Jangan Cepat-cepat Ambil Kesimpulan soal CT Value Tes PCR, Ini Penjelasan Ahli

30 Juli 2021 18:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir seorang warga saat tes usap PCR COVID-19 massal di Kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/1).  Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir seorang warga saat tes usap PCR COVID-19 massal di Kantor Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/1). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
CT value, atau cycle threshold value, adalah angka yang dilaporkan bersamaan dengan hasil tes corona RT-PCR. Saat ini, CT value kerap menjadi tolak ukur masyarakat dalam mengambil kesimpulan soal kondisi COVID-19 pada tubuh penderita.
ADVERTISEMENT
Tetapi, angka ini tak boleh diinterpretasikan sendiri, karena berpotensi menimbulkan misinterpretasi dan berujung 'blunder'.
Menurut dokter spesialis mikrobiologi RS UI, dr Ardiana Kusumaningrum, Sp.MK, menyimpulkan kondisi seorang pasien COVID-19 tak hanya bisa dilihat dari angka CT value saja.
Ardiana mengatakan, tinggi atau rendahnya CT value tak bisa sepenuhnya menentukan apakah pasien tersebut masih infeksius atau tidak.
“Secara umum kalau kita lihat, kalau kita temukan materi genetiknya banyak, kita bisa menemukan CT valuenya lebih kecil, mungkin belasan. Kalau sedikit [materi genetiknya], CT valuenya tinggi. Ini agak tricky, karena kita tidak tahu saat dia melakukan pemeriksaan itu dia lagi di fase mana, awal-awal atau akhir, kecuali memang ada infonya,” jelas Ardiana pada diskusi virtual RS UI, Jumat (30/7).
ADVERTISEMENT
“Jadi memang untuk menyimpulkan apakah dia ada kemungkinan menginfeksi orang lain, itu tidak cukup dilihat dari CT value-nya saja,” imbuhnya.
Sebagai informasi, angka CT value menunjukkan pada siklus ke berapa materi genetik (dalam kasus ini, virus corona) berhasil dideteksi oleh mesin pendeteksi.
Jika jumlah materi genetik atau virusnya banyak, pada siklus awal sudah bisa terdeteksi. Sehingga, angka CT value-nya rendah. Sedangkan bila jumlahnya lebih sedikit, materi genetik akan bisa terdeteksi di siklus-siklus lebih lanjut lagi, sehingga angka CT value-nya tinggi.
Aktivitas di pabrik bio farma. Foto: Dok: East Ventures
Lalu, apakah tinggi rendahnya angka CT value bisa menjadi faktor penentu kesembuhan seorang pasien COVID-19?
Menurut Ardiana, secara umum tenaga kesehatan pasti akan melihat klinis (gambaran objektif kondisi medis pasien) terlebih dahulu. Contohnya, pasien yang telah isolasi selama 10 hari, plus 3 hari, biasanya sudah bisa dikatakan sembuh.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, mengingat tiap individu kondisinya berbeda-beda, tenaga kesehatan akan menggunakan CT value dengan interpretasi yang tentunya disandingkan dengan pertimbangan dan masukan lain.
“Di RS UI, CT Value itu tidak kita langsung sampaikan. Kecuali kalau dokter meminta, baru kita berikan. Kenapa? Karena perlu info klinis. Dari dokter akan menyikapi lagi, dari segi waktu gejala timbul, apakah sudah cukup bisa beraktivitas seperti biasa,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, CT value tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat keparahan gejala COVID-19.
“Jangan berpatok pada CT value karena mau dengan CT value seperti apa, yang akan kita tangani pertama kali adalah klinis. Ini tidak berhubungan dengan keparahan. Ada yang gejalanya ringan tapi CT Value rendah, ada yang gejalanya berat, CT value tinggi,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Ardiana menegaskan, tak ada angka yang baik maupun buruk dalam CT value. Dalam kata lain, CT value tidak bisa dikategorikan.
Petugas Lab RS UNS sedang menjalankan pemeriksaan hasil swab dengan mesin PCR (polymerase chain reaction) Foto: Istimewa
“Ada infografis yang memberikan gambaran dari sekian ke sekian, ini kondisinya tidak benar, ini invalid. Lalu dinyatakan [angka] ini baik, ini buruk. Sebenarnya tak ada kategori dalam CT value tadi. Karena sebenarnya hasil itu, harusnya hasil positif dan negatif. Sudah,” ungkapnya.
Jadi, jika memang ada kesalahan pada pemeriksaan atau hasilnya invalid, pihak laboratorium akan segera meminta pengambilan sampel ulang.
Lebih lanjut ia mengingatkan masyarakat bahwa salah interpretasi CT value justru malah bisa berbahaya.
Contohnya, jika seseorang mendapatkan hasil positif dengan CT value tinggi, orang tersebut kemungkinan berpikir dirinya tidak infeksius dan memutuskan untuk tidak melakukan isolasi. Namun tanpa dia sadari, ia menularkan ke orang lain. Inilah yang disebut 'blunder' oleh Ardiana.
ADVERTISEMENT
“Dengan alasan itu, maka CT Value bukan konsumsi luas. Perlu dengan orang lain yang mungkin memiliki pengetahuan dasar, sehingga bisa berhati-hati dalam menginterpretasi CT Value,” pungkas dia.