Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
KPK menetapkan Asisten Bidang Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Agus Winoto, sebagai tersangka. Agus diduga menerima suap terkait penanganan perkara penipuan dan investasi senilai Rp 11 miliar dari dua pihak swasta yang sedang berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Kasus ini menambah panjang deretan kasus dugaan korupsi yang menjerat jaksa. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Jaksa Agung M Prasetyo harus bertanggung jawab atas kasus korupsi yang berulang kali melibatkan jaksa.
ICW mencatat, di sepanjang 2014-2018, telah ada tujuh jaksa terjerat suap hingga membuktikan minimnya pengawasan internal Kejaksaan.
"Karena peristiwa ini sudah berulang, maka Jaksa Agung sebaiknya mengundurkan diri karena telah gagal memastikan kejaksaan bebas dari korupsi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan persnya, Sabtu (29/6).
Penangkapan oknum jaksa oleh KPK sempat mendapat kritikan dari anggota Komisi III DPR, Teuku Taufiqulhadi. Taufiqul menilai KPK telah mempermalukan Kejaksaan sebagai sesama lembaga penegak hukum lantaran dianggap mengambil tindakan sendiri dan tidak bekerja sama dengan baik.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Kurnia, Pasal 11 huruf a Undang-Undang KPK menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga yang paling tepat menangani kasus korupsi penegak hukum. Dengan begitu, jika jaksa terlibat, maka KPK secara yuridis memiliki otoritas untuk menanganinya.
"Ada respons menarik yang muncul atas operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK kali ini, yakni beberapa pihak yang berpandangan bahwa kasus ini mesti ditangani oleh internal Kejaksaan Agung. Jika merujuk kepada kewenangan dan dasar pembentukan KPK, pandangan ini tentu saja keliru dan harus dikritisi secara serius," tutur Kurnia.
"Tidak ada lembaga atau pihak manapun yang boleh mengintervensi penegakan hukum yang dilakukan KPK. Apabila dalam penanganan perkara ada pihak yang mencoba intervensi, dapat dianggap menghalang-halangi proses penegakan hukum (obstruction of justice) dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Dalam OTT itu, KPK mengamankan lima orang, Sendy (swasta), Alvin (pengacara), Sukiman Sugita (pengacara), Kasi Kamnegtibum TPUL Kejaksaan Tinggi DKI Yuniar Sinar Pamungkas dan Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yadi Herdianto.
Saat OTT, KPK tidak menangkap Agus, namun karena dibutuhkan keterangannya, maka KPK meminta bantuan Kejaksaan untuk menghadirkan Agus dengan barang bukti uang Rp 200 juta di ruangannya.
Dalam gelar perkara, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Agus sebagai penerima suap, lalu Alvin dan Sendy sebagai pemberi suap. Sendy saat ini masih buron.
Dua jaksa yang terjerat OTT yakni Yuniar dan Yadi dikembalikan ke Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan internal. Sementara Agus, Alvin dan Sendy yang sudah ditetapkan tersangka akan ditangani oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Kurnia meminta penanganan perkara dua orang jaksa yang dikembalikan ke kejaksaan harus bebas dari konflik kepentingan. ICW juga meminta Prasetyo untuk mengevaluasi pengawasan di Kejaksaan Agung.
"Jaksa Agung sebaiknya mengurungkan niatnya untuk menangani oknum jaksa yang tertangkap oleh KPK," ungkap Kurnia.