Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Hasto: Lanjutkan Perkara

27 Maret 2025 14:34 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto berpose usai menjalani siang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/3/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto berpose usai menjalani siang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/3/2025). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menolak nota keberatan atau eksepsi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan penasihat hukumnya dalam kasus dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan JPU KPK dalam persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan tanggapan terhadap eksepsi Hasto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3).
"[Meminta Majelis Hakim] Menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto," kata JPU KPK membacakan petitumnya dalam persidangan, Kamis (27/3).
Dalam persidangan, JPU KPK membeberkan 15 poin tanggapan atas eksepsi Hasto dan penasihat hukumnya. Dalam tanggapan itu, JPU KPK menyatakan bahwa eksepsi tersebut sudah semestinya ditolak karena dalil keberatan kubu Hasto tidak berdasar.
JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa surat dakwaan yang disusun terhadap Hasto telah memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan KUHAP. Serta menyatakan bahwa surat dakwaan tersebut sah dijadikan sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili perkara korupsi yang menjerat Hasto sebagai terdakwa.
ADVERTISEMENT
"Menetapkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," ucap JPU KPK.

Bantah Kriminalisasi, Murni Penegakan Hukum

Sidang pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) KPK atas eksepsi atau nota keberatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Dalam tanggapannya, JPU KPK membantah proses penanganan kasus yang menjerat Hasto bermuatan politis. Jaksa juga menegaskan bahwa penanangan kasus tersebut murni penegakan hukum alih-alih kriminalisasi.
Adapun dalil politisasi dan kriminalisasi kasus tersebut sempat disinggung kubu Hasto saat membacakan eksepsi dalam persidangan yang digelar Jumat (21/3) lalu.
Jaksa menilai bahwa dalil tersebut tidak benar dan tidak relevan digunakan sebagai alasan untuk mengajukan eksepsi.
"Terkait dengan alasan keberatan tersebut, Penuntut Umum berpendapat materi yang disampaikan Penasihat Hukum dan Terdakwa tentang hal tersebut di atas adalah tidak benar dan tidak relevan dengan alasan yang diperkenankan untuk mengajukan keberatan atau eksepsi," tutur jaksa.
Jaksa menyebut, dugaan politisasi dalam penanganan perkara ini merupakan sekadar asumsi belaka dari kubu Hasto.
ADVERTISEMENT
"Apa yang disampaikan Terdakwa dan Penasihat Hukum dalam persidangan 21 Maret 2025, merupakan pendapat Penasihat Hukum dan Terdakwa sendiri, yang berkesimpulan atas kasus yang menimpa Terdakwa lebih banyak aspek politik dengan menggunakan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah pada terjadinya kriminalisasi hukum, sebagai akibat tindakan kritis Terdakwa dengan mencari-cari kesalahan pada diri Terdakwa," kata jaksa.
Jaksa pun menegaskan penanganan perkara Hasto merupakan murni penegakan hukum.
"Penuntut Umum ingin menegaskan bahwa perkara Terdakwa ini adalah murni penegakan hukum, dengan berdasarkan pada kecukupan alat bukti yang sebagaimana ketentuan pasal 183 KUHAP," ujar jaksa.
"Tidak ada agenda apa pun atau ditunggangi siapa pun, karena semua adalah penegakan hukum semata berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT

Nilai Salah Ketik Adalah Manusiawi

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakara Pusat, Jumat (21/3/2025). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam tanggapannya itu, jaksa juga menjawab soal adanya kesalahan ketik pasal yang digunakan dalam dakwaan Hasto terkait perintangan penyidikan. Kesalahan ketik itu juga sempat diajukan perbaikan oleh jaksa dan disetujui oleh Majelis Hakim.
Dalam sidang sebelumnya, kubu Hasto sempat melayangkan protes dan menuangkan dalil keberatan tersebut dalam eksepsinya. Pengacara menilai bahwa jaksa telah salah menggunakan pasal untuk menjerat kliennya sebagai terdakwa.
Dalam dakwaan itu, terdapat kesalahan ketik pada bagian Pasal 65 KUHAP. Mestinya, pasal yang digunakan jaksa untuk menjerat Hasto adalah Pasal 65 KUHP.
Terkait hal tersebut, jaksa menilai bahwa perbaikan itu hanya berkaitan dengan kesalahan pengetikan dan tidak mempengaruhi substansi pokok pada surat dakwaan.
"Penuntut Umum berpendapat bahwa kesalahan pengetikan adalah sesuatu yang manusiawi sebagai kodrat manusia yang tidak luput dari kesalahan," terang jaksa.
ADVERTISEMENT
"Atas dasar itulah kemudian Mahkamah Agung dalam surat edarannya memperbolehkan mengoreksi terhadap kesalahan pengetikan selama tidak berpengaruh pada substansi atau materi pokok surat dakwaan," bebernya.
Mengenai kesalahan ketik tersebut, lanjut jaksa, Pasal 65 ayat (1) KUHP pun telah disebutkan dalam pokok dakwaan dan tercantum jelas di dalam surat dakwaan.
"Sehingga, hal ini menunjukkan kekeliruan penyebutan 'Pasal 65 ayat (1) KUHAP' dalam surat dakwaan halaman 5 adalah semata-mata kesalahan pengetikan atau clerical error," imbuh jaksa.
Bahkan, dalam kesempatan itu, jaksa juga menyinggung Hasto yang melakukan 11 kali perbaikan dan sebanyak 4 kata yang salah ketik. Tak hanya itu, eksepsi penasihat hukum Hasto juga terdapat sejumlah kata yang salah ketik.
Akan tetapi, lanjut jaksa, saat eksepsi dibacakan, penasihat hukum Hasto justru melakukan koreksi dengan cara membaca kata-kata tersebut sesuai dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
"Terhadap adanya kesalahan pengetikan/clerical error tersebut, pada saat pembacaan eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa melakukan koreksi dengan cara membaca kata-kata yang salah ketik tersebut sesuai dengan yang seharusnya," ungkap jaksa.
"Fakta ini membuktikan bahwa kesalahan pengetikan adalah sesuatu hal yang wajar dan bisa terjadi pada siapa saja karena merupakan bagian dari sifat dasar manusia tempat salah dan khilaf," jelasnya.
Jaksa juga menerangkan bahwa dalam praktik persidangan di Indonesia, kesalahan ketik tidak dapat membuat surat dakwaan batal demi hukum.
"Dalam praktik persidangan di Indonesia, kesalahan ketik tidak dapat membuat surat dakwaan batal demi hukum. Perubahan yang tidak diperbolehkan di depan persidangan adalah perubahan yang membentuk atau menambah unsur tindak pidana baru," kata jaksa.
ADVERTISEMENT
"Sepanjang tidak membuat tindak pidana baru, perubahan atas surat dakwaan dapat saja dilakukan Penuntut Umum. Koreksi redaksional tidak ubahnya seperti renvoi dalam sebuah akta perjanjian, dan koreksi atas kesalahan redaksional tidak terikat pada Pasal 144 KUHAP," pungkasnya.
Dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.