Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jabatan Pinangki selaku penyelenggara negara itu mewajibkannya melapor harta kekayaan (LHKPN) ke KPK . Tercatat Pinangki terakhir kali melapor pada 31 Maret 2019 untuk LHKPN 2018 dengan harta Rp 6,8 miliar.
Meski nilai tersebut fantastis bagi ukuran jaksa eselon IV, rupanya Pinangki belum melaporkan seluruh hartanya di LHKPN KPK. Ia mengaku harta yang belum dilaporkannya berupa 2 rekening.
Pinangki mengaku punya 3 rekening bank, namun hanya melaporkan 1 rekening pada LHKPN 2018.
"Saya melaporkan 2 kali 2018 dan 2008. LHKPN saya yang 2018 statusnya masih tidak lengkap, karena masih ada beberapa yang belum saya laporkan, tapi saya belum sempat untuk 'meng-update' lagi," kata Pinangki dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1), seperti dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
Pinangki menyebut lupa untuk mencantumkan sejumlah aset miliknya. Ia mengaku lupa karena terburu-buru menyerahkan LHKPN pada 2018 sebagai syarat untuk bisa naik pangkat
"Sebenarnya tidak ada masalah Pak karena semua aset saya kan sudah terdata. Ada rumah tahun 2000, ada (rekening) ini tahun 2003, mungkin karena waktu itu memang saya 'skip' saja Pak," kata Pinangki.
Alhasil, Pinangki disurati KPK karena ketidaklengkapan data tersebut.
"Jadi masih sembarangan, belum lengkap yang mulia, belum sempat menambahkan karena masih ada (data) yang tertinggal, rencananya akan diperbaiki tapi belum sempat," ucapnya.
Dalam perkaranya Pinangki dijerat 3 dakwaan. Pertama penerimaan suap sebesar USD 500.000 dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa ke MA.
ADVERTISEMENT
Kedua, pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar USD 444.900. Ketiga, pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejaksaan Agung dan MA senilai USD 10 juta.