
Dari sejumlah berkas itu kemudian dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen; kesesuaian dokumen; dan urgensi dari adanya pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang dimaksud.
Kemudian, Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya ditunjuk oleh Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan permohonan izin tersebut. Setelahnya, untuk mendapatkan informasi terkait dugaan kasus, bisa dilakukan dengan cara ekspose yang melibatkan satuan kerja terkait.
ADVERTISEMENT
Apabila dokumen yang diajukan dinilai tidak lengkap, tidak kesesuaian, atau tidak memiliki urgensi, maka akan diusulkan kepada Jaksa Agung untuk menolak permohonan tersebut. Sementara, bila lengkap, akan disampaikan untuk dapat persetujuan dari Jaksa Agung.
"Persetujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung disampaikan oleh Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya yang ditunjuk kepada pimpinan instansi penyidik paling lama 2 hari kerja sejak persetujuan izin Jaksa Agung diterbitkan," bunyi poin di pedoman tersebut.
Burhanuddin (tengah) saat konferensi pers BPK dan Kejaksaan Agung, Rabu (8/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dalam poin 11 tata cara perizinan itu disebutkan bahwa permohonan izin tidak diberikan dalam pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang terlebih dahulu menyampaikan laporan hingga kasus yang dilaporkan oleh Jaksa telah diputus oleh pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
Sementara dalam poin 11 disebutkan bahwa perizinan tidak diperlukan bagi jaksa yang terkena tangkap tangan. Bahkan, kepala satuan kerja segera berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan memberikan bantuan pendampingan hukum kepada jaksa tersebut.
"Ketentuan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa berdasarkan Pedoman ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap Jaksa sebagai saksi," bunyi poin 14 di pedoman itu.
Dalam pedoman itu ditulis bahwa ketentuan ini mulai ditetapkan pada 6 Agustus 2020 dan berlaku pada hari itu juga. Pedoman ini ditandatangani ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung.
Berikut isi lengkap Pedoman Jaksa Agung tersebut: