news-card-video
11 Ramadhan 1446 HSelasa, 11 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

JAMPidsus soal Kasus Impor Minyak: Ada Kesalahan, tapi Sampai 2023

5 Maret 2025 18:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah, mengakui adanya modus pengoplosan BBM yang terjadi dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
ADVERTISEMENT
"Kalau proses pemeriksaan di kita itu diawali dari ekspor dan impor minyak mentah. Dan rentetannya tadi menyangkut blending yang disebut di itu, oplos," ujar Febrie usai rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3).
Adapun pengoplosan yang dimaksud sebelumnya diungkap Dirdik Kejagung Abdul Qohar. Caranya yakni mencampurkan RON 88 dengan RON 92. Hasilnya dijual dengan harga RON 92.
Terkait hal tersebut, Febrie memastikan hanya berlangsung pada 2018-2023. Saat ini produk yang dipasarkan sudah memenuhi standar.
"Ya pasti ada lah kesalahan, enggak mungkin naik penyidikan. Oke. Sampai 2023, ingat ya sampai 2023," katanya.
Dalam kasus ini, sudah ada 9 tersangka yang dijerat. Mereka adalah 6 petinggi di Subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC.
ADVERTISEMENT
Sedangkan tiga tersangka lainnya yakni; MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Kasus ini bermula, pada 2018-2023, untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri harus wajib mengutamakan pasokan dalam negeri. Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum impor.
Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Sehingga pada akhirnya harus impor.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS. Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah.
Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri.
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.
Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum. Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.
Ditambah lagi, dalam proses pengadaan produk kilang, PT PPN melakukan pembelian RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli yakni RON 90. Kemudian itu di-blending untuk jadi RON 92.
ADVERTISEMENT
Pada saat dilakukan impor minyak mentah, ada proses mark up kontrak pengiriman. Sehingga pihak BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen dan menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.
Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.