Jaksa Ungkap di Dakwaan: Zarof Ricar Kenal Hakim PN hingga Hakim Agung

10 Februari 2025 16:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar menggunakan rompi usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar menggunakan rompi usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, menjalani sidang dakwaan kasus dugaan pemufakatan jahat suap kasasi Ronald Tannur dan dugaan penerimaan gratifikasi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/2).
ADVERTISEMENT
Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan bahwa Zarof mengenal hakim dari semua lapisan. Mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga di MA.
Hal itu dipengaruhi juga dengan kiprah Zarof yang mengemban sejumlah jabatan di MA. Pertama, menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA (Agustus 2006–September 2014).
Kemudian, Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA (Oktober 2014–Juli 2017). Lalu, juga menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA (Agustus 2017–Februari 2022).
Jaksa menyebut, dalam jabatan yang diemban Zarof itu, memudahkannya untuk bertemu dan mengenal hakim. Termasuk saat menjabat sebagai Kepala Balitbang dan Diklat Hukum dan Peradilan MA.
ADVERTISEMENT
"Bahwa dalam jabatan terdakwa tersebut maka memudahkan terdakwa untuk memiliki akses untuk bertemu dan mengenal ke berbagai lingkup pejabat hakim agung di lingkungan Mahkamah Agung termasuk ketika terdakwa menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung," ujar jaksa membacakan surat dakwaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/2).
Terdakwa suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar bersiap menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
"Di mana terdakwa juga selaku Widyaiswara yang mengajar di lingkungan hakim, sehingga terdakwa memiliki akses untuk bertemu dan mengenal dengan kalangan hakim di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung," ungkap jaksa.
Selama menjabat di MA itu, lanjut jaksa, Zarof ternyata telah menerima gratifikasi dari para pihak dalam penanganan perkara mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
ADVERTISEMENT
Gratifikasi itu diterimanya dengan tujuan mempengaruhi hakim agar menjatuhkan putusan sesuai dengan permintaan para pihak yang berperkara. Jaksa mengungkapkan bahwa total gratifikasi yang diterima Zarof yakni senilai Rp 915 miliar dan emas kurang lebih sebesar 51 Kg.
"Terdakwa memfasilitasi pihak yang sedang berperkara dengan maksud supaya mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan permintaan para pihak berperkara," ucap jaksa.
"Sehingga, terdakwa menerima pemberian suap berupa uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram," tutur jaksa.
Tak hanya itu, jaksa menyebut bahwa Zarof turut menerima dokumen catatan hingga kode tertentu terhadap biaya pengurusan perkara dari para pihak.
ADVERTISEMENT
Jaksa mengatakan bahwa penerimaan uang Rp 915 miliar dan emas 51 Kg itu tidak sesuai dengan profil penghasilan Zarof selaku pejabat di MA.
Selain itu, juga tidak terdapat pelaporan pajak oleh Zarof dalam menjalankan kegiatan usaha dengan jumlah penerimaan tersebut.
Jaksa menyatakan bahwa uang sebesar Rp 915 miliar dan emas 51 Kg itu juga tidak dilaporkan oleh Zarof kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Sebab jika gratifikasi seharusnya dilaporkan ke KPK.
"Dan terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan berupa uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 Kilogram tersebut ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)," kata jaksa.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
Jaksa pun menekankan bahwa penerimaan uang sebesar Rp 915 miliar serta emas 51 Kg itu haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan Zarof selaku penyelenggara negara.
"Perbuatan terdakwa menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram beserta dokumen catatan-catatan yang bertuliskan nomor perkara dan kode-kode tertentu haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas," ujar jaksa.
Dalam perkara pengurusan kasasi Ronald Tannur, Zarof juga didakwa melakukan pemufakatan jahat dengan memberi suap sebesar Rp 5 miliar kepada Ketua Majelis Hakim yang mengadili kasasi Ronald Tannur, yakni Hakim Agung Soesilo. Pemufakatan jahat itu dilakukan Zarof bersama dengan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
ADVERTISEMENT
Jaksa menyebut, bahwa upaya Zarof dan Lisa Rachmat ini dilakukan untuk mempengaruhi hakim di tingkat kasasi agar bisa menjatuhi vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Akibat perbuatannya, Zarof didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Selain itu, ia juga didakwa melanggar Pasal 12B jo Pasal 18 UU Tipikor.