Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Teddy yakin, majunya Gibran—yang kini berusia 35 tahun—menjadi cawapres akan mengubah signifikan peta politik menuju Pemilihan Presiden 2024 dan tahun-tahun mendatang.
“Nanti anak-anak muda yang akan tampil. Sudah terbuka pintunya,” kata Teddy kepada kumparan di kantor DPP Partai Garuda, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis (3/8).
Partai Garuda merupakan satu dari tiga kelompok penggugat aturan batas usia minimal capres/cawapres. Mereka mengajukan gugatan ke MK pada 2 Mei 2023 dan teregistrasi dengan nomor perkara 51/PUU-XXI/2023.
Dalam isi gugatannya, Partai Garuda meminta MK mengubah batas usia minimal capres/cawapres yang diatur pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Alasannya, sudah saatnya anak-anak muda yang menjabat sebagai kepala daerah atau anggota DPR diberi kesempatan terlibat dalam proses kepemimpinan nasional.
“Kalau dulu lihat kepala daerah kan [hanya dijabat] orang tua, sekarang kita lihat [banyak dijabat] anak-anak muda yang generasi kepala tiga (usia 30-an tahun). Artinya mereka ada potensi dan mampu,” ujar Teddy.
Lantas mengapa para penggugat berpatokan pada 35 tahun, tidak sekalian 30 tahun?
Teddy berargumen, usia 35 tahun adalah ideal karena pertengahan dari 30 tahun ke 40 tahun.
Dua bulan sebelum Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia telah lebih dulu menggugat syarat usia pencalonan pada 9 Maret 2023. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PSI Dedek Prayudi menyebut diskusi pengajuan gugatan sudah berlangsung sejak akhir 2022.
Gugatan itu dilatarbelakangi pandangan bahwa anak muda semakin apolitis karena hanya dijadikan objek politik, bukan subjek politik. Alhasil PSI merasa perlu ada ruang bagi anak muda untuk menjadi subjek politik sebagai capres/cawapres. Namun keinginan ini terganjal usia.
Terdapat 5 alasan hukum yang menjadi keberatan PSI. Pertama, sebelum UU Pemilu terbit pada 2017, syarat usia minimal capres/cawapres di UU Pilpres masih 35 tahun. Ini pula yang menjadi alasan PSI meminta batas usia capres/cawapres minimal 35 tahun, tidak di bawah itu.
“Kami ingin mengembalikan lagi batas usia minimum ke UU yang lama,” ucap Dedek.
Kedua, perubahan batas usia minimal capres/cawapres menjadi 40 tahun pada UU Pemilu dianggap tidak punya basis hukum maupun ilmiah yang kuat.
Ketiga, dalam UUD 1945 diatur bahwa tiga menteri (triumvirat), yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan, bisa memimpin negara jika presiden dan wakil presiden berhalangan tetap. Namun, tidak ada syarat usia minimal bagi menteri sehingga bisa saja salah satu dari triumvirat itu berumur di bawah 40 tahun ketika harus memimpin negara.
Keempat, di tengah bonus demografi di Indonesia saat ini, PSI berpendapat seharusnya ruang bagi anak muda terbuka lebar. Apalagi setiap warga negara memang punya hak untuk memilih dan dipilih. Jika batas usia minimal capres/cawapres 40 tahun diterapkan, maka dianggap mengebiri hak dipilih anak muda usia 35–39 tahun yang jumlahnya 21,2 juta orang.
Kelima, menurut PSI berdasarkan temuan BPS pada 2021, kelompok usia 36–40 tahun memiliki kecenderungan korupsi yang paling rendah dibanding kelompok usia lain.
Selain Partai Garuda dan PSI, penggugat lainnya ialah para kepala daerah yang berusia kurang dari 40 tahun. Mereka mengajukan gugatan pada 5 Mei, selang tiga hari dari gugatan serupa yang dilayangkan Partai Garuda.
Para kepala daerah itu ialah Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa.
Sama seperti Partai Garuda dan PSI, para kepala daerah itu menganggap batas usia minimal 40 tahun merugikan anak muda seperti mereka. Padahal, meski muda, mereka sudah berpengalaman sebagai kepala dan wakil kepala daerah.
Dalam permohonan gugatannya, mereka meminta MK menyatakan syarat usia minimal 40 tahun dikecualikan apabila capres/cawapres telah memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara, khususnya kepala daerah.
