Jaringan Gusdurian: Pelanggaran Etik KPU Tak Boleh Terulang!

9 Februari 2024 16:22 WIB
ยท
waktu baca 1 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menyampaikan pernyataan sikap Jaringan Gusdurian Indonesia tentang situasi politik Pemilu 2024. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menyampaikan pernyataan sikap Jaringan Gusdurian Indonesia tentang situasi politik Pemilu 2024. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaringan Gusdurian menyoroti soal pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu. Menurut Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, pelanggaran macam itu tidak boleh terulang.
ADVERTISEMENT
"Kami meminta para penyelenggara Pemilu untuk menjaga integritas, keadilan, dan profesionalisme selama penyelenggaraan pemilu," kata Alissa dalam pernyataan sikapnya di Yogyakarta, Jumat (9/2).
"Pelanggaran etika sebagaimana telah diputuskan DKPP telah dilakukan oleh KPU tidak boleh terulang karena penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etika hanya akan merusak integritas pemilu," sambungnya.
Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menyampaikan pernyataan sikap Jaringan Gusdurian Indonesia tentang situasi politik Pemilu 2024. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Pelanggaran etik yang dimaksud oleh Alissa yakni terkait Ketua KPU Hasyim Asy'ari dkk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Pelanggaran etik KPU ini berdasarkan putusan DKPP.
Para komisioner KPU dinilai menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres tanpa merevisi peraturan KPU menyusul keluarnya putusan MKMK terkait perkara 90.
Padahal dalam peraturan KPU itu mensyaratkan capres-cawapres berusia minimal 40 tahun, sedangkan Gibran saat mendaftar berusia 36 tahun.
ADVERTISEMENT
Alissa menilai, pelanggaran etik macam ini hanya akan melemahkan legitimasi atas hasil pemilu.
"Melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara, yang berujung pada kepercayaan publik terhadap legitimasi hasil Pemilu," pungkasnya.