Jangan Sampai Orang Takut Bongkar Korupsi karena Safe House Diungkap

11 Agustus 2017 7:58 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laode Syarif dalam Konpers OTT di Pamekasan (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Laode Syarif dalam Konpers OTT di Pamekasan (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hari ini Panitia Khusus Hak Angket bentukan DPR dijadwalkan mengunjungi rumah persembunyian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau safe house. Hal itu menyusul pengakuan Mico Fanji Tirtayasa, kurir suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, yang mengaku bahwa safe house telah disalahgunakan menjadi 'rumah sekap'.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief, mengizinkan anggota Pansus untuk meninjau langsung safe house tersebut. Hanya saja, kata Laode, rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan rahasia bagi para saksi, tidak semestinya diperlihatkan ke publik.
"Itu kan safe house yang sudah tidak dipakai, silakan saja, supaya jangan dianggap rumah sekap," ujar Laode saat ditemui usai acara peluncuran buku Mantan Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad di Graha CIMB Niaga, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (10/8).
Jika rumah itu diumbar ke publik, Laode justru khawatir para saksi akan merasa tidak aman. Pasalnya, lanjut Laode, rumah itu akan menjadi pusat perhatian dan diketahui orang banyak.
"Sebenarnya saya agak menyayangkan, karena jangan sampai yang akan datang orang jadi tidak mau mengungkap kasus korupsi karena safe house sampai harus diperlihatkan di publik, itu kan rumah perlindungan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Laode, pengakuan Mico di DPR saat itu seharusnya memiliki background check. Laode mengatakan, justru Mico-lah yang meminta KPK untuk melindunginya, dan dicarikan rumah perlindungan saat menjadi saksi.
"Pengakuan Mico lebih baik kalian punya background check sama orang itu, karena kan dia yang minta di-safe house, dia memang minta perlindungan, karena dia enggak punya tempat aman itu," kata Laode.
"Dia tapi malah bilang disekap enggak bisa diajak bicara (sama KPK), enggak boleh diajak bicara ke mana-mana. Kalau minta dilindungi, memang harus begitu karena nanti berbahaya untuk dirinya," ujar Laode.
Menurutnya, setiap saksi yang telah masuk kriteria untuk dilindungi, sudah diatur dalam Pasal 15 Undang-undang KPK. Sehingga KPK wajib melindungi para saksi dan pelapor yang akan menjadi kunci pengungkapan kasus korupsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Mico dan Muhtar. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Mico dan Muhtar. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)
"Safe house dibilang ilegal dan enggak ada dasarnya, mana pula itu? UU KPK Pasal 15, mengatakan KPK mewajibkan untuk memberi keamanan pada pelapor, saksi dan lainnya, kalau diminta oleh yang bersangkutan," ujar Laode.
"Setiap korban yang merasa terancam, KPK wajib berikan perlindungan. Prosedurnya dilihat, apakah betul saksi itu tidak berbohong. Apakah saksi dan korban terancam, lalu dicarikan tempat yang layak," sambungnya.
Bahkan, kata Laode, para saksi yang dilindungi juga mendapat jaminan pekerjaan yang terpaksa mereka tinggalkan. Biasanya KPK akan mengganti upah minimum para saksi yang berhenti dari pekerjaannya.
"Selama perlindungan, kalau dia harus berhenti dari pekerjaan, maka harus diberikan tanggungan sebagaimana upah minimum di situ. Saya juga heran, kok dipermasalahkan padahal itu adalah kewajiban negara untuk memberikan perlindungan tindak pidana, baik umum atau korporasi," katanya.
ADVERTISEMENT