“Untuk memenuhi, melindungi, dan menjamin pemenuhan prinsip kepastian hukum yang adil, maka dalam konteks Indonesia saat ini kebutuhan objektif dan ukuran yang menjadi tuntutan bagi calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun atau yang berpengalaman sebagai penyelenggara negara,” isi permohonan para kepala daerah.
Koneksi Gerindra di Balik Gugatan
Gugatan terhadap batas usia capres/cawapres memunculkan anggapan bahwa upaya hukum itu diam-diam menjadi cara meloloskan Gibran sebagai cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan yang akan maju sebagai capres dan belakangan terlihat makin dekat dengan Jokowi.
Dugaan tersebut mencuat karena ketiga penggugat seakan saling berkaitan dan sama-sama memiliki hubungan dengan Gerindra dan Prabowo. Partai Garuda, misalnya, dipimpin oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai ketua umum. Ahmad Ridha adalah adik kandung dari Ahmad Riza Patria, anggota Dewan Pembina Gerindra
Partai Garuda menyatakan gugatan mereka murni berdasarkan hasil diskusi internal, dan tanpa berkoordinasi dengan Gerindra. Walau demikian, Garuda tak mempersoalkan bila dikait-kaitkan dengan Gerindra.
“Boleh saja mengait-ngaitkan ada kepentingan Gerindra, enggak apa-apa. Wajar-wajar saja, enggak masalah,” kata Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi, menanggapi santai.
PSI pun belakangan makin mesra dengan Prabowo. Rabu (2/7), Prabowo dan sejumlah pengurus Gerindra bertandang ke kantor PSI. Mereka berbincang selama sekitar satu jam dan langsung menyatakan saling “cocok”. Padahal, PSI tahun lalu telah mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai capres. Kini, partai itu seperti berganti haluan.
“Menteri Pertahanan, seorang calon presiden yang disebut-sebut sejumlah lembaga survei sebagai front runner capres 2024, berkenan hadir mengunjungi kantor kecil DPP PSI—sebuah partai yang belum sampai ke parlemen di pemilu yang lalu. Suara PSI baru 1,89%, isinya juga anak-anak kecil, bocil-bocil ingusan,” ujar Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie, usai pertemuan dengan Prabowo tersebut.
Kurang dari dua minggu sebelumnya, 21 Juli, Grace didampingi Ketua DPD PSI Solo Antonius Yoga Prabowo dan sejumlah pengurus PSI juga bertemu Gibran Rakabuming di Balai Kota Solo. Kala itu, Grace mengatakan sekadar mengobrol santai dengan Gibran, termasuk berbincang ringan soal politik. PSI mendukung Gibran untuk maju ke Pilkada DKI Jakarta 2024.
Namun, PSI menegaskan bahwa gugatan yang mereka ajukan ke MK tak ada hubungannya dengan Gerindra maupun Gibran. Meski nama Gibran tercantum dalam gugatan tersebut, PSI menyebutnya hanya sebagai contoh kepala daerah yang terhalang syarat usia untuk maju sebagai capres/cawapres.
Hingga kini, PSI masih mendorong Gibran sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024. PSI pun tidak ngotot bahwa gugatan syarat usia minimal capres/cawapres harus berlaku di Pilpres 2024.
“Enggak ada hubungannya antara gugatan kami ke MK dengan pencalonan Gibran sebagai cawapres. Enggak ada hubungannya juga gugatan kami dengan benih-benih koalisi antara kami dengan Gerindra,” kata Ketua DPP PSI Dedek Prayudi.
Bukan cuma Garuda dan PSI yang punya kaitan langsung maupun tidak langsung dengan Gerindra, tapi juga dua dari lima kepala daerah yang mengajukan gugatan batas usia minimal capres/cawapres. Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa merupakan kader Gerindra.
Tak tanggung-tanggung, Prabowo—yang kini berusia 71 tahun—juga mengisyaratkan dukungan terhadap pemimpin muda.
“Kalau saya lihat, sekarang banyak negara yang pemimpinnya muda-muda. Kita jangan terlalu lihat usialah. Kita lihat tekad, idealisme, kemampuan seseorang,” kata Prabowo usai bertemu jajaran pengurus PSI.
Unsur Gerindra dalam lingkaran isu ini kembali terlihat saat sidang MK, sebab perwakilan DPR yang membacakan keterangan di sidang gugatan usia minimal capres/cawapres itu adalah Habiburokhman, Wakil Ketua Komisi III yang juga kader Gerindra.
