Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Jelajah Batang Toru: 4 Hari Mendaki Medan Terjal dengan Boots Karet
9 Desember 2018 8:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Saya memang hobi menjelajah alam, meski fisik tak kuat-kuat amat. Sehingga saat ada tawaran dari Koordinator Liputan untuk ikut forest camp, tanpa pikir panjang, saya langsung setuju.
ADVERTISEMENT
Acara forest camp ini merupakan undangan dari Hutan Itu Indonesia (HII) yang tengah menggelar ekspedisi #ceritadarihutan. Tim kami kebagian menjelajah hutan Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara, ditemani LSM Yayasan Ekosistem Lestari/Sumatran Orang Utan Conservation Programme (YEL/SOCP). Ada juga tim lain yang bertugas menjelajah hutan berbeda di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Aceh.
“Hutan Itu Indonesia adalah sebuah gerakan yang percaya akan kekuatan pesan positif untuk meningkatkan kesadaran pentingnya hutan untuk kita, tanpa harus menyuarakan kebencian,” kata anggota HII, Christian Nataliea, di Desa Pandan, Tapanuli Tengah, Minggu (2/12).
Tian yakin, ketimbang menggaungkan suara-suara sinis, masih banyak hal-hal positif yang bisa dibagi kepada publik tentang hutan. Seperti keindahan alam liarnya, keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, hingga peran penting hutan bagi kehidupan manusia. Hal itu jugalah yang membuat HII memilih hutan Batang Toru sebagai salah satu lokasi forest camp.
Hutan Batang Toru sangat menarik karena merupakan habitat satwa langka Orang Utan Pongo Tapanuliensis. Primata endemik ini belum lama teridentifikasi sebagai spesies baru, namun sayangnya kini sudah terancam punah (critically endangered). Jumlahnya hanya sekitar 800 ekor saja dan hanya ada di Harangan Tapanuli (sebutan hutan Batang Toru dalam bahasa Batak).
ADVERTISEMENT
Sebelum berangkat, saya sebenarnya agak gelisah karena tak menemukan referensi detail mengenai jalur penjelajahan hutan yang akan kami lalui untuk menuju Camp Mayang, titik awal acara forest camp ini. Beberapa artikel hanya menyebutkan bahwa perjalanan menuju Camp Mayang memakan waktu 6 jam tanpa disertai detail kondisi medan. Pikir saya, ini mungkin tidak lebih berat dari mendaki Gunung Gede, Jawa Barat.
Dan menurut senior yang berasal dari Tapanuli, medan hutan Batang Toru cukup landai. Jadi saya tenang meski saat itu persiapan fisik kurang maksimal. Maklum, saya baru pulang dari Solo malam harinya, dan besok paginya langsung terbang ke Silangit, Tapanuli Utara. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat sekitar 3 jam menuju Desa Pandan, Tapanuli Tengah. Dari situ kami masih harus naik mobil pikap selama 1,5 jam menuju desa terakhir, Desa Es Kalangan II di Tapanuli Selatan, pintu masuk hutan Batang Toru.
Setibanya di lokasi, Senin (3/12), saya baru menyadari ternyata senior saya salah besar. Kami, tim yang berisi 9 orang dari lintas kalangan, sepakat menyebut bahwa medan hutan Batang Toru tergolong ekstrem. Bayangkan, kami harus mendaki medan terjal dan curam sejauh sekitar 15 km naik-turun dengan kondisi tanah berlumpur tebal. Kedalaman lumpur mampu membuat sepatu boots karet kami berkali-kali menancap dan terlepas dari kaki.
ADVERTISEMENT
Ini pertama kalinya saya mendaki medan terjal dalam waktu lama dengan sepatu boots karet. Biasanya, mendaki pakai sepatu trekking nyaman tapi tak dilapisi vibram saja, saya ogah. Untungnya kali ini ada 3 porter perkasa yang siap membantu memikul barang bawaan kami.
Tak terhitung lagi berapa banyak luka dan lecet di badan. Dari lecet di jari kaki karena gesekan dengan sepatu boots, lecet di tangan karena salah bertumpu pada tumbuhan berduri, hingga berkali-kali digigit pacet atau lintah. Teman saya lebih sial lagi, ada yang lutut nyeri, keseleo, hingga kram kaki.
Sebetulnya karakter hutan Batang Toru sama seperti hutan-hutan di Pulau Jawa, yakni hutan hujan tropis. Hanya saja hutan ini lebih lebat, alami, dan masih banyak dihuni binatang-binatang liar seperti Siamang, kucing hutan, harimau Sumatera, tapir, dan lain-lain. Banyak juga jenis flora yang belum terindentifikasi dan menjadi bahan penelitian.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan saya banyak mencicipi buah-buahan hutan. Dari arbei hutan, beberut, hingga buah-buahan lain yang kami belum tahu namanya. Khas tumbuhan hutan, kebanyakan buah-buahan itu rasanya asam atau kebas.
Saya juga mencicipi makanan favorit Orang Utan. Bentuknya lucu, seperti pesawat UFO. Ada juga buah yang bentuknya rumit, seperti monster di game Pokemon Go.
Kami banyak menyeberangi sungai-sungai jernih yang mengalir deras, dan saya hampir selalu menyempatkan meneguk airnya. Sungguh menyegarkan.
Setelah berjalan kaki selama 6 jam dengan beberapa kali istirahat, akhirnya kami tiba juga di Camp Mayang. Camp itu berupa 5 pondokan yang terbuat dari kayu beratapkan jerami. Di bagian utamanya, pondokan itu dilapisi terpal berwarna biru.
Untuk mencapainya, kami masih harus kembali menyeberangi sungai. Airnya begitu jernih dengan banyak ikan di dalamnya. Dari sungai inilah kami memasak, minum, hingga mandi dan berenang.
Para ‘penghuni’ Camp Mayang yang merupakan anggota YEL/SOCP langsung menyambut kami. Mereka telah menyiapkan nasi hangat dengan sambal ikan teri Medan yang aromanya begitu menggoda selera. Selepas membersihkan diri, kami tak ragu untuk menyantap makanan lezat itu. Letih setelah 6 jam mendaki medan terjal sirna sudah.
ADVERTISEMENT
--------
Nantikan keseruan perjalanan kami selama 4 hari 3 malam di hutan Batang Toru dalam story-story berikutnya. Dari perjalanan menuju air terjun Bulu Botak, menjelajahi Goa Kelelawar yang dipenuhi jutaan serangga dan ribuan kelelawar, hingga keseruan mendengarkan Siamang berlomba menyanyi.
Live Update