Jalan Panjang Hambali Sampai Jadi Tersangka di AS

23 Januari 2021 8:03 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Riduan Isomuddin, alias Hambali, pelaku bom Bali. Foto: Department of Defense/MCT/ABACAPRESS.COM via Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Riduan Isomuddin, alias Hambali, pelaku bom Bali. Foto: Department of Defense/MCT/ABACAPRESS.COM via Reuters
ADVERTISEMENT
18 tahun lamanya Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali mendekam di penjara. Selama itu pula status Hambali yang disebut sebagai Osama bin Laden dari Asia Tenggara menggantung.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya pada 21 Januari 2021 atau hari pertama Presiden baru AS Joe Biden berkuasa, Hambali ditetapkan sebagai tersangka dan akan diadili dalam waktu yang tak terlalu lama.
Ia menjadi tersangka bersama 2 rekannya asal Malaysia, Mohammed Nazir Bin Lep dan Mohammed Farik Bin Amin, atas peristiwa bom Bali I pada 2002 dan bom Hotel JW Marriott pada 2003.
Penahanan Hambali selama 18 tahun tanpa status tersebut lantaran Amerika Serikat (AS) berpijak pada law of war atau hukum perang yang memungkinkan menahan seseorang tanpa dakwaan.
Riduan Isomuddin, alias Hambali, pelaku bom Bali. Foto: Department of Defense/MCT/ABACAPRESS.COM via Reuters

Jejak Hambali

Hambali lahir di Cianjur pada 4 April 1964. Mengutip beberapa sumber, selepas SMA, Hambali merantau ke Malaysia sekitar 1982-1985 dan menikah dengan perempuan setempat.
ADVERTISEMENT
Ketika di Malaysia, ia mulai mengenal gerakan jihad, salah satunya dari Abdullah Sungkar. Encep kemudian berangkat mengikuti pelatihan dan pertempuran di Kamp Sadda yang terletak di perbatasan Afghanistan dan Pakistan pada 1986.
Selama di sana, ia menggunakan nama samaran Hambali dan disebut pernah bertemu pendiri Al Qaeda, Osama bin Laden.
Sekitar 1,5 tahun berada di Kamp Sadda, Hambali kembali ke Malaysia pada 1988. Ia kemudian melancong ke seluruh negara di Asia Tenggara mempromosikan ekstremisme.
Monumen Bom Bali di Jalan Legian Kuta yang selalu padat pengunjung Foto: Helinsa Rasputri/kumparan

Aksi Terorisme Hambali

Setelah berkeliling Asia Tenggara, Hambali kembali ke Malaysia dan masih menjalin hubungan dengan Abdullah Sungkar. Kemudian pada 1995, Sungkar mengaktifkan gerakan jihad yang telah dirancangnya sejak 1980-an. Gerakan itu bernama Jemaah Islamiyah (JI).
ADVERTISEMENT
Saat JI muncul, Hambali diberi tugas sebagai pimpinan wilayah Singapura dan Malaysia. Setelah Sungkar meninggal pada 1998, Hambali menjadi pemimpin JI.
Di tahun yang sama, Osama bin Laden menerbitkan Fatwa 98 yang menyerukan seluruh sel jihad untuk menjadikan AS dan sekutunya sebagai target yang sah untuk dibunuh.
Setelah itu, aksi teror secara beruntun terjadi di Indonesia yang dimulai dari bom malam Natal di Kudus pada 2000. Ketika itu, bom meledak di sejumlah gereja di Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram.
Ilustrasi Teroris. Foto: Shutter Stock
Aksi itu disebut didalangi Hambali. Sejak saat itu, Hambali menjadi buronan utama di Asia Tenggara. Setelah Bom Bali I meletus pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, Hambali semakin diburu. Sebab ia dituding sebagai otak pengeboman itu dengan memberi mandat kepada Amrozi, Muklas, dan Imam Samudra.
ADVERTISEMENT
Kegeraman terhadap Hambali kian membuncah setelah pada 5 Agustus 2003, bom berdaya besar meledak di Hotel J.W Marriot. Bom itu membunuh 11 orang dan melukai 81 orang lainnya.
Aksinya itu dituding disponsori Al Qaeda. Dari sinilah, Hambali disebut sebagai tangan kanan Osama bin Laden di Asia Tenggara.
Badan Intelijen AS, CIA Foto: AP Photo
Ditangkap di Thailand pada 2003
Berdasarkan laporan Komite Intelijen Senat AS, Hambali memantau aksinya dari Thailand. Hingga akhirnya ditangkap di Negeri Gajah Putih oleh kepolisian Thailand berdasarkan informasi CIA pada 11 Agustus 2003.
Keberadaan Hambali yang terendus di Thailand bermula ketika CIA menangkap petinggi Al Qaeda, Khalid Shaykh Mohammad dan Ammar al-Baluchi, di Pakistan pada awal 2003. Khalid dituding sebagai otak di balik serangan 11 September 2001. Berdasarkan interogasi, terungkap adanya transaksi uang cukup besar ke Bangkok.
ADVERTISEMENT
Informasi itu ditindaklanjuti dengan melacak nomor rekening dan ponsel yang ternyata milik tangan kanan Hambali, Zubair, yang ditangkap pada Juli 2003 saat hendak menyeberang ke luar Thailand.
Beberapa pekan kemudian, sosok yang menemani pelarian Hambali, Bashir bin Lap alias Lillie, ditangkap di Bangkok ketika mau mengurus perpanjangan paspor Pakistan palsu milik Hambali.
Baik Zubair dan Lillie menolak bekerja sama untuk menyebut keberadaan Hambali. Namun saat menggeledah Lillie, polisi Thailand menemukan sebuah kunci dengan alamat sebuah gedung apartemen di Ayutthaya yang terletak 75 kilometer dari Bangkok.
Beberapa menit kemudian, Lillie mengakui alamat tersebut merupakan persembunyian Hambali hingga akhirnya bosnya ditangkap.
Penjara Guantanamo Foto: AP Photo/Brennan Linsley