Habiburokhman menjelaskan, kehadirannya di sidang MK adalah dalam kapasitasnya sebagai tim kuasa DPR. Tim kuasa tersebut terdiri dari beberapa anggota Komisi III DPR lintas fraksi. Adapun saat sidang di MK pada 1 Agustus, Habiburokhman kebetulan ditunjuk membacakan keterangan mewakili sikap DPR.
Dalam sidang itu, DPR mengisyaratkan dukungan agar batas usia minimal diturunkan jadi 35 tahun. Jika tetap 40 tahun, perlu ada pengecualian bagi calon yang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Intinya, DPR dalam sidang itu berpandangan bahwa generasi muda seharusnya bisa berperan aktif dengan menjadi capres atau cawapres. Sikap itu pula yang menjadi sikap Gerindra.
“Gerindra tidak keberatan,” ucap Habiburokhman.
Meski pihak-pihak di atas membantah keterkaitan satu sama lain, sulit untuk meniadakan faktor kepentingan kelompok tertentu di balik gugatan tersebut. Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago berpendapat, gugatan itu jelas memiliki irisan kuat dengan Gerindra dan Gibran.
“Rasanya ini betul-betul kursi yang disiapkan untuk Gibran sebagai cawapres Prabowo. Saya percaya politik itu tidak kebetulan. Pasti by design, ada arsiteknya. Tidak ada yang tidak direncanakan,” kata Pangi.
Upaya meloloskan Gibran sebagai cawapres pun dinilai sebagai cara lain Jokowi untuk menjaga kekuasaan. Cara yang lebih halus ini ditempuh setelah wacana “Jokowi 3 periode” dan penundaan pemilu ditentang masyarakat.
“Kalau Gibran jadi cawapres dan menang, itu bisa dianggap perpanjangan kekuasaan Jokowi di pemerintahan berikutnya,” ujar Ujang Komarudin, pakar politik Universitas Al Azhar Indonesia.
Prabowo Nyaman Bersama Gibran
Wacana duet Prabowo-Gibran mengemuka selepas Lebaran. Isyarat makin terang ketika Prabowo bertemu Gibran di resto Omah Semar di Solo, 19 Mei 2023. Pertemuan itu turut dihadiri relawan Jokowi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta relawan Gibran. Para relawan ini menegaskan dukungannya kepada Prabowo di Pilpres 2024.
Pada kesempatan itu, Prabowo mendapat pertanyaan dari relawan terkait kemungkinan Gibran menjadi cawapres. Mendengar itu, Prabowo balik bertanya kepada relawan—yang kemudian kompak menjawab “cocok”.
“Bukan saya loh yang ngomong [Gibran cocok cawapres],” kata Prabowo.
Gibran yang mendengar ucapan Prabowo pun tersenyum.
Sumber di lingkaran dekat Prabowo menyebut, eks Danjen Kopassus itu merasa nyaman bersama Gibran. Apalagi elektabilitas Gibran juga lumayan.
Berdasarkan survei LSI pada Juli 2023, dari simulasi 24 nama cawapres, Gibran mendapatkan 7,6% suara, di bawah Sandiaga Uno (8,9%), Agus Harimurti Yudhoyono (9,5%), Mahfud MD (9,9%), Ridwan Kamil (13,5%), dan Erick Thohir (14,3%).
Sementara dari simulasi 12 nama, Gibran masuk lima besar cawapres. Ia mendapat suara 9%, di bawah AHY (10%), Sandiaga (11%), Ridwan Kamil (16,6%), dan Erick Thohir (18,5%).
Pasangan Prabowo-Gibran pun memiliki elektabilitas 33,9%, mengungguli Anies Baswedan-Yenny Wahid (18,2%), dan terpaut tipis dengan Ganjar-Sandiaga (35,1%).
Kenyamanan Prabowo bersama Gibran itu tampak dari frekuensi pertemuan antara keduanya, khususnya di Solo, sejak tahun lalu. Pada 18 Juni 2022, Gibran lebih dulu menyambangi Prabowo ke Hambalang. Di sana, ia diajari berkuda.
Lalu pada Januari 2023, Prabowo bertemu Gibran di Solo dalam rangka penyerahan kendaraan dinas kepada petugas Babinsa. Selanjutnya pada hari pertama Lebaran, 22 April 2023, Prabowo bertemu Gibran saat berlebaran ke kediaman Jokowi. Ketika itu, Gibran mengajak Prabowo berkeliling Solo dan bertemu Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf.
