Cover Lipsus Bandar Narkoba di Balik Selebgram

Jaringan Narkoba di Balik Gaya Glamor Selebgram

25 September 2023 11:47 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah megah, mobil mewah, pakaian bermerek, hobi berkuda dan menembak… ternyata semua gaya hidup glamor ini ditopang oleh duit hasil penjualan narkoba. Kini, sejumlah selebgram berkulit mulus dengan riasan tanpa cacat yang kerap bikin jealous netizen dengan kehidupan mereka yang “sempurna” harus mendekam di penjara setelah belangnya ketahuan polisi.
***
Tahun 2023 baru saja mulai saat Polrestabes Makassar membekuk FN. Ia kedapatan memiliki sesaset kecil sabu-sabu. Menurut FN, barang haram itu milik SA. SA lantas turut dibekuk.
SA dan FN rupanya menyimpan lebih banyak narkotika lagi di apartemen Educity Harvard Tower, Surabaya, Jawa Timur. Pada 2 Januari, Satuan Narkoba Polrestabes Makassar mengamankan 12,18 kg sabu, 1.891 butir pil berlogo channel (golongan I) dan 9.577,5 butir pil psikotropika (golongan II) di kamar 3102 lantai 31 apartemen itu.
Tiga hari sesudahnya, 5 Januari, dua orang lain—RC (El) dan RA (Kevin)—ditangkap beserta barang bukti 32 bungkus besar sabu-sabu seberat 31,49 kg. Narkotika itu dibungkus dengan kemasan teh cina berwarna hijau.
“[Sabu-sabu] diperoleh dengan cara dijemput di Surabaya, lalu dikemas dalam AC portabel warna putih dan dibawa ke ekspedisi untuk dikirim ke Kota Makassar,” kata Kapolda Sulawesi Selatan saat itu, Irjen Nana Sudjana, seperti dilansir Antara, Kamis (12/1).
Sebelum RC dan RA ditangkap, mereka sudah empat kali menjemput narkoba dari Surabaya sejak Mei 2022, dan mengedarkan total 76 bungkus narkoba ke beberapa kota di Sulawesi seperti Makassar, Palu, dan Kendari. Mereka mengirimnya dengan jasa ekspedisi melalui jalur laut.
BNN gagalkan penyelundupan narkotika di tengah laut. Foto: Dok. Istimewa
Dalam operasinya, RC dan RA yang berperan sebagai kurir diarahkan oleh seseorang berinisial FI dan SM melalui aplikasi Blackberry Messenger dan Threema. Mereka tak pernah bertemu secara tatap muka.
Polisi menduga sabu itu berasal dari Malaysia dan bersumber dari sindikat internasional. Struktur sindikat tersebut ketika itu mulai terlihat sebagian, seperti manajer, bagian operasional, dan bagian keuangan.
Setelahnya, kasus-kasus peredaran narkoba berkilo-kilogram juga ditangani berbagai wilayah hukum kepolisian daerah seperti Polda Banten, Polda Jawa Timur, Polda Metro Jaya, Polda Kalimantan Selatan, hingga Bareskrim Polri.
Polda Lampung, misalnya, mengamankan 64 kg sabu pada Maret–April 2023. Sabu itu hendak dikirim ke Jatim dengan cara serupa: diselundupkan melalui AC dan dibungkus kemasan teh cina.
Namun, pengungkapan kasus di satuan polda-polda itu bersifat parsial. Saat dikembangkan ke penyidikan, upaya melacak bandarnya putus sehingga pucuk jaringan narkoba tak dapat diketahui.
Barang bukti kasus peredaran narkoba sindikat Fredy Pratama. Sabu dikemas dalam bungkus teh cina. Foto: Thomas Bosco/kumparan

