Janan: Tak Ada Kata "Diskriminasi" di Tulisan Saya soal Jilbab Aulia

6 Januari 2017 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Janan Farisi, guru SMPIT Harapan Umat Ngawi (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Janan Farisi, guru Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Harapan Umat, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, angkat bicara soal unggahannya di Facebook yang menyebut muridnya, Aulia Siva Real Tyassis, diminta melepas jilbab saat bertanding di Kejuaraan Karate Junior Piala Bupati Magetan 2016 pada 23 Desember.
ADVERTISEMENT
Duduk bersila di pondok kayu kompleks sekolahnya, Janan mengatakan tak punya niat untuk memicu kontroversi dengan sengaja. Ia hanya mencurahkan kekecewaan via akun pribadinya di Facebook.
Postingan dia yang kemudian beredar, kata Janan, sudah mengalami sedikit penambahan. Tak sesuai aslinya.
Screen capture Facebook Janan Farisi. (Foto: Facebook/Janan Farisi)
“Saya lihat tulisan saya yang di-share itu sudah ada tambahan (kata-kata). Jadi saya merasa agak enggak nyaman karena ditambah-tambah,” kata Janan kepada kumparan.
“Jadi enggak ada kata ‘diskriminasi’, ‘toleransi.’ (Semula) enggak ada. Saya hanya mengisahkan,” imbuh Janan yang sehari-hari disapa 'Ustaz' di sekolah itu.
Aulia, karateka berhijab asal Ngawi. (Foto: Bagus Permadi)
Aulia urung bertanding karate karena tak mengenakan hijab sesuai standar World Karate Federation (WKF), yakni dengan bagian telinga dan leher terbuka demi keselamatan atlet. Sebab jika tertutup, tak terlihat bila ada darah mengucur dari kedua bagian vital tubuh itu.
ADVERTISEMENT
Janan, sekolah Aulia, dan yayasan yang menaungi sekolah itu sudah sepakat tak bakal memperpanjang lagi persoalan Aulia.
SMPIT Harapan Umat Ngawi (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Janan Farisi di SMPIT Harapan Umat, Sabtu (30/12), yang terletak di perkampungan sunyi, ditemani riang suara jangkrik.
Selamat malam, Ustaz. Bagaimana kabar Aulia saat ini?
Alhamdulillah, baik-baik saja, tidak sampai terganggu. Memang dari awal kami (sekolah) mengingatkan jangan sampai nomor ponselnya disebarluaskan.
Tidak ada masalah dengan panitia penyelenggara?
Alhamdulillah, belum. Hari ini juga saya diundang ke agenda tahunan rapat Inkanas (Institusi Karate-Do Nasional).
Ketika Ustaz mengunggah cerita soal Aulia di Facebook, niatnya apa?
Waktu saya nulis itu, saya enggak menuntut siapapun. Ndak ada tendensi apapun. Hanya sebagai ungkapan rasa kecewa saya karena murid saya yang saya lihat latihan setiap hari begitu gigihnya (gagal bertanding). Kami dari lembaga (sekolah) tidak berniat menuntut atau menyalahkan siapapun. Ini untuk dijadikan pelajaran bersama saja.
ADVERTISEMENT
SMPIT Harapan Umat Ngawi. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Postingan yang tersebar bukan asli punya Ustaz?
Saya lihat tulisan saya yang di-share itu sudah banyak tambahannya. Jadi ya saya merasa agak enggak nyaman karena banyak ditambah-tambah.
Yang rasanya mungkin netral jadi ada kata “diskriminasi.” Saya (menulis awal) kan enggak ada sama sekali kata-kata “diskriminasi,” “toleransi.” Ndak ada seperti itu. Saya hanya mengisahkan saja.
Jadi mungkin (kemarin) suhu (politiknya) lagi tinggi.
Cerita guru karate Aulia yang viral di medsos (Foto: Dok. Istimewa)
Ini memang ramai sekali, Ustaz. Pernah prediksi tidak efeknya akan seperti ini?
Saya juga enggak nyangka sampai kayak gitu. Awalnya dari Bu Maimun yang menulis ulang (unggahan saya) dengan bahasa beliau yang cukup indah (dan menyebarkannya di grup WhatsApp-nya). Relasi dia cukup banyak. Kata teman, Bu Maimun itu jurnalis.
ADVERTISEMENT
Beliau langsung minta nomor telepon saya (lewat Facebook). Saya enggak kasih, belum berani karena belum izin kepala sekolah.
Posisi saya waktu itu, malam (usai mengunggah cerita soal Aulia), di rumah. Saya enggak bisa ambil data (terkait peristiwa yang dialami Aulia). Saya janjikan besoknya, tapi malam itu dia sudah telepon. Yang kasih (nomor telepon saya ke dia) ini orang lain. Wallahu alam, saya ndak tahu siapa.
Kemudian subhanallah, satu malam komen (di Facebook saya) langsung 10 ribu.
Ustaz jadi khawatir setelah isu ini ramai?
Cuma agak cemas. Cemasnya tuh begini, kalau mungkin ada beberapa pihak yang menggunakan ini untuk kepentingan-kepentingan tersendiri. Ada provokasi, dan sebetulnya (unggahan saya) itu tidak ada unsur provokasi. Terus kemudian dipanas-panasi jadi seperti itu.
ADVERTISEMENT
Sebagai manusia biasa, saya agak menyesali juga kalau seperti itu (dipanasi). Tapi namanya media sosial mau bagaimana lagi. Pelajaran buat saya untuk lebih hati-hati juga.
Kompleks Sekolah Harapan Umat Ngawi (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Ustaz aktif di media sosial?
Jujur saya ndak terlalu aktif di medsos. Mungkin kejadian seperti itu (membuat) naluri menulis saya keluar. Memang Allah menggariskan seperti ini, ya sudah. Apapun yang terjadi, ya sudah.
Janan Farisi di akun Facebook-nya belum lagi mengunggah cerita sejak postingan soal Aulia pada 24 Desember. Ia pernah mengunggah puisi pada 22 Desember, dan men-share unggahan orang lain pada 20 Desember.
Hanya tiga kali itu sepanjang Desember 2016, Janan menggunakan Facebook-nya. Sementara sebelum itu ia vakum cukup lama di Facebook. Sebelum unggahan Desember tersebut, Janan sempat vakum empat bulan melakukan posting di Facebook.
ADVERTISEMENT
Aulia Siva Real Tyassis, karateka Ngawi. (Foto: Facebook/Janan Farisi)
Aulia sehari-hari di sekolah bagaimana?
Aulia itu dibanding teman-temannya yang lain cukup pendiam, tapi berprestasi. Dulu dia pernah ikut lomba nasyid, dapat juara dua se-SMPIT Jawa Timur. Kalau karate, baru tahun ini dia ikut kompetisi.
Aulia masih mau ikut karate setelah ini?
Latihan di sini tetap, karena sudah jadi olahraga resmi. Karate populer juga ya, termasuk di sekolah Islam.
Karate kan lebih ke olahraga. Kalau jenis yang lain kadang-kadang ada yang pakai ilmu hitam. Tapi itu pengamatan saya pribadi, mungkin tak berdasar.
Saya termasuk pengagum karate juga. Ketika keluarga karate merasa tersinggung (karena kasus Aulia), saya merasa bersalah juga karena saya sendiri pengagum karate. Saya sama sekali tak ada niat mau mencederai karate.
ADVERTISEMENT
Para karateka muda di Piala Bupati Magetan 2016 (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Sekarang sudah damai ya?
Alhamdulillah, betul. Allah masih menaruh rasa belas kasih antara warga Indonesia. Saya bersyukur. Saya salut dan bangga dengan olahraga karate yang punya sportivitas tinggi.
Apa harapan Ustaz setelah kejadian ini?
Lebih hati-hati saja. Media sosial kadang-kadang pertanggungjawabannya ndak terlalu tinggi. Banyak akun abal-abal dan orang di sosmed itu bisa menulis apapun yang dia suka tanpa diketahui orangnya yang mana dan di mana. Ini pelajaran buat saya pribadi.
Karateka berhijab di Piala Bupati Magetan 2016. (Foto: Dok. Forki Magetan)
SMPIT Harapan Umat selaku sekolah Aulia telah memberikan klarifikasi. Mereka memahami alasan Aulia tak bisa mengikuti kejuaraan karate karena hijab yang tak sesuai standar, dan berharap suatu hari nanti aturan hijab karateka bisa disesuaikan dengan syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Klarifikasi juga diberikan panitia penyelenggara Kejuaraan Karate Junior Piala Bupati Magetan 2016. Mereka menegaskan tak ada diskriminasi terhadap. Aulia tak pernah diminta melepas jilbab saat bertanding.