Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Jatah Menteri ‘Perubahan’ di Kabinet Keberlanjutan Prabowo
28 Oktober 2024 14:15 WIB
·
waktu baca 8 menitSembilan hari sebelum Prabowo Subianto dilantik menjadi presiden, sejumlah pimpinan tinggi Partai Keadilan Sejahtera bertandang ke kediaman pribadi Prabowo di Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sore itu, 11 Oktober 2024, elite PKS diwakili Ketua Dewan Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufri, Plh. Presiden PKS Ahmad Heryawan, Sekjen Aboe Bakar Al-Habsyi, dan Ketua DPP Jazuli Juwaini menemui Prabowo atas undangan presiden terpilih RI itu.
Dalam pertemuan itu, Prabowo menindaklanjuti kehendak PKS yang berkomitmen gabung ke pemerintahannya.
Dalam komunikasi intens Prabowo-PKS sebelumnya, Prabowo sudah mengosongkan jatah satu kursi menteri untuk PKS. Maka dalam pertemuan lanjutan tersebut, Prabowo tiba pada pertanyaan, siapa sosok yang bakal diutus PKS untuk mengisi kursi itu?
“Pimpinan kami menyampaikan, merekomendasikan Prof. Yassierli untuk membantu [Prabowo],” kata Juru Bicara PKS Muhammad Kholid kepada kumparan, Jumat (25/10).
Prabowo mencermati profil sosok tersebut. Yassierli merupakan Guru Besar (Profesor) di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung. Ia merupakan pakar ergonomi yakni cabang ilmu yang mempelajari interaksi manusia dengan elemen lain dalam suatu sistem lingkungan kerja.
Sederet proyek-proyek yang pernah dikerjakan Yassierli berkaitan dengan kenyamanan hingga keselamatan di lingkungan kerja atau perusahaan.
Saat itulah Prabowo berucap, “Wah PKS ternyata mengajukan jaringan kalangan profesional. Ini sangat cocok sekali dengan posisi yang kami tawarkan.”
Yassierli pun dipanggil Prabowo ke Kertanegara pada Senin, 14 Oktober. Enam hari kemudian, Minggu (20/10), Prabowo mengumumkan Yassierli sebagai Menteri Ketenagakerjaan.
Seorang sumber di kalangan parpol menyebut meski tampak dari profesional, Yassierli disebut merupakan kader PKS. Namun Kholid membantah Yassierli memiliki Kartu Tanda Anggota PKS. Yassierli diklaim hanya berhubungan baik dengan parpol berkelir oranye itu.
Salah satu alasan kenapa PKS mengajukan kalangan profesional ketimbang kader partainya sendiri, menurut Kholid, karena Prabowo ingin membentuk kabinet zaken yang diisi sosok-sosok kompeten, profesional, dan berintegritas. Bagi PKS, Yassierli masuk dalam kategori dan keahliannya sesuai dengan keinginan Prabowo.
“Pak Prabowo respect sekali dengan pilihan yang diambil oleh PKS. Jadi kami ingin memegang fatsun politik, juga ingin memberikan pilihan yang terbaik di posisi itu,” ujar anggota Komisi XI DPR RI itu.
Gugur di Pilpres, Bersemi di Kabinet
Setelah gelaran Pilpres 2024 usai, Prabowo yang menumbangkan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo mengajak kekuatan partai politik–baik kawan maupun lawan–menjadi bagian pemerintahannya.
Dalam beberapa kesempatan sebelum dilantik, Prabowo kerap mengucapkan bahwa sesama elite mesti saling berkolaborasi dan kerja sama. Ia bahkan menyebut oposisi di pemerintahan merupakan budaya luar negeri.
Prabowo pun mengajak partai-partai di koalisi perubahan–NasDem, PKS, dan PKB–yang sebelumnya mendukung Anies untuk masuk di kabinetnya. Prabowo disebut menawari PKS terlebih dahulu untuk bergabung ke pemerintahan.
“Kita dulu sekutu, teman seperjuangan. Ya masuklah [ke pemerintahan] kita sudah menang, masuklah jangan di luar lagi. Kita sekutu ngapain di luar,” ujar Prabowo seperti ditirukan Kholid.