Operasi Escobar untuk Tangkap Gembong Narkoba

Medio April–Mei 2023, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mengumpulkan para direktur narkoba dari berbagai polda yang menangani kasus-kasus narkoba besar. Pada titik inilah operasi dengan nama sandi “Escobar” mulai digelar dengan menggandeng Kepolisian Diraja Malaysia dan Thailand.
“Kami analisa kasus, ketemulah kata kunci di modus operandi. Yang dilakukan di Lampung, Jatim, Banten Kalsel, dan Sulsel modusnya sama, menggunakan Blackberry Messenger (BBM), aplikasi di Android dan IoS,” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Kombes Jayadi kepada kumparan di kantornya, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/9).
Meski sama-sama menggunakan BBM, mulanya tak muncul nama khusus di daerah yang mengerucut ke satu gembong narkoba. Namun ada satu benang merah, yakni PIN BBM-nya sama meski dinamai berbeda. Kesamaan PIN inilah yang membuat polisi yakin kasus-kasus narkoba di daerah merupakan satu sindikat.
Ilustrasi BlackBerry Messenger. Foto: Whorm Katharine/Flickr
Setelah penyelidikan lebih lanjut terhadap anggota sindikat yang tertangkap, terkuaklah bahwa semua kasus mengarah ke gembong narkoba Fredy Pratama. Hal ini dikonfirmasi oleh tiga kaki tangannya.
Fredy Pratama punya banyak julukan atau nama alias. Di Lampung, ia dikenal sebagai The Secret, di Kalsel disebut Cassanova, di Sulsel nama samarannya Aming atau Miming. Maka, orang yang tak paham seluk beluk jaringan narkoba kemungkinan tak menyadari bawah nama-nama tersebut adalah orang yang sama.
Dari konsolidasi kasus pada 2020–2023, jajaran kepolisian telah menyita barang bukti sabu dalam kemasan teh cina sebanyak 10,2 ton, dengan sisa 120 kilogram yang belum dimusnahkan serta 116.346 butir ekstasi yang telah dimusnahkan. Total barang bukti tersebut jika dikonversikan nilainya mencapai Rp 10,5 triliun.
Dalam berbagai kasus pada periode 2020-2023 itu, sebanyak 884 orang sudah menjadi tersangka. Adapun pada Operasi Escobar 2023, total ada 36 tersangka tindak pidana narkotika, 3 tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan 3 tersangka yang masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron, termasuk Fredy.
Sosok Fredy Pratama alias Miming alias The Secret alias Casanova alias Airbag dan alias Mojopahit. Foto: Thomas Bosco/kumparan

Fredy Pratama Kendalikan Sindikat dari Thailand

Kombes Jayadi menyebut Fredy lahir dan besar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ia sempat bersekolah di sana dan di Malang, Jatim. Fredy berbisnis narkoba sejak 2014. Pada tahun itu pula ia menjadi buron dan kabur ke Thailand.
“Dia di Thailand mungkin 5–7 tahun terakhir,” ujar Kombes Jayadi.
Sebelum berbisnis narkoba, Fredy tidak memiliki pekerjaan tetap. Namun setelah terjun ke jagat narkoba, beberapa tahun terakhir ini namanya dikenal sebagai mastermind atau otak kejahatan peredaran sabu di Indonesia.
Namun, siapa rekanan Fredy dan bagian dari kelompok mana dia di jaringan narkoba internasional belum diketahui. Yang jelas, banyak kaki tangan dan sindikat sabu di Indonesia mengerucut ke Fredy.
