Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Tidak ada sakit, pukul 03.00 subuh terakhir buang air, lalu meninggal,” kata Admin Herman Lantang Camp,Tristia Lantang, saat dihubungi kumparan, Senin (22/3).
Selama hidupnya, Herman Lantang dikenal sebagai aktivis dan pecinta alam. Kecintaannya terhadap alam mendorongnya mendirikan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala UI). Sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa di Universitas Indonesia.
Lantas, seperti apa jalan hidup Herman Lantang?
kumparan merangkumnya untukmu.
Herman Lantang lahir di Tomohon, Sulawesi Utara, pada 2 Juli 1940. Beliau sudah mendaki gunung sejak usianya 12 tahun. Kala itu, Herman Lantang mendaki Gunung Mahawu, yaitu salah satu gunung berapi aktif di Sulawesi Utara.
Herman Lantang kemudian melanjutkan SMA di Jakarta. Tepatnya di SMAN 1 Boedi Oetomo (Boedoet). Herman Lantang kemudian melanjutkan studinya di jurusan antropologi UI tahun 1960.
ADVERTISEMENT
Jurusan Antropologi sendiri banyak berkutat dengan kebudayaan dan perilaku manusia. Melalui jurusan itu, Herman Lantang sempat melakukan penelitian mendalam terhadap perilaku suku terasing Dhani di Papua pada tahun 1972. Penelitiannya itu mengantarkannya mencapai gelar sarjana.
Herman Lantang juga merupakan sahabat baik Soe Hok Gie. Gie sendiri masuk jurusan sejarah UI tahun 1962. Keduanya ternyata memiliki hobi yang sama, yaitu naik gunung. Pada tahun 1964, mereka kompak mendirikan Mapala UI.
Persahabatan antara Herman Lantang dan Soe Hok Gie tergambar jelas dalam film Gie (2005). Kala itu, sosok Herman Lantang diperankan oleh Lukman Sardi. Sementara itu, Soe Hok Gie diperankan oleh Nicholas Saputra.
Meski keduanya bersahabat, Herman Lantang tak begitu suka dengan menampilkan diri di publik. Ini berbeda dengan Soe Hok Gie yang suka menulis di koran. Namun ini bukan berarti Herman Lantang tak peduli dengan politik.
ADVERTISEMENT
Herman Lantang pernah menjadi Ketua Senat Fakultas Sastra UI atas dorongan Gie. Herman Lantang bahkan menjadi inisiator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Kala itu, harga kebutuhan pokok memang tengah melambung.
Kemudian, ketika tak lagi berkegiatan di dalam kampus, Herman di terima di beberapa perusahaan pengeboran minyak ternama, seperti: Oil Field all part of Indonesia, East Malaysia Egypt dan Australia East Texas USA.
Di perusahaan tersebut ia lebih terkenal sebagai Mud Doctor, yang menangani masalah lumpur-lumpur dalam pengeboran minyak bumi. Sebuah pekerjaan yang memang sangat jauh dari disiplin ilmu yang dulunya hanya Fakultas Sastra.
Namun untuk profesi itu, ia tidak main-main. Herman bahkan sempat mengecam pendidikan singkat di Houston Texas pada tahun 1974 mengambil studi tentang “Mud School”.
ADVERTISEMENT
Pada Oktober 2007, Herman Lantang sempat mengalami kecelakaan saat bekerja di Balikpapan sehubungan dengan profesinya sebagai seorang ahli pengeboran.
Meski demikian, Herman Lantang tidak menunggu lama untuk istirahat. Dalam kondisi kaki pincang, ia kembali mendaki Gunung Mahawu di Sulawesi Utara sebagai tahap penyembuhan.
Herman Lantang sendiri baru menikah di usianya yang mencapai 41 tahun. Hobi naik gunung itu pun ia tularkan kepada istrinya, Joyce Moningka, dan dua anak mereka, Erol Lantang dan Cernan Lantang.
Setelah berhenti dari pekerjannya, Herman Lantang kemudian mendirikan Herman Lantang Camp ( HLC ) di kaki gunung Salak, di kawasan Curug Nangka. HLC adalah sebuah glamping yang didirikannya pada tahun 2014.