Hubungan Prabowo dan PKS memang bukan cerita baru. Sebab pada 2014 dan 2019, PKS memang pernah mengusung eks Danjen Kopassus itu sebagai calon presiden kala melawan Jokowi.
Menurut Kholid, hubungan PKS dengan Prabowo bersifat sangat informal lantaran kedua entitas politik itu pernah bekerja sama yang disebutnya hingga “berdarah-darah” di luar pemerintahan.
Karena sejarah perjuangan bersama itulah yang membuat Musyawarah Majelis Syura mengamanatkan DPP PKS agar mendukung keberhasilan pemerintah Prabowo-Gibran, termasuk mendukung program-programnya dan gabung ke kabinet.
Bagi PKS, hubungan kebatinan dengan Prabowo sudah terjalin lama. Bahkan saat Pilpres 2024, hubungan PKS-Prabowo diklaim baik meski PKS beda jalan mendukung Anies Baswedan.
Sikap PKS berbeda dengan pada saat Jokowi menjabat. Sebab pada saat itu Majelis Syuro sudah menetapkan DPP PKS agar menjadi kekuatan penyeimbang pemerintahan di kubu oposisi. Menurut Kholid, tak ada alasan kuat bagi PKS menolak bergabung ke pemerintahan Prabowo karena sudah dua kali mendukungnya di Pilpres 2014 dan 2019.
“Ketika diajak kita tidak ada halangan sedikit pun untuk bisa menolak itu. Konteksnya beda [dengan era Jokowi] ada nilai historis antara kita dengan Prabowo dan itu yang paling kuat jadi alas untuk kita masuk ke sana,” ucap Kholid.
NasDem Memilih di Luar Kabinet
Bertemu 3 kali dengan Prabowo membahas menteri, Ketua Umum NasDem Surya Paloh akhirnya memutuskan langkah yang berbeda dengan PKS dan PKB. Dua partai yang sebelumnya bersama NasDem di koalisi perubahan tersebut mengambil jatah menteri yang ditawarkan Prabowo. PKB mendapat 2 kursi menteri dan 1 wamen, sementara PKS mendapat 1 kursi menteri via jalur profesional.
Keputusan NasDem tak ambil bagian di kabinet nampak saat pemanggilan calon menteri dan wakil menteri oleh Prabowo ke Kertanegara pada 14-15 Oktober 2024. Tidak ada kader NasDem yang terlihat selama 2 hari itu.
Namun saat Prabowo memanggil para ketua umum partai politik Koalisi Indonesia Maju Plus ke Kementerian Pertahanan pada Kamis (17/10), Surya Paloh menjadi salah satu yang menghadiri panggilan itu. Surya datang dan pulang paling awal sebelum lima ketum parpol lain hadir.
Dalam momentum tersebut, Kholid menjelaskan bahwa semua parpol koalisi Prabowo diundang dalam rangka konsolidasi sebelum pelantikan Prabowo. Acara itu juga jadi momentum untuk mengucapkan selamat ulang tahun ke-73 bagi Prabowo seraya menyampaikan pesan soliditas.
“Beliau menyampaikan pentingnya soliditas koalisi di kabinet dan di DPR atau parlemen, termasuk bagaimana memastikan pemerintah ke depan berjalan baik,” kata Kholid.
Surya Paloh menyebut meski partainya tak berada di dalam kabinet, NasDem akan tetap mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Langkah itu diklaim sebagai moral pendidikan politik agar persepsi tentang parpol tidak dianggap semata-mata mengejar kekuasaan.
“Tidak ada ruang konsistensi idealisme dan kejujuran di sana. Nah ini yang ingin dibuktikan oleh NasDem, walau pun belum tentu juga masyarakat percaya,” kata Surya pada hari pelantikan Prabowo di MPR RI, Jakarta, Minggu (20/10).
Di Balik Langkah NasDem dan PKS
Analis komunikasi politik Universitas Brawijaya, Anang Sujoko, mensinyalir ada proses negosiasi politik yang tidak klop antara PKS dan NasDem dengan Prabowo di balik keputusannya masing-masing.
Salah satu skenario yang dapat terjadi, menurut Anang, PKS dan NasDem melirik posisi di kementerian tertentu, tetapi tim Prabowo telah menempatkan posisi-posisi kunci kepada parpol yang lebih dulu masuk KIM.
Pada kasus PKS, bisa jadi calon menteri yang dikirim ke Prabowo terdiri dari banyak nama. Anang menilai kenapa justru Yassierli yang ditunjuk–padahal notabene bukan kader PKS–lantaran nama satu ini sesuai dengan pos yang tersedia.
“Bisa jadi rekomendasi dari tokoh partai ini [Yassierli] menyesuaikan dengan curriculum vitae yang ada. Kemungkinan CV-nya bagus, tapi ternyata pos yang sesuai sudah terisi oleh calon kader parpol [lain] yang lebih kuatlah. Tapi karena menurut Prabowo ini adalah orang kompeten, maka bisa digeser ke pos lain,” kata Anang.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, juga menilai langkah PKS tampak anomali. Sebab PKB yang sekoalisi dengan PKS di Pilpres 2024 langsung mengirim kader utamanya, Ketua Umum Muhaimin Iskandar, sebagai menteri koordinator.
Agung berpendapat, jatah PKS yang hanya mendapat 1 kursi menteri lantaran sudah ada kompensasi bagi partai dakwah itu di bagian lain. Di antaranya terkait posisi calon Wagub DKI Jakarta yang diberikan ke kader senior PKS, Suswono, mendampingi cagub dari KIM Plus, Ridwan Kamil. Ada pula isu lainnya mengenai penggantian biaya logistik Pemilu 2024 yang telah dibantah PKS.
Sementara itu Ketua Harian DPP PKB, Ais Syafiyah Ashfar, menyatakan alasan partainya menerima kursi menteri kabinet karena tantangan berat 5 tahun ke depan di bidang ekonomi dan sosial.
“PKB memutuskan bergabung dalam kabinet Pak Prabowo sebagai bentuk kolaborasi anak bangsa dalam memecahkan tantangan-tantangan tersebut,” ucap Ais.
Agung menambahkan, anomali juga tampak pada NasDem yang memutuskan berada di luar kabinet. Menurut Agung, ada posisi strategis yang tidak didapat sehingga NasDem memilih keputusan tersebut.
“Saya melihat memang ini soal tarik-menarik kepentingan yang ada di dalam internal kabinet maupun di panggung belakang politik kita,” ujar Agung.
“NasDem dan PKS pada posisi yang sama, tapi penyikapannya berbeda. Kalau NasDem mending tidak sama sekali kalau tidak sesuai [pos yang dikehendaki]. [Sementara] PKS bisa jadi [tetap diambil] daripada tidak punya akses birokrasi sama sekali. Kemenaker sekalipun dianggap sebagai kementerian yang strategis bagi PKS,” timpal Anang Sujoko.
Agung menduga posisi strategis yang tak didapat NasDem yakni pos kementerian/lembaga terkait isu hukum. NasDem disebut cukup terpukul usai 2 kader mereka, Menkominfo Johnny G Plate dan Mentan Syahrul Yasin Limpo, terjerat kasus korupsi di kabinet Jokowi periode 2019-2024
Kondisi ini berbeda dengan kabinet Jokowi 2014-2019. Saat itu tidak ada menteri dari NasDem yang terjerat kasus hukum lantaran posisi Jaksa Agung dijabat kader NasDem, HM Prasetyo.
Walau demikian, politikus senior NasDem Saan Mustopa menyatakan partainya memang sejak awal tidak mengejar kursi di kabinet Prabowo karena tahu diri.
“Ini soal etika dan kepantasan karena memang NasDem bukan partai pendukung. Sehingga kalau misalnya NasDem ribut soal kabinet rasanya kurang pas,” ucap Wakil Ketua DPR itu.
Agung menyebut, selain alasan pragmatis, penolakan NasDem masuk ke kabinet memang bisa didasari oleh alasan ideologis seperti politik anti-mahar untuk menguatkan citra sebagai partai yang tidak transaksional. Hal ini dapat berdampak positif ke NasDem pada pemilihan umum selanjutnya.
“[Citra] NasDem bisa terjaga, karena dengan kondisi di mana kemarin berbalik arah mendukung Prabowo-Gibran hari ini [padahal Pilpres usung Anies] itu bisa menjadi bumerang juga,” tutup Agung.