Mereka menyebut Fredy bukanlah produsen, melainkan bandar yang memasarkan narkotika dari Thailand dan kawasan segitiga emas (Myanmar, utara Laos, dan utara Thailand yang kaya opium).
Bayi di Myanmar digendong di tengah ladang opium Foto: REUTERS/Soe Zeya Tun
Fredy memiliki pelayan utama yang merupakan pasangan suami istri, yakni Frans Antony dan Petra Niasi. Keduanya berperan sebagai pengelola keuangan Fredy. Mereka pun berstatus buron seperti Fredy.
Di bawah Fredy, ada Muhammad Rivaldo Miliandri G. Silondae alias Kif yang bertindak sebagai manajer operasional. Ia ditangkap di sebuah apartemen di Johor Bahru, Malaysia, pada 3 Juli 2023.
Sebagai manajer operasional wilayah barat, Kif mengendalikan peredaran narkoba di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh, Medan, Riau, Palembang, Lampung, Jakarta, dan Jawa.
Sementara di wilayah timur Indonesia, manajer operasionalnya ialah Wempi Wijaya dan Saru. Mereka bertanggung jawab mengoperasikan peredaran narkoba di Kalimantan dan Sulawesi. Wempi sudah ditangkap, sementara Saru masih buron.
Manajer-manajer operasional itu bergerak atas perintah Fredy. Fredy dan para manajernya membentuk grup di setiap wilayah peredaran narkoba.
“Di Lampung, Kalsel, ada anak buahnya, pengendalinya. Ada grup masing-masing [di tiap wilayah]. Dia (Fredy) ada di tiap grup, tapi namanya beda-beda di setiap provinsi,” terang Jayadi.
Nama Fredy pertama kali terkuak dari Kif ketika ia diinterogasi polisi. Ia dan beberapa bawahan Fredy lainnya menyebut nama-nama samaran Fredy yang berbeda-beda. Sampai akhirnya semua nama itu mengarah ke satu nama, yakni Fredy sendiri.
Para kaki tangan Fredy Pratama yang ditangkap polisi. Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ada pula Wahyu Wijaya dan Fikri Noufal yang berperan sebagai pengendali keuangan dari Bangkok, Thailand; serta Steven Antony dan Frans Antony yang menjadi kurir uang tunai dari RI ke luar negeri.
Selain itu, ada Kosnadi Irwan sebagai koordinator pengumpul uang tunai; Theo, Yusuf Pribadi, dan Dedi Setiawan sebagai koordinator tarik tunai; Bayu Firmansi Nasrullah selaku pembuat dokumen palsu; dan sisanya selaku kurir pembawa sabu.
Eks Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami bahkan terlibat dalam jaringan Fredy Pratama. Andri berperan meloloskan pengiriman sabu Sumatra–Jawa melintasi Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Ia juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Proses hukumnya [AKP Andri] berjalan, sidang kode etiknya berjalan, proses tindak pidana umumnya juga jalan, disamakan dengan jejaring [tersangka] yang lain,” kata Kombes Jayadi.
Aktivitas sindikat Fredy sebenarnya sudah tercium sejak 2014—tahun yang sama saat ia menjadi buron. Namun, kala itu jaringannya masih kecil. Setelah membesar, Fredy mengendalikan sindikat narkobanya dari Thailand.
Setelah melakukan konsolidasi kasus pada 2020–2023, polisi menerbitkan red notice pada Juni 2023 terhadap Fredy. Resmilah gembong narkoba itu menjadi buronan Interpol.
Wajah Fredy Pratama di situs Interpol. Foto: Dok. Istimewa