Dikirim ke Penjara Guantanamo pada 2006

Setelah ditangkap, Hambali dibawa ke fasilitas interogasi rahasia milik CIA. Tiga tahun kemudian, Hambali dikirim ke penjara super ketat milik AS di Teluk Guantanamo, Kuba. Penjara tersebut didirikan di era Presiden George W Bush yang khusus menahan teroris kelas kakap.
ADVERTISEMENT
Selama 10 tahun tak terdengar kabarnya, Hambali muncul pada 18 Agustus 2016 dalam persidangan militer AS secara tertutup. Sidang digelar atas permohonan Hambali agar dibebaskan.
Sebab selama menjalani masa tahanan, Hambali berkukuh tidak bersalah dan membantah memiliki hubungan dengan Al Qaeda.
Namun ketika itu, permohonan Hambali ditolak Periodic Review Board (PRB), lembaga yang bertugas menilai secara periodik narapidana di Guantanamo. Alasannya karena Hambali memiliki "sejarah panjang dalam gerakan jihad," dan "memainkan peran penting dalam aksi serangan teror besar,"
Setahun setelah permohonannya ditolak, Hambali sebenarnya sudah nyaris menjadi tersangka pada 2017. Ketika itu, Kepala Kejaksaan Militer, Mark Martins, yang menyetujui penetapan Hambali sebagai tersangka. Namun, sikap serupa tidak didapat dari Komisi Militer.
Sekelompok turis sedang membaca nama-nama korban Tragedi Bom Bali Foto: Helinsa Rasputri/kumparan

Jadi Tersangka dan Akan Diadili

Tiga tahun setelah hendak diadili, Hambali akhirnya baru secara resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus Bom Bali I dan bom JW Marriot 2003.
ADVERTISEMENT
Pengumuman status Hambali disampaikan Pentagon 2 hari usai Llyod Austin menginformasikan kepada Kongres AS bahwa pemerintahan Joe Biden kemungkinan besar tak akan lagi menaruh tahanan baru ke Guantanamo. Mereka berencana menutup penjara tersebut. Austin adalah purnawirawan militer yang akan dilantik sebagai Menhan.
Dengan demikian, Hambali adalah napi Guantanamo pertama sejak 2014 yang akan disidang.
Terkait mengapa penetapan status tersangka memakan waktu lama, Pentagon tidak memberi penjelasan.
"Dakwaan dijatuhkan karena pelaku diduga melakukan pelanggaran di bawah Undang Undang Komisi Militer," sebut keterangan Pentagon, seperti dikutip dari The New York Times.
"Terduga pelaku hanya akan dianggap tak bersalah bila ada bukti tanpa keraguan," sambung Pentagon.
Berdasarkan prosedur komisi militer, tahanan harus dibawa ke persidangan dalam waktu 30 hari usai penetapan tersangka.
ADVERTISEMENT
Namun, saat ini tidak ada hakim militer di Guantanamo. Hambali harus diterbangkan ke AS untuk disidang. Saat tiba di AS, Hambali terlebih dulu wajib dikarantina 14 hari sesuai protokol kesehatan setempat.
Adapun mengenai penetapan status tersangka, pengacara Hambali, James Valentine, menilai Pemerintah AS baru bertindak karena panik.
"Rezim penyiksaan sudah menekan tombol panik kemarin saat inaugurasi (Joe Biden)," tutur Valentine.