Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Jejak Komando Gabungan TNI yang Akan Diaktifkan Jokowi Hadapi Teroris
17 Mei 2018 14:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Serangkaian aksi teror yang terjadi dalam satu pekan terakhir mendorong Presiden Joko Widodo mengaktifkan Komando Operasi Pasukan Gabungan Khusus (Koopssusgab ) TNI. Keputusan mengaktifkan gabungan pasukan elite TNI itu mencuat di saat pemerintah dan DPR tengah merampungkan RUU Antiterorisme .
ADVERTISEMENT
Gagasan pengaktifan pasukan gabungan itu datang dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang membentuk Koopssusgab saat menjabat Panglima TNI. Menurut Moeldoko, pasukan gabungan ini mampu menanggulangi teror dalam tempo yang cepat di seluruh Indonesia.
“Untuk Komando Operasi Khusus Gabungan TNI sudah disetujui oleh Presiden dan diresmikan kembali oleh Panglima TNI,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (16/5).
Koopssusgab didirikan pada 9 Juni 2015 atas inisiasi Moeldoko yang kala itu segera pensiun sebagai Panglima TNI pada 1 Agustus 2015.
Keputusan Moeldoko untuk membentuk pasukan gabungan tersebut sempat dikritik sejumlah pihak. Bukan hanya karena pada masa itu tak ada serangan teroris yang signifikan, tetapi juga karena keputusan itu diambil di hari-hari akhir masa jabatannya.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya di Istana Kepresidenan, Rabu (16/5), Moeldoko mengakui bahwa dia sempat mendirikan pasukan gabungan tersebut. Namun, kata dia, saat ini pasukan itu sudah dibekukan. Meski dia tak secara rinci menjelaskan apa alasan di balik pembekuan tersebut.
“Awal pembentukannya itu saya yang membentuk. (Namun) beberapa saat kemarin dibekukan, saat ini (akan) dihidupkan kembali,” jelas Moeldoko.
Jejak Koopssusgab pada masa Moeldoko
Mengutip laman tni.mil.id, Kamis (17/5), disebutkan bahwa peresmian pembentukan Koopssusgab dilakukan di silang Monas, Jakarta Pusat, Senin (9/6/2015). Dalam peresmian itu, Panglima TNI Moeldoko bertindak sebagai Inspektur Upacara.
Dalam sambutannya kala itu, Moeldoko mengatakan, satuan Koopssusgab TNI mengintegrasikan operasionalisasi Kopassus (TNI AD), Denjaka (TNI AL) dan Denbravo (TNI AU). Pengintegrasian pasukan elite dari masing-masing angkatan militer itu dipandang dapat menjadi kekuatan Koopssusgab TNI sebagai pasukan standby force.
ADVERTISEMENT
“Pembentukan Koopssusgab TNI adalah realisasi dari tanggung jawab TNI kepada negara dan pemerintah atas kesiapsiagaan TNI, dengan tingkat kecepatan tinggi terhadap tugas-tugas berderajat cepat dan segera”, tegas Jenderal TNI Moeldoko.
Tampuk kepemimpinan Koopsusgab sendiri akan digilir secara bergantian selama enam bulan. Enam bulan pertama dipimpin oleh Danjen Kopassus (AD), enam bulan kedua Dankomarinir (AL), bulan kemudian dipimpin Dankorpaskhas (AU), dan seterusnya.
"Sekarang Danjen Kopassus, kemudian enam bulan kedua Dankomarinir, dan selanjutnya dipimpin Dankorpaskhas," ujar Moeldoko.
Bersamaan dengan peresmian pembentukan pasukan baru tersebut, Moeldoko juga menunjukkan kekuatan pasukan gabungan itu dalam Latihan Penanggulangan Anti Teror (Latgultor) di Hotel Borobudur dan Gedung Ditjen Kekayaan Negara, Jakarta Pusat.
Beberapa material tempur dilibatkan dalam Latgultor tersebut, mulai dari Helikopter Super Puma dari Skadron Udara 6 Lanud Atang Senjaya, Bell TNI AL, dan MI-35 Puspenerbad serta berbagai material tempur lainnya.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 90 orang terbaik dari angkatan militer, kata Moeldoko, menjadi anggota dari pasukan gabungan militer tersebut. Mereka akan siaga di wilayah Sentul dengan terus berlatih dan belajar. Pasukan tersebut disiapkan untuk diterjunkan dalam proses penanggulangan antiteror.
"Mereka posisinya status operasi dalam hitungan detik bisa digerakkan," ujar Moeldoko seperti dikutip dari Antara, Senin (9/6/2015).
Meski di atas kertas Koopssusgab akan menjadi satuan kekuatan yang luar biasa, pasukan yang dibentuk Moeldoko itu tak pernah menangani aksi melawan teroris sama sekali. Hasil pencarian dari publikasi yang ada di laman tni.mil.id, menunjukkan bahwa kiprah Koopssusgab hanya terlihat pada masa pelantikannya saja.
Terdapat dua berita mengenai kata kunci Koppssusgab di laman tni.mil.id. Berita pertama berjudul “Korpaskhas Siapkan Prajuritnya Hadapi Aksi Teror” yang dipublikasikan pada 8 Juni 2015. Sementara berita kedua berjudul “Panglima TNI Resmikan Komando Operasi Khusus Gabungan TNI” yang dipublikasikan pada 9 Juni 2015.
ADVERTISEMENT
Saat dibentuk pertama kali pada 2015 itu, kumparan tak berhasil menemukan Keputusan Panglima dalam pembentukan pasukan baru tersebut. Meski demikian, wewenang membuat pasukan itu memang dimiliki panglima sesuai dengan Pasal 12 (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.
Pasukan Elite Tiga Matra TNI
Kekuatan yang dimiliki Koopssusgab tidak bisa dianggap remeh. Kombinasi pasukan khusus terbaik dari angkatan darat, laut dan udara tentu dapat menciptakan imajinasi tersendiri mengenai kekuatan super militer. Berikut merupakan gambaran Kopassus, Denjaka, dan Satbravo:
1. Kopassus
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) merupakan pasukan elite yang dimiliki TNI AD. Tak mudah bagi tentara AD untuk dapat menjadi bagian darinya. Selain proses seleksi yang ketat, kemampuan fisik juga jadi penilaian tersendiri.
Anggota Kopassus dituntut untuk mampu bergerak cepat, menembak secara akurat, pengintaian, hingga tahan banting untuk diterjunkan di segala kondisi medan. Konon, kemampuan tempur 1 orang anggota Kopassus setara dengan 8 orang tentara reguler.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2008, Kopassus dinobatkan oleh Discovery Channel elite terkuat ketiga dunia. Peringkat tersebut di bawah SAS dari Inggris yang menempati posisi pertama, disusul MOSSAD dari Israel di posisi kedua.
2. Denjaka
Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) merupakan pasukan elite yang dimiliki TNI AL. Seperti halnya dengan Kopassus, tak mudah bagi seorang tentara untuk masuk ke dalam pasukan elite ini. Denjaka terdiri dari gabungan personel Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Batalyon Intai Amfibi (Taifib)
Anggota Denjaka dipersiapakan menjadi satuan antiteror di laut. Mereka bahkan mampu melepaskan diri di laut saat tangan dan kaki diikat. Kemampuan menyelam yang mereka miliki juga menjadi keistimewaan tersendiri. Konon, satu anggota Denjaka setara dengan 120 tentara biasa.
ADVERTISEMENT
3. Satbravo
Jika Kopassus dan Denjaka merupakan pasukan elite di darat dan di laut, maka Satuan Bravo (Satbravo) 90 Paskhas merupakan pasukan elite di udara.
Anggota Satbravo bertugas melaksanakan operasi intelijen, melumpuhkan alutsista atau instalasi musuh dalam mendukung operasi udara dan penindakan teror bajak udara serta berbagai operasi terkait lainnya. Konon kemampuan tempur 1 prajurit sebanding dengan 5 prajurit reguler.
Koopssusgab dan tindak pemberantasan terorisme
Selama ini, tindak pemberantasan terorisme dilakukan oleh kepolisian melalui Densus 88. Adanya UU No 15 tahun 2003 dandiperkuat oleh Skep.Kapolri No. 30/VI/2003 menjadikan Densus 88 sebagai lembaga yang berwenang untuk menyelidiki dan memberantas terorisme.
Meski demikian, kewenangan memberantas terorisme bukan satu-satunya yang dimiliki lembaga Densus 88. Sebab, dalam Pasal 7 Ayat (2) UU No 34 tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa TNI juga dapat berperan dalam mengatasi aksi terorisme.
ADVERTISEMENT
Dalam ayat selanjutnnya, pasal 7 (3), disebutkan bahwa kewenangan memberantas terorisme itu diatur berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Dalam upaya pembentukan Koopssusgab pada 2015 lalu, kumparan belum menemukan jejak digital dasar hukum berupa Keputusan Panglima maupun Keputusan Presiden dalam pembentukan pasukan gabungan tersebut. Kendati demikian, Komisi I DPR pada waktu itu berencana untuk mengkaji kedudukan antara Densus 88 milik polri dan Koopssusgab TNI bersama Panglima TNI.
Untuk saat ini, dalam revisi UU 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, keterlibatan TNI terbatas dalam menangani terorisme. Hal itu sebetulnya menunjukkan bahwa diperlukan adanya Keputusan Presiden (Keppres) atau bahkan pencantuman wewenang TNI di dalam revisi UU terorisme yang baru.
ADVERTISEMENT