Selebgram Ikut Cuci Duit Bandar Narkoba

Yang mengejutkan dari sindikat narkoba Fredy adalah keterlibatan beberapa selebgram dalam mencuci duit hasil penjualan narkoba. Selebgram-selebgram itu ternyata merupakan istri dari bawahan Fredy di sindikat narkoba.
Nur Utami, selebgram Makassar, ditangkap polisi dua–tiga pekan sepulangnya dari umrah. Tiga rumah terkait dirinya juga digeledah di Makassar pada 15 September.
Nur yang selebgram itu selama ini dikenal sebagai pengusaha kosmetik. Postingan di TikTok dan Instagramnya kerap menampilkan foto-foto mewah di luar negeri, termasuk barang bermerek semisal GUCCI.
Selebgram Makassar, Nur Utami, jadi tersangka kasus pencucian uang sindikat narkoba Fredy Pratama. Foto: Instagram/@nurutami.s
Nur adalah istri Saru, pengendali peredaran narkoba di Sulsel. Nur dan Saru berkenalan saat Saru masih mendekam di lapas narkotika. Setelah Saru bebas, keduanya lantas menikah.
“Setelah menikah, di tengah jalan suaminya balik lagi berbisnis narkoba,” kata Kombes Jayadi.
Selain Nur, selebgram Palembang Adelia Putri Salma telah lebih dulu ditangkap polisi pada 26 Agustus. Di medsosnya, Adelia kerap mengunggah diri sedang menaiki mobil mewah, mengenakan pakaian berjenama, hingga melakoni olahraga “mahal” seperti berkuda dan menembak.
Kini, Adelia dijuluki “Ratu Narkoba”. Seperti Nur, Adelia juga membeli barang dan aset-aset mewahnya dari hasil perdagangan narkotika sang suami, Khadafi alias David. Padahal, suaminya mendekam di lapas sejak 2017 karena kedapatan memiliki narkotika.
Nama David muncul lagi di kasus narkoba ketika pada Maret 2023 polisi menangkap seseorang bernama Fajar Reskianto. Fajar menyebut mendapat 10 kg sabu dari David.
“[David] kaki tangan yang berhubungan dengan Kif, pengendali operasional [wilayah barat]. Ia pernah berhubungan dengan Kif, membawa barang, kemudian divonis dan dibawa ke Nusakambangan,” kata Kombes Jayadi.
Sebelum mendekam di Nusakambangan, David sempat ditahan di Lapas Narkotika Banyuasin, Sumatera Selatan, dan Lapas Narkotika Bandar Lampung.
Adelia Putri Salma dan suaminya, David. Foto: Dok. Istimewa
Kepada polisi, Adelia dan Nur mengaku tahu tentang bisnis narkotika suami mereka. Uang hasil penjualan narkoba itulah yang dipakai keduanya membeli berbagai barang yang kemudian dipamerkan di medsos.
Hobi pamer barang mewah itu pula yang salah satunya membuat polisi dapat membongkar kasus jaringan narkoba ini.
“Kami bisa buktikan hasil penjualan narkoba itu masuk ke istrinya karena kemudian mereka itu jadi selebgram,” ujar Jayadi.
Kini polisi telah menyita sejumlah aset mereka. Dari Adelia, telah disita barang mewah, 4 buah rumah, 1 Alfamart, dan 13 unit mobil, di antaranya mobil Jaguar dan Alphard. Sementara dari Nur Utami, telah disita mobil dan perhiasan senilai total Rp 7 miliar.
Ilustrasi: Adi Prabowo/kumparan
Kriminolog Universitas Indonesia Prof. Adrianus Meliala mengatakan, tidak ada kejahatan yang sempurna. Menurutnya, kejahatan gembong narkotika internasional sekalipun bisa terungkap melalui hal-hal bodoh yang dilakukan tanpa sadar oleh para istri selebgram sang bandar.
“Bayangkan uang segitu banyak dari hasil kejahatan kok malah ditampilkan. Itu kan bodoh. Saya menduga ini bukan bagian dari TPPU yang sebenarnya, tapi karena [selebgram istri bandar itu] sudah merasa berada di zona nyaman, kewaspadaan menjadi berkurang,” kata Adrianus kepada kumparan, Kamis (21/9).
Meski demikian, imbuhnya, ada kemungkinan lain yang bisa dialami, yakni apakah para selebgram terkait lewat postingannya menyisipkan kode rahasia di kalangan pelaku kejahatan. Kode itu bisa saja sengaja ditaruh di medsos yang merupakan ruang publik untuk menghindari kecurigaan polisi.
“Bisa juga ada interaksi di chat Instagramnya,” ujar Adrianus.
Kriminolog UI Prof. Adrianus Meliala. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Dalam rangkaian penangkapan jaringan Fredy ini, menurut Adrianus, polisi tidak menggunakan metode “pukul kepala ular”, melainkan “bermain anak tangga”, yakni metode menangkap gembong narkoba dari kaki tangan di bawahnya dengan mengorek tiga hal.
“Pertama, mengetahui sifat bosnya. Kedua, mengetahui kaki tangan yang lain. Ketiga, mengetahui sisa dana yang dimiliki si bos untuk memperkirakan apakah ia masih bisa dagang narkoba dan sejauh mana uang itu bisa dipakai untuk membeli penegak hukum guna meloloskan diri,” kata Adrianus.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyatakan, selama gembong Fredy Pratama tak ditangkap, maka operasi narkobanya kemungkinan masih berjalan.
“Problemnya kan ada kesulitan tersendiri untuk menangkap Fredy karena dia ada di luar negeri. Selama dia belum tertangkap, intensitas [penindakan narkoba] di dalam negeri harus lebih masif lagi,” ujar Bambang.
Sosok Fredy Pratama dipampang dalam konpers di Mabes Polri. Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ia meyakini ada lapisan gembong narkoba yang lebih tinggi dibandingkan para tersangka sindikat Fredy Pratama. Itu sebabnya ia mengusulkan agar kepolisian tak menyasar pengguna atau jaringan operator narkoba kecil.
Penindakan saat ini kebanyakan masih menyasar peredaran narkotika di hilir sehingga Bambang berpendapat perlu untuk membersihkan jalur distribusi narkoba di bagian tengah, bukan cuma di hilir (pengedar) dan hulu (gembong).
“Karena jaringan itu akan hilang satu tumbuh seribu, silih berganti personelnya. Memang sekarang mungkin sebagian tiarap, tapi itu akan muncul lagi dengan oknum yang berbeda,” ujarnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten