Jelang Idul Adha di Tengah Badai PMK: PBNU hingga MUI Beri Pedoman

1 Juni 2022 6:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang menggiring sapi di pasar hewan Tertek, Kediri, Jawa Timur, Senin (23/5/2022).  Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang menggiring sapi di pasar hewan Tertek, Kediri, Jawa Timur, Senin (23/5/2022). Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
PBNU menerbitkan panduan bagi masyarakat dalam melakukan ibadah penyembelihan hewan kurban (Idul Adha) pada Juli 2022 di tengah ramainya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau akrab disapa Gus Fahrur mengatakan, ada beberapa kategori hewan yang dinyatakan sah untuk dijadikan hewan kurban. Salah satunya dinyatakan sehat melalui pengecekan kesehatan yang mendetail.
"Untuk mencegah peredaran wabah PMK di Indonesia, umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban hendaknya memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan," ujar Gus Fahrur melalui keterangan tertulisnya, Selasa (31/5).
"Panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, kaki, mulut, dan limbah," lanjut dia.
Menurut Gus Fahrur, ada kondisi hewan kurban dinyatakan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Situasi itu ditandai dengan dideritanya gejala klinis kategori berat oleh calon hewan kurban.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terkena PMK? Ini Fatwa MUI
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh memberi penjelasan soal hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK.
Kata Niam, berkurban dengan hewan yang terkena PMK, dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban," ujar doktor bidang hukum Islam ini saat menyampaikan fatwa MUI Nomor 32/2022 di Kantor MUI Jakarta, Selasa (31/5).
"Sedang hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ungkap dia lagi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban yakni tanggal 10 sampai dengan 13 Zulhijah, maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
MUI: PMK Tak Menular ke Manusia, Virus Mati jika Dimasak Air Mendidih 30 Menit
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh gelar konferensi pers soal fatwa penyembelihan hewan kurban. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, daging hewan yang terinfeksi PMK tak berbahaya jika dikonsumsi.
Selain tak menular kepada manusia, daging hewan kurban jika dimasak dengan cara dan waktu yang tepat dapat membunuh segala bakteri dan virus yang ada di dalamnya, termasuk PMK.
"Daging hewan yang terkena PMK tetap layak konsumsi dan tidak membahayakan kesehatan. Kemudian pengaruh yang kedua penyakit mulut dan kuku tidak menular kepada manusia," kata Niam dalam konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (31/5).
ADVERTISEMENT
"Nah, virus ini mudah dimatikan dengan pemanasan air mendidih minimal 30 menit," lanjut dia.
Agar tak menimbulkan keributan di tengah masyarakat, MUI menetapkan Fatwa Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah PMK dengan ketentuan hukum yang dirinci.