Jelang Setahun Tragedi Jatuhnya Lion Air JT-610

25 Oktober 2019 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lipsus Lion Air Terempas. Foto: kumparan/Herun Ricky
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus Lion Air Terempas. Foto: kumparan/Herun Ricky
ADVERTISEMENT
Senin, 29 Oktober 2018, perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, mendadak ramai. Pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 jatuh ke laut.
ADVERTISEMENT
Pesawat ini seharusnya terbang dari Jakarta menuju Pangkalpinang, Bangka Belitung. Tapi, baru 13 menit mengudara, pesawat hilang kontak dan dinyatakan jatuh di perairan Tanjung Karawang, pukul 06.33 WIB.
Seluruh instansi terkait langsung menuju ke lokasi terakhir pesawat melakukan kontak dengan Air Traffic Control (ATC) Bandara Soekarno-Hatta. Anggota Basarnas, TNI, Polri, dibantu warga sekitar dikerahkan untuk mencari puing pesawat.
Pesawat komersial itu membawa total 181 penumpang beserta kru pesawat. "Pesawat yang membawa 178 penumpang dewasa, 1 penumpang anak-anak, dan 2 bayi, dengan 2 pilot dan 5 FA, sampai saat ini telah hilang kontak selama kurang lebih 3 jam," ujar Kabag Kerja Sama dan Humas Dirjen Perhubungan Udara, Sindu Rahayu kala itu.
KNKT berserta Basarnas memeriksa puing-puing pesawat Lion air JT-610 yang ada di JICT 2, Minggu (4/11/2018). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Tak butuh waktu lama bagi tim SAR gabungan untuk menemukan satu per satu puing-puing pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut. Posisi badan pesawat di kedalaman 30-35 meter.
ADVERTISEMENT
Seluruh puing hingga jenazah korban dibawa ke JICT Tanjung Priok dan posko di Karawang. Seluruh jenazah lalu diidentifikasi di RS Polri Kramat Jati.
Pertanyaan besar sempat muncul usai insiden ini. Sebab, Boeing 737 Max yang digunakan Lion Air merupakan pesawat baru. Bahkan, KNKT mencatat pesawat itu baru memiliki 800 jam terbang.
Terlebih, pilot pesawat Kapten Bhavye Suneja asal New Delhi, India, memiliki 6.000 jam terbang. Cuaca di lokasi juga terbilang cerah.
Turbin Lion Air JT-610 diangkut menuju KNKT untuk dilakukan pemeriksaan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Setelah puing pesawat ditemukan, tim SAR gabungan fokus mengevakuasi korban sebanyak-banyaknya. Tim lainnya mencari keberadaan kotak hitam (black box) yang berisi data penerbangan pesawat dan percakapan di kokpit.
Tim sempat kesulitan karena Emergency Locator Transmitter (ELT) yang secara otomatis dipancarkan black box tak terdeteksi. Sinyal itu tak terdengar baik dari Flight Data Recorder (FDR) maupun Cockpit Voice Recorder (CVR), keduanya komponen kotak hitam.
ADVERTISEMENT
Perlahan, terkuat pesawat itu sempat bermasalah sebelum terbang dari Jakarta-Pangkalpinang. Pesawat mengalami masalah saat terbang dari Denpasar-Jakarta. Beruntung, pilot saat itu bisa mengendalikan pesawat lalu mendarat dengan selamat meski harus dipandu petugas ATC selama penerbangan.
Pilot sempat meminta kembali ke landasan atau return to base 3 menit setelah lepas landas. Tapi, pilot terus berupaya mengendalikan pesawat sambil dipandu oleh petugas ATC. Sampai akhirnya jatuh dari ketinggian 2.500 kaki.
Kondisi Black Box yang ditemukan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Terkait hal ini, Lion Air menegaskan pesawat dinyatakan layak terbang dan teknisi juga profesional.
Tim penyelam Taifib Marinir TNI AL akhirnya berhasil menemukan satu bagian black box dari kedalaman 30 meter pada Kamis, 1 November 2018. Setelah diperhatikan, bagian black box yang berhasil dievakuasi, yakni FDR.
ADVERTISEMENT
Selama pencarian CVR, tim SAR gabungan terus mengevakuasi berbagai bagian pesawat, mulai serpihan, roda, hingga badan pesawat. Semua dikumpulkan di JICT Tanjung Priok.
Cockpit Voice Recorder (CVR) Lion Air JT-610 yang di temukan di Ujung Karang, Bekasi, Senin (14/1). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Akhirnya, anggota TNI AL menemukan di CVR Lion Air di kedalaman 38 meter pada 14 Januari 2019. CVR ditemukan dalam kondisi utuh.
FDR dan CVR langsung dibawa KNKT untuk diunduh dan diidentifikasi.
Turbin Lion Air JT-610 diangkut menuju KNKT untuk dilakukan pemeriksaan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Hasil Temuan Awal KNKT
Sebulan setelah tragedi terjadi, KNKT menyampaikan hasil temuan awal terkait jatuhnya Lion Air JT-610.
Pertama, mesin pesawat dalam keadaan hidup dan tidak ada masalah saat jatuh ke perairan Tanjung Karawang. Hal ini ditandai dengan hilangnya turbin dan kompresor.
Lalu, pesawat pecah di air dan tidak pecah di udara. Saat menyentuh air, keadaan pesawat utuh.
ADVERTISEMENT
"Serpihan sedemikian rupa kecil-kecil energi yang dilepas sangat luar biasa. Tadi dikatakan Kepala Basarnas serpihan tersebar 250 meter itu menandakan titiknya di situ