Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
JAMPidsus: Masyarakat Jangan Khawatir Produk Pertamina, Sudah Penuhi Standar
5 Maret 2025 17:48 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak khawatir membeli dan menggunakan produk Pertamina.
ADVERTISEMENT
"Saya sampaikan bahwa untuk masyarakat jangan khawatir untuk pembelian produk di Pertamina," kata Febri usai rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).
Febrie mengatakan, Pertamina juga telah melakukan pengujian dan memastikan seluruh produk miliknya sesuai dengan spesifikasi.
"Kita juga koordinasi ke Pertamina dan ini sudah dilakukan oleh Pertamina untuk memastikan, menguji, produk Pertamax dan produk-produk lain yang menjadi konsumsi masyarakat itu sudah memenuhi standar," ujarnya.
Kepastian ini, menurut Febrie, perlu disampaikan kepada masyarakat mengingat sebentar lagi sudah memasuki masa mudik Lebaran 2025.
"Kepada masyarakat, kami imbau, jangan tinggalkan Pertamina. Karena kita harus tetap mencintai produk kita sendiri," tuturnya.
Kekhawatiran masyarakat sebelumnya timbul ketika Kejaksaan Agung membongkar praktik dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), periode 2018-2023.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, sudah ada 9 tersangka yang dijerat. Mereka adalah 6 petinggi di Subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC.
Sedangkan tiga tersangka lainnya yakni; MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Kasus ini bermula, pada 2018-2023, untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri harus wajib mengutamakan pasokan dalam negeri. Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum impor.
Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Sehingga pada akhirnya harus impor.
Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS. Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah.
Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri.
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.
Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum. Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.
ADVERTISEMENT
Ditambah lagi, dalam proses pengadaan produk kilang, PT PPN melakukan pembelian RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli yakni RON 90. Kemudian itu di-blending untuk jadi RON 92, dan dijual.
Selain itu, pada saat dilakukan impor minyak mentah, ada proses mark up kontrak pengiriman. Sehingga pihak BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen dan menguntungkan salah satu tersangka dan perusahaannya, Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Jumlah tersebut diduga hanya kerugian pada 2023, sementara 2018-2022 masih dihitung.
ADVERTISEMENT