Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Padjajaran (Unpad) akhirnya menetapkan Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E, M.SIE, sebagai rektor periode 2019-2024. Rina terpilih secara aklamasi, tanpa voting.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini lebih kekeluargaan semuanya, dan tadi ada yang menyiapkan kartu pemilihan tapi tidak dipakai, kenapa? Karena kita bisa secara aklamasi menetapkan rektor," ungkap Ketua MWA Unpad, Rudiantara, di Kampus Unpad Dipati Ukur, Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/10).
"Di perguruan lain, rektor harus voting. Di kita, Unpad-nya hiji, alhamdulillah musyawarah, umpamanya hiji, Jawa Barat hiji," imbuh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu.
Rina berhasil mengalahkan lima calon lainnya. Mereka adalah Prof. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dr., Sp.M(K)., M.Kes., Ph.D; Dr. Arry Bainus, M.A; Prof. Dr. Ir. Hendarmawan, M.Sc; Dr. Keri Lestari, Apt., M.Si;, MSIE; dan Prof. Dr. Unang Supratman, M.Si.
Rudiantara lalu menjelaskan serangkaian proses pemilihan rektor. Mulai dari pendaftaran online, pertemuan dengan stakeholder utama, wakil masyarakat, hingga pertemuan dengan alumni.
ADVERTISEMENT
"Hari ini kita telah memilih rektor, ada enam putra-putri terbaik, semuanya adalah yang terbaik, kita bukan memilih yang terbaik di antara yang terbaik, tapi kita memilih siapa yang bisa saling melengkapi satu sama lain," kata Rudiantara.
Dalam visi misinya, Rina berjanji akan menjadikan Unpad masuk dalam 500 perguruan tinggi terbaik dunia pada 2024. Namun, kata Rina, perjalanan itu tidak mungkin dijangkau ia sendiri.
"Kita beruntung Unpad memiliki MWA dan senat akademik yang begitu komitmen akan bersinergi dengan eksekutif dalam sama-sama memajukan Unpad. Plus, semua dosen dan semua yang ada di dalam Unpad," ungkap dia.
Polemik dugaan suap hingga pemberhentian kandidat Obsatar Sinaga
Jauh sebelum Rina terpilih, warga Unpad dihebohkan dengan desas-desus aroma suap hingga mahar Rp 5 miliar sebagai syarat menjadi rektor. Kabar ini datang dari utusan kepada calon rektor Unpad, September 2018.
ADVERTISEMENT
Saat itu, rektor petahana, Tri Hanggono Achmad, menampik habis-habisan isu tersebut. “Siapa yang bilang? Informasi itu sama sekali tidak benar,” ujar Tri.
Namun, calon rektor Unpad lain yang juga meminta namanya tak diungkap, mengisyaratkan permintaan uang hingga Rp 5 miliar itu telah menjadi standar di Unpad. Sumber kumparan di lingkup Unpad menyebut, permintaan itu datang dari orang yang mengaku berada di lingkaran menteri.
Berdasarkan Peraturan Menristekdikti tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri, menteri memiliki 35 persen suara dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri. Namun, dalam hal ini, M Nasir sudah membantah pihaknya memungut uang. Atas isu mahar dan suap inilah, M Nasir meminta Pilrek Unpad dievaluasi dan ditunda.
ADVERTISEMENT
“Periksa saja. Kami tidak pernah memfasilitasi hal itu. Jangan ada yang main uang dalam pemilihan rektor,” ucapnya saat ditemui di Kantor PBNU.
Beberapa bulan berselang, polemik Pilrek Unpad kembali mencuat ketika Obsatar Sinaga, salah satu dari tiga besar calon rektor Unpad, diberhentikan sementara sebagai PNS oleh Kemenristekdikti pada akhir November 2018. Obsatar menyalahi aturan karena merangkap jabatan sebagai komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Kabar ini pula yang membuat pemilihan rektor (Pilrek) Unpad akhirnya diulang dari nol. Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Obi --sapaan Obsatar-- juga kembali menyeruak. Laporan datang dari mantan istrinya, Ernawati, kepada Ombudsman pada Oktober 2018. Meski ada pihak yang menyatakan kasus Obi sudah clear pada 2015, namun pada akhirnya, Kemenristekdikti tetap memberhentikan Obi.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, Obi mendapat suara paling banyak pada tahap penjaringan, yakni 13 suara. Sementara dua calon lain, Aldrin Hermani dan Atip Latipulhayat, masing-masing mengantongi 7 suara dan 6 suara.
Instruksi untuk mengulang Pilrek Unpad dari nol diumumkan dalam rapat MWA di Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Sumedang, Sabtu (13/4) lalu. Sekretaris Jenderal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Ainun Na’im, mewakili M Nasir, menyampaikan instruksi untuk mengulang pilrek Unpad.
Setidaknya ada empat hal yang diputuskan dalam Rapat MWA Unpad: Pemberhentian sementara Obsatar sebagai PNS, pencoretan Obsatar sebagai calon rektor Unpad, pengulangan proses pemilihan rektor Unpad dari nol; dan penunjukan Pelaksana Tugas Rektor Unpad yang baru di hari Senin (15/4).
"Berdasarkan prosedur yang dilakukan, ada kelemahan, kecacatan dalam pemilihan rektor. Maka harus proses dari awal. Kami perintahkan perbaiki aturan rektor di internal, supaya prosedurnya tidak cacat," jelas Nasir.
ADVERTISEMENT
Prof Rina ditunjuk sebagai Plt Rektor
Per 16 April, Kemenristekdikti menunjuk Rina sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Rektor Unpad. Tri Hanggono menyerahkan jabatannya kepada Rina karena masa jabatannya abis pada 13 April 2019. Otomatis, Rina diberi kewenangan menandatangani ijazah sekaligus menjadi ex-officio anggota MWA Unpad.
Agustus 2019, Pilrek Unpad resmi diulang
Terdapat sembilan kandidat yang lolos dalam Pilrek Unpad ulang ini. Mereka adalah Rina, Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, Arry Bainus, Hendarmawan, Keri Lestari, Unang Supratman, Toni Toharudin, Reiza D. Dienaputra, dan Sri Mulyani.
Namun, MWA memutuskan untuk mencoret tiga nama, yakni Toni, Reiza dan Sri. Sehingga, terdapat enam calon rektor yang berhak mengikuti tahapan selanjutnya, dan akhirnya Rina terpilih secara aklamasi.
ADVERTISEMENT
Kandidat calon rektor Unpad, Atip, menggugat MWA dan Kemenristekdikti
Atip Latipulhayat, kandidat rektor Unpad pada pemilihan sebelumnya, melayangkan gugatan ke PN Bandung dan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Atip menggugat MWA Unpad dan Kemenristekdikti yang tiba-tiba menghentikan pilrek dan memutuskan untuk melakukan pilrek ulang.
Menurut Atip, pemberhentian pilrek Unpad atas dasar surat Menristekdikti terkesan janggal. Sebab, Menristekdikti hanya memiliki kewenangan 35 persen dari seluruh kewenangan yang dimiliki MWA.