Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Jatuh Bangun Pavel Durov Lawan Otoritas Lewat Telegram
18 Juli 2017 14:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
VKontakte buatannya dulu dituduh membela kelompok oposisi dan subversif kepada pemerintah Rusia. Kemudian, Telegram yang juga dibuatnya dituduh menjadi alat praktis bagi teroris dalam melaksanakan aksi. Bagaimana sesungguhnya perjalanan seorang Pavel Durov, CEO Telegram, sampai ke titik ini?
ADVERTISEMENT
Layaknya mereka yang berbakat wahid, kehidupan Durov penuh kontroversi. Tembok demi tembok normalitas dilabraknya: kenormalan-kenormalan yang mewujud pada tunduknya individu terhadap norma khayali buatan otoritas.
Hal tersebut sudah dimulainya sejak masa sekolah. Di SMA, ia meretas jaringan komputer sekolah. Layar selamat datang di semua komputer sekolah ia ganti dengan foto salah seorang guru yang paling tak ia sukai. Tersemat tulisan singkat: Must Die.
Pihak sekolah berkali-kali memutus akses Durov, meski Durov berkali-kali pula meretasnya apapun password yang diganti-gunakan pihak sekolah. Kemampuan coding Durov sudah luar biasa sejak masa mudanya.
Bukan berarti Durov kini sudah tua. Usianya baru menginjak angka 32. Ia lahir di Leningrad (kini St. Petersburg), meski menghabiskan masa kecilnya di Turin, Italia.
ADVERTISEMENT
Durov baru kembali ke tanah kelahirannya setelah menamatkan pendidikan dasar, dan akhirnya menjadi sarjana filologi (ilmu soal bahasa dan kebudayaan) di Saint Petersburg State University.
Lalu bagaimana ceritanya seorang sarjana menjadi penemu aplikasi kirim-terima pesan Telegram yang kini heboh itu?
Seperti yang ditunjukkannya sejak SMA, kemampuan coding Durov sungguh tiada banding. Dan ia paham betul akan hal ini: semasa SMA, ia pernah berseloroh ke temannya, “Aku ingin jadi ikon internet.”
Hanya 15 tahun kemudian, keinginannya tercapai.
Nama Pavel Durov mulai dikenal khalayak luas pada 2006. Lulus dari jurusan filologi, ia justru memulai menyutradari VKontakte, sebuah website media sosial terbesar di Eropa.
VKontakte, diakui Durov, banyak dipengaruhi oleh perkembangan Facebook. Namun, VKontakte punya pasar sendiri. Ia begitu populer di Eropa Timur, terutama di negara-negara yang masih memakai Rusia sebagai bahasa utama.
ADVERTISEMENT
Dalam sekejap, Durov dan dan kakaknya, Nikolai Durov --seorang programer dan ahli matematika-- membuat VKontakte sukses besar. Tahun 2011, nilai VKontakte sudah mencapai 3 miliar dolar AS.
Namun, kesuksesan Durov bersaudara bukan tanpa masalah. Kalau sekarang Telegram buatan Durov-Durov bermasalah buat otoritas, akarnya sudah terlihat sejak kedua kakak beradik tersebut masih mengasuh VKontakte.
Durov tak pernah memandang baik otoritas berkuasa. Baginya, negara --atau apapun bentuk otoritas itu-- adalah makhluk asing yang cuma mau ikut campur masalah orang banyak.
Pandangan tersebut, meski tergolong radikal, cukup bisa dipahami. Ia berada di Rusia, yang merupakan negara semi-totalitarian dengan mantan KGB sebagai presiden dan telah berada di pucuk politik negara selama lebih dari 17 tahun--Yang Mulia Vladimir Putin.
ADVERTISEMENT
Seperti negara totalitarian yang baik, sikap paranoid ke masyarakat dipertahankan betul oleh Rusia. Bahkan tahun 2016, Rusia mengenalkan undang-undang baru yang intinya: penyedia jasa telekomunikasi di negara itu wajib merekam isi komunikasi penggunanya dan wajib menyerahkan catatan tersebut ke pemerintah apabila diminta.
Atas legislasi baru itu, Durov muak betul.
Sebelum lahir undang-undang baru itu saja, kekuasaan Rusia sudah ikut campur dalam komunikasi warganya. Tahun 2011 misalnya, Durov pernah dikepung kepolisian. Ia dipaksa untuk menghapus laman VKontakte partai oposisi Putin di pemilihan parlemen. Durov menolak.
Pada 16 April 2014, campur tangan negara muncul lagi. Durov dipaksa oleh pihak keamanan Rusia untuk memberikan data orang-orang yang memprotes aneksasi Rusia ke Ukraina. Durov juga diminta untuk memblokir laman Alexei Navalny --aktivis anti korupsi yang kerap mengecam kebijakan Putin.
ADVERTISEMENT
Alih-alih patuh, Durov malah mengunggah perintah dari pemerintah Rusia itu dan menyebutnya perintah yang tak punya dasar hukum.
Lima hari kemudian, sikap keras itu memberikan dampak langsung pada Durov. Ia dipecat sebagai CEO VKontakte --sejak 2013, saham mayoritas perusahaan tersebut sudah ia jual ke Ivan Tavrin, pemilik perusahaan surel besar Rusia mail.ru.
Durov menyebut VKontakte sudah dimiliki para pendukung Putin, juga menyebutnya melanggar semangat privasi yang ditawarkan VKontakte pada awalnya.
Sejak saat itu, Pavel Durov meninggalkan Rusia. Ia menuju Saint Kitts and Nevis, negara persemakmuran yang ada di Perairan Karibia. Di situ, ia mendapatkan status kewarganegaraan dan memulai usaha baru, Telegram.
“Aku akan pergi dari Rusia dan tak punya rencana kembali ke negara ini,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Telegram yang ia buat punya semangat yang jelas: privasi. Hal ini, mengingat perjalanan hidupnya di Rusia, tak mengejutkan. Ia berjanji akan memastikan Telegram aman dari gangguan pihak ketiga.
Caranya? Data pengguna diinkripsi dan disimpan ke beberapa jurisdiksi negara. Ini membuat pihak ketiga akan kesulitan untuk mengakses keseluruhan data. Selain itu, Telegram juga menawarkan opsi pengiriman pesan yang mampu menghancurkan diri secara otomatis, data-data dari percakapan ini tak akan bisa dikembalikan ketika sudah hancur.
Di masa pembuatannya, Durov yang masih memiliki tabungan 300 juta dolar AS setelah dipecat dari VKontakte, menghabiskan satu juta dolar AS per bulannya untuk membuat Telegram. Meski begitu, kini nilai Telegram ditaksir mencapai 7 miliar dolar AS. Namun, Durov tetap bersikeras “profit tak akan pernah menjadi tujuan Telegram.” Privasi dan kebebasan memang mungkin lebih mahal.
ADVERTISEMENT