Jalur Sepeda Permanen DKI Disoal: Usulan Ditiadakan hingga Copot Planter Box

10 Mei 2021 3:28 WIB
Pesepeda memacu kecepatannya di jalur sepeda permanen di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (9/5).  Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pesepeda memacu kecepatannya di jalur sepeda permanen di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (9/5). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jalur sepeda permanen yang baru diresmikan Pemprov DKI Jakarta menuai polemik. Belum genap satu tahun, jalur sepeda permanen ini sudah terancam hilang.
ADVERTISEMENT
Keberadaan planter box merupakan tanda bahwa jalur sepeda di lokasi itu merupakan permanen. Sebelumnya, jalur sepeda hanya dipisahkan menggunakan cone atau berbeda dasar cat di aspal.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Fahri Siregar menilai planter box itu harus diganti. Sebab, saat ini benda yang jadi alat pemisah jalur khusus tersebut terbuat dari beton yang dapat mengakibatkan fatalitas saat terjadi kecelakaan.
"Jadi kerusakannya itu, crash-nya lebih besar dan ini sudah terbukti ada dua kali kecelakaan lalin begitu tabrak planter box kerusakannya lebih besar," kata Fahri.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar. Foto: Raga Imam/kumparan
Meski begitu, Fahri mengakui penyebab kecelakaan bukan keberadaan planter box. Tapi, dampaknya yang berbahaya bagi pengendara lain harus menjadi pertimbangan. Penggantian planter box juga dinilai lebih penting untuk saat ini dibanding membahas eksistensi jalur sepeda permanen.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau saya ditanya apakah dalam waktu dekat jalur sepeda permanen itu ditiadakan, jawaban saya yang terdekat adalah mengganti dulu planter box itu dengan bahan yang lebih lunak," kata Fahri.
Wakil Ketua Komisi III Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni. Foto: DPR

Komisi III DPR Dukung Jalur Sepeda Permanen Ditiadakan

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung wacana untuk meniadakan jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Ia sepakat bahwa jalur sepeda tersebut dinilai tidak efektif untuk pesepeda.
“Saya menyambut baik gagasan Polda Metro Jaya untuk meniadakan jalur sepeda permanen di Sudirman. Sebagai orang yang rutin lewat jalur Sudirman-Thamrin, baik dengan mobil maupun dengan sepeda, saya melihat jalur sepeda ini sangat tidak efektif,” ujar Sahroni.
Sahroni mengatakan, jalur sepeda permanen yang menggunakan planter dari beton itu terkesan tidak berfaedah. Hal itu karena tidak semua sepeda melewati jalur tersebut, salah satunya sepeda road bike yang melaju dengan kecepatan tinggi.
ADVERTISEMENT
"Jalur sepeda ini tidak cocok untuk aktivitas pesepeda sport yang kecepatannya cukup tinggi. Sehingga mereka terpaksa tak melewati jalur sepeda. Lagipula pesepeda sport hanya melintas paling lama 3 jam, dari jam 5-8 pagi,” kata Bendahara Umum NasDem ini.
Selain itu, jalur sepeda permanen, menurut Sahroni, juga banyak memancing pelanggaran. Ia mencontohkan adanya sepeda motor yang kerap menerobos jalur tersebut.
"Dengan begini, pada akhirnya jalur sepeda dipenuhi oleh pengendara sepeda motor. Sehingga benar-benar tidak efektif dan cenderung menyusahkan banyak pihak,” tutur dia.
Pesepeda memacu kecepatannya di jalur sepeda permanen di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (9/5). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Komunitas Bike to Work Pertanyakan Wacana Peniadaan Jalur Sepeda Permanen

Komunitas sepeda Bike to Work sangat tidak setuju dengan wacana itu. Ketua Bike to Work Putut Soedarjanto mengatakan alasan itu tidak relevan untuk menghapus jalur sepeda permanen.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada relevansinya sih. Salah kaprah itu mah," kata Putut.
"Ya salah kaprah, masa ya mobil nabrak ada pelanggaran, kok yang disalahin jalurnya," tambah dia.
Putut mengatakan, telah menyampaikan unek-unek komunitasnya dalam akun Instagram dan Twitter mereka terkait wacana penghapusan tersebut. Ia mengizinkan kumparan untuk mengutipnya.
"Jelas, penyebab banyaknya pelanggaran bukanlah adanya jalur itu. Kenapa jalan keluarnya adalah dengan meniadakannya? Tidak sekalian saja trotoar dibongkar. Kan banyak pengguna sepeda motor yang mengangkanginya?" kata Putut.
Di Instagram, Bike to Work juga memposting hal yang senada. Dengan menyebut akun TMC Polda Metro, Kemenhub, Dishub Jakarta dan Dirjen Hubda Kemenhub, mereka menyampaikan kritiknya.
Mereka menyebut sejumlah pelanggaran yang terjadi di fasilitas lainnya seperti traffic light yang kerap dilanggar pemotor. Guiding block yang tidak tiap hari ada tuna netra lewat. Serta jalur Transjakarta yang masih banyak diterobos oleh motor dan mobil.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Bike to Work juga menyinggung sejumlah aturan terkait keberadaan pesepeda di jalan raya. Pertama aturan dalam Pasal 2 UU LLAJ. Lalu PP 79/2013 khususnya pasal terkait sepeda. Serta Permenhub 59/2020.
Pesepeda memacu kecepatannya di luar jalur sepeda permanen di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (9/5). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Alasan Polda Metro Ingin Ganti Planter Box di Jalur Sepeda

Menurut Fahri, setiap separator jalur seharusnya dibuat dari bahan yang lunak. Hal itu untuk mengurangi dampak fatalitas yang dialami pengendara saat terjadi kecelakaan.
"Kita bisa belajar dari beberapa negara bahwa mereka juga membuat pembatas itu dari bahan yang lunak gitu. Jadi bukan beton karena crash-nya pasti berdampak pada fatallity benturan keras," kata Fahri.
Di jalur sepeda, fatalitas akibat menabrak planter box yang terbuat dari beton tersebut juga bisa dialami pesepeda.
ADVERTISEMENT
"Karena kan bisa jadi pesepeda lagi sepeda kesenggol jatoh, kalau dia enggak pakai helm fatalitas. Atau mungkin ya itu pengguna jalan lain waktu melintasi di tengah itu ada betonnya tertabrak pasti fatalitasnya tinggi," kata Fahri.
Terkait jalur sepeda, sejak awal kepolisian telah menyarankan agar planter box yang digunakan Pemprov DKI diganti bahannya dari beton ke yang lunak.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: