Jaksa Kembalikan Lagi Berkas Pagar Laut ke Bareskrim, Minta Usut Korupsinya

16 April 2025 15:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai wartawan di Gedung Kejagung RI, Minggu (13/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat diwawancarai wartawan di Gedung Kejagung RI, Minggu (13/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengembalikan berkas perkara pagar laut Tangerang yang menjerat Kades Kohod Arsin bin Sanip dkk ke Bareskrim Polri. Pengembalian ini dengan maksud meminta Bareskrim melalui Kortas Tipikor Polri melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara ini.
ADVERTISEMENT
Pengembalian berkas perkara telah dilakukan pada Senin (14/4) lalu. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebut jaksa menemukan petunjuk soal adanya unsur tindak pidana korupsi pada perkara pagar laut Tangerang tersebut.
“Jaksa Penuntut Umum setelah membaca, mempelajari, meneliti berkas perkara yang diserahkan, setidaknya, satu, ada indikasi penerimaan suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 atau Pasal 12 Undang-Undang Tipikor,” jelas Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Rabu (16/4).
“Yang kedua, ada indikasi pemalsuan buku-buku atau dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Tipikor. Dan yang ketiga, ada indikasi perbuatan melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor,” sambung Harli.
Prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL merapikan bambu hasil pembongkaran pagar laut di Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (13/2/2025). Foto: Putra M. Akbar/ANTARA FOTO
Kejagung pun meminta agar Polri mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara pagar laut Tangerang.
ADVERTISEMENT
“Jadi, setelah berkas perkara diterima oleh penuntut umum, dibaca, dipelajari, diteliti sesuai dengan batas waktu, penuntut umum menilai bahwa seharusnya perkara ini disidik dengan Undang-Undang Tipikor. Ini petunjuknya diserahkan ke penyidik,” tutur Harli.
Lebih lanjut, Direktur Jampidum, Nanang Ibrahim Soleh, menjelaskan bahwa suap yang diterima Arsin untuk memalsukan dokumen kepemilikan laut masuk ke unsur tindak pidana korupsi.
“Petunjuk kita bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Ya, sekali lagi perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” ucapnya.
“Jadi sesuai dengan Pasal 25 UU 31/99, apabila perkara tersebut, dari banyak perkara, yang didahulukan adalah perkara yang khususnya lex spesialis-nya itu perkara tindak pidana korupsi,” sambung dia.
(Kiri-kanan) Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar; Direktur A Jampidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh; dan Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16, Sunarwan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Pengembalian berkas perkara ini pun, Nanang menjelaskan, diminta untuk diteruskan kepada Kortas Tipikor Polri agar dugaan tindak pidana korupsi didalami.
ADVERTISEMENT
“Jadi intinya kita kembalikan untuk diteruskan ke Kortas Tipikor. Ke Kortas Tipikor. Apalagi Kortas Tipikor disampaikan kan bahwa dia sedang menangani,” ucap dia.
Kejagung pun meminta Bareskrim Polri untuk melengkapi berkas perkara dengan memasukkan konstruksi pasal Undang-Undang Tipikor di dalamnya.

Dugaan Tindak Pidana Korupsi

Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, menjelaskan mengapa perkara tersebut dinilai memiliki unsur tindak pidana korupsi.
“Menurut penilaian kita ada (unsur tindak pidana korupsi), karena ada fakta yang didukung dengan alat bukti adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan,” jelas dia.
“Sehingga lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah, itulah yang merupakan titik poin kita, kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum berubahnya status itu,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain adanya perubahan status kepemilikan laut itu, Sunarwan menjelaskan, ada penyalahgunaan kewenangan dalam perkara pagar laut Tangerang.
“Dilakukan oleh siapa? Penyelenggaraan negara. Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara,” jelas dia.
“Sehingga di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” tambahnya.
Ia pun juga menegaskan bahwa perkara pagar laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi.
“Maka dari itu, kita sampaikan bahwa petunjuk kita adalah ini adalah perkara tindak pidana korupsi,” ucapnya.

Bolak-balik Berkas

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Di sisi lain, Bareskrim sempat menyebut bahwa dalam perkara pagar laut Tangerang tak ditemukan unsur tindak pidana korupsi. Karena itu, mereka hanya menggunakan konstruksi pasal pemalsuan dokumen di dalam berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejagung.
ADVERTISEMENT
“Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4).
"Artinya, kita sudah hari ini kembalikan (berkas perkara) dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” sambungnya.
Menurutnya, hasil diskusi dengan beberapa ahli serta rujukan hukum menyimpulkan bahwa perkara tersebut tidak masuk kategori tindak pidana korupsi. Salah satu acuan adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 25/PUU-XIV/2016 yang mengharuskan adanya kerugian negara yang nyata.
“Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” jelas Djuhandani.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Djuhandani, UU Tindak Pidana Korupsi juga menyebut bahwa hanya pelanggaran terhadap UU korupsi atau UU lain yang secara eksplisit menyebutkan tindak pidana korupsi, yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Kemudian yang dua, berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi secara eksplisit, menyatakan bahwa yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar Undang-Undang tindak pidana korupsi atau melanggar Undang-Undang lain yang secara tegas dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Namun, Djuhandani juga menyebut bahwa pihaknya tetap melakukan penyelidikan atas dugaan tindak pidana lain dalam perkara tersebut. Penyelidikan tersebut digelar terpisah dengan kasus pemalsuan dokumen ini.
ADVERTISEMENT
“Terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprin sidiknya,” tutur Djuhandani.
Kini, berkas yang diserahkan oleh Bareskrim ke jaksa tersebut sudah kembali diserahkan ke Bareskrim. Jaksa tetap meminta adanya pengusutan unsur korupsi dalam kasus tersebut.