Tak sampai sebulan, 19 Mei, Prabowo-Gibran bertemu lagi di Omah Semar Solo. Bulan berikutnya, 23 Juni, Prabowo kembali berkunjung ke Solo usai kunjungan kerja dari Paris. Ia bersama Gibran menghadiri Harlah ke-63 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Benteng Vastenburg, Solo.
Prabowo dan Gibran bertemu lagi di Solo dua pekan lalu, 24 Juli. Saat itu Prabowo dan Gibran berbincang empat mata di sebuah hotel dan semobil menuju Lanud Adi Soemarmo. Mereka menunggu kedatangan Jokowi yang hendak kunjungan kerja ke PT Pindad di Malang.
Sumber di lingkup Prabowo berujar, Prabowo yakin kansnya menang Pilpres 2024 semakin tinggi bila bisa berpasangan dengan Gibran. Menurut peneliti CSIS Arya Fernandes, hal ini wajar karena Gibran memiliki basis elektoral di Jawa Tengah—daerah yang juga menjadi kantong suara Ganjar Pranowo.
Kini, sebagai persiapannya menuju 2024, Prabowo disebut sudah menyiapkan dua tim untuk pemenangannya. Tim pertama merupakan eksekutor yang bertugas menggalang kerja sama dengan lembaga dan masyarakat. Tim tersebut ada di tingkat pusat sampai kabupaten/kota. Di pusat, tim itu dipimpin purnawirawan setingkat jenderal, sedangkan di kabupaten/kota dipimpin purnawirawan TNI setingkat letkol.
Salah satu tugas konkret tim tersebut adalah memilih saksi-saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mengawal suara Prabowo. Tim pertama ini berada di bawah supervisi tim kedua yang merupakan organ think tank yang merumuskan strategi pemenangan Prabowo.
Oleh sebab itu, tim kedua diisi para pakar yang merupakan gabungan dari akademisi, peneliti, dan purnawirawan jenderal TNI. Tim ini dipimpin langsung oleh Prabowo, namun sehari-hari dikoordinir oleh eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Saat dikonfirmasi soal ini, Jimly tak membantah maupun membenarkan kabar tersebut.
“Saya masih di Melbourne sebulan ini, belum tahu perkembangan di dalam negeri,” kata Jimly.
Gerindra menyatakan Prabowo terbuka dengan berbagai usul nama cawapres. Namun kepastiannya baru akan diambil bersama partai koalisi.
“Penentuan capres dan cawapres tergantung Pak Prabowo dan Gus Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB),” ucap Habiburokhman.
Adapun Muhaimin menyebut Gibran belum masuk kalkulasi sebagai cawapres Prabowo. Ia masih yakin akan ditunjuk Prabowo sebagai cawapres.
Di sisi lain, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Golkar Nusron Wahid mendorong Gibran menjadi cawapres Prabowo. Mayoritas DPD I Golkar menginginkan partai mendukung Prabowo di Pilpres 2024.
“Saya mengusulkan Mas Gibran dicalonkan menjadi capres atau cawapres, sebab Mas Gibran figur anak muda yang punya prospek politik baik dan disenangi generasi milenial,” kata Nusron.
PDIP yang notabene partai tempat Gibran dan Jokowi tumbuh, bukannya tak memandang potensi Gibran sebagai cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo. Menurut Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto, sudah ada pembicaraan terkait kemungkinan Gibran sebagai cawapres. Namun, pembicaraan itu bukan forum resmi.
“Kalau dalam diskusi lepas, ngomong-ngomong lepas, ya ada. Tapi kalau di internal, diskusi bener (formal), enggak ada,” ujarnya, Rabu (5/7).
Kencangnya dorongan bagi Gibran untuk menjadi cawapres Prabowo sejauh ini dijawab putra sulung Jokowi itu dengan ucapan “belum cukup umur dan ilmu.”
Namun, Gibran tidak secara eksplisit dan tegas menolak wacana itu. Begitu pula Jokowi.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai Jokowi dan Gibran harus berhati-hati dengan peluang politik via MK ini. Bila gugatan syarat usia capres/cawapres dikabulkan MK dan Gibran benar-benar menjadi cawapres, maka hal tersebut justru bisa menjadi blunder bagi Jokowi maupun Gibran.
“Ini legacy yang tidak baik dalam konteks image Jokowi sebagai pemimpin negara demokrasi, karena akan menjustifikasi bahwa politik dinasti betul terjadi. Ini akan berbalik negatif kepada Jokowi. Kalau Gibran jadi cawapres, pemilih-pemilih kritis yang percaya kepada nilai-nilai demokrasi bukan tak mungkin akan kecewa dan berbalik dari Jokowi,” papar Yunarto.
Sementara bagi Prabowo, lanjutnya, menggaet Gibran sebagai cawapres juga bukan jaminan menang Pilpres 2024, sebab ada konsekuensi politik yang mesti dihitung betul ketika Prabowo memosisikan diri sebagai orang Jokowi.
“Bila Prabowo terus mendompleng nama besar Jokowi dan jadi underbow politik Jokowi, ini menunjukkan rasa tidak percaya dirinya. Dan kalau dia mengambil Gibran sebagai cawapres, suara pemilih anti-Jokowi di berbagai daerah bisa ikut menurunkan elektabilitas Prabowo,” terang Yunarto.
Menguji Kenegarawanan MK
Dua sumber kumparan dari elite partai pendukung pemerintah dan lingkaran dekat Prabowo menyebut ada kemungkinan gugatan usia minimal capres/cawapres akan dikabulkan MK. Menurut mereka, ada 2 opsi yang mungkin diambil MK: Pertama, menurunkan batas usia capres/cawapres jadi 35 tahun; atau kedua, memutuskan batas usia capres/cawapres tetap 40 tahun dengan pengecualian bagi calon yang pernah menjadi kepala daerah.
Meski demikian, ada pula kemungkinan MK menyatakan syarat usia capres/cawapres merupakan ranah pemerintah dan DPR alias open legal policy.
Menurut pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum UI Titi Anggraini, syarat usia pencalonan capres/cawapres memang open legal policy, bukan problem konstitusional yang harus diputuskan MK.
Isu konstitusional pada Pasal 6 UUD 1945, ujar Titi, hanya mengatur mengenai syarat capres/cawapres haruslah WNI dan tidak pernah berkewarganegaraan lain; tidak pernah mengkhianati negara; serta mampu secara rohani dan jasmani. Sementara syarat-syarat lain, termasuk usia, diatur lebih lanjut dengan UU.
Eks anggota Pansus RUU Pemilu DPR, Viva Yoga Mauladi, menyatakan alasan legislator menaikkan usia capres-cawapres dari 35 tahun menjadi 40 tahun dilatarbelakangi kebutuhan akan figur pemimpin yang punya pengalaman serta kematangan pemikiran, intelektual, mental, dan spiritual. Namun kini, enam tahun setelah UU Pemilu berlaku, DPR dan pemerintah justru mengisyaratkan setuju menurunkan syarat usia capres/cawapres.
Gerindra sebagai salah satu partai yang dulu vokal menyetujui kenaikan syarat usia pencalonan presiden/wapres, berpendapat bahwa perubahan sikap adalah hal wajar dalam politik.
“Namanya konstitusi selalu dinamis,” ucap Habiburokhman.
Hal tersebut dikritik Titi. Menurutnya, “Terlihat sekali DPR dan pemerintah tidak punya komitmen legislasi kepemiluan yang baik. Ada pragmatisme atas legislasi kepemiluan yang pendekatannya parsial atau pilah pilih.”
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, syarat usia pencalonan 40 tahun sudah ideal bagi kepemimpinan Indonesia, sebab pada usia tersebut, seseorang sudah melalui pengalaman hidup yang beragam.
“Kita perlu punya pemimpin yang matang, yang tahan bantingan. Kalau anak kecil ditekan-tekan sama orang yang lebih tua saja sudah sungkan nanti,” kata Hadar.
Titi berharap gugatan usia capres/cawapres diputus sama seperti permohonan penurunan batas usia kepala daerah pada perkara nomor 58/ PUU-XVII/2019. Dalam perkara yang diajukan kader PSI tersebut, MK menolak menurunkan batas usia cagub/cawagub minimal 30 tahun serta cabup/cawabup minimal 25 tahun, menjadi 21 tahun seperti syarat yang ditetapkan bagi anggota DPR. MK berpandangan syarat usia itu merupakan ranah pembuat UU.
Proses sidang gugatan usia capres/cawapres hingga kini masih berlangsung. Esok Selasa (8/8), MK akan mendengarkan keterangan Perludem dan Gerindra sebagai pihak terkait. Belum diketahui pasti kapan gugatan diputus. Yang jelas, tahapan pendaftaran capres/cawapres akan dibuka pada 19 Oktober sampai 25 November 2023.
Sementara itu, Jokowi meminta publik tidak berspekulasi dan menduga bahwa gugatan tersebut untuk memuluskan jalan anaknya sebagai cawapres.