Jelang Pemilu Legistlatif 2017, Austria Jalankan Aturan 'Burqa Ban'

1 Oktober 2017 2:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Parlemen Austria. (Foto: Wikimedia Commons.)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Parlemen Austria. (Foto: Wikimedia Commons.)
ADVERTISEMENT
Larangan memakai burqa diberlakukan pada hari Minggu (1/10) di Austria, menunjukkan adanya potensi pergolakan politik dalam pemilihan umum legislatif yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Dilansir Associated Press, pihak anti-migran menyatakan siap untuk menang pada pemilu legislatif 15 Oktober mendatang dan akan membentuk pemerintah koalisi.
Pekan lalu, partai sayap kanan dan anti-migran Alternative for Germany memenangkan kursi di parlemen nasional Jerman untuk pertama kalinya setelah menampilkan poster dengan slogan "Burqas? Kami lebih memilih bikini" dalam kampanyenya.
Aturan hukum Austria yang disebut "Larangan Penutupan Wajah" melarang masker ski di luar area ski, masker bedah di luar rumah sakit dan topeng pesta di depan umum. Pelanggaran akan dikenakan denda 150 euro (180 dolar AS) dan polisi diberi wewenang untuk menggunakan kekerasan dengan orang-orang yang menolak menunjukkan wajah mereka.
Walaupun larangan berlaku untuk penutup wajah dan tubuh dalam bentuk apapun, namun penggunaan nama 'burqa ban' secara jelas terasosiasi dengan pakaian yang dikenakan beberapa perempuan Muslim untuk menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka. Dukungan terhadap larangan dan hukum tersebut tetap kuat, mencerminkan sikap anti-Muslim di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tidaklah seharusnya mereka yang tinggal di sini menyembunyikan wajah mereka," kata Emma Schwaiger, salah satu pendukung larangan tersebut dalam sebuah jajak pendapat di Wina.
Mereka yang mendukung aturan 'burqa ban' cenderung memberikan suaranya untuk Partai Kebebasan (Freedom Party) dan Partai Rakyat (People's Party).
Sementara itu, artai Sosial Demokrat, yang saat ini menjadi mitra mayoritas dalam koalisi pemerintah dengan Partai Rakyat, terus berjuang untuk mendapatkan suara.
Di bawah Kanselir Christian Kern, Partai Sosial Demokrat fokus pada topik sosial dan turut andil dalam kemajuan ekonomi Austria baru-baru ini. Namun, misi dan pesan Kern nampaknya tak diamini oleh beberapa pihak.
Dalam pemilihan umum tahun ini, Partai Sosial Demokrat mendapatkan perolehan suara sebesar 27 persen. Sementara Partai Rakyat (People's Party) unggul dengan perolehan 34 persen.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan masalah stagnasi dan kurangnya arahan sebelumnya, Partai Rakyat berada di tempat ketiga sampai Kurz, menteri luar negeri Austria yang baru berumur 31 tahun, memimpin pada bulan Mei dan mengamankan janji partai penuh otoritas.
Nama Kurz telah dikenal secara luas di Eropa karena 'menutup' gerbang Eropa bagi para imigran.
Walaupun Partai Rakyat disebut sebagai koalisi pemerintah yang membuka perbatasannya bagi lebih dari 100.000 migran di tahun 2015, kini mengatakan bahwa "pembentukan politik gagal dalam menangani krisis pengungsi."
Kurz memiliki sesuatu yang lain yang menguntungkannya bagi seorang pemilih yang tidak puas dengan status quo. "Dia mampu - meskipun dia berada di pemerintahan selama lebih dari enam tahun - untuk menampilkan dirinya sebagai 'orang yang mampu membawa perubahan'," kata Thomas Hofer, seorang analis politik.
Thomas Hofer, analis politik Austria. (Foto: AP Photo/Ronald Zak)
zoom-in-whitePerbesar
Thomas Hofer, analis politik Austria. (Foto: AP Photo/Ronald Zak)
Kurz juga menarik orang-orang Austria yang mendukung Partai Kebebasan dan pemimpinnya, Heinz-Christian Strache, dalam migrasi. Namun Kurz namun tidak menyukai cara radikal dalam membingkai perdebatan tersebut. Menurut Hofer, Kurz "menggunakan jenis bahasa yang berbeda, dan bahasa yang tidak ekstrem - ini pembicaraan biasa."
ADVERTISEMENT
Kurz telah berjanji bahwa larangan tutupan wajah akan diberlakukan dengan ketat.
Carla Amina Bhagajati dari Komunitas Agama Islam di Austria mengatakan beberapa perempuan berjilbab yang dia kenal di Wina "sekarang mengalami kriminalisasi dan akhirnya menjadi begitu terbatas,"
Carla Amina Baghajati  (Foto: AP Photo/Ronald Zak)
zoom-in-whitePerbesar
Carla Amina Baghajati (Foto: AP Photo/Ronald Zak)
"Masyarakat ini, dengan cara yang munafik, membahayakan nilai-nilainya sendiri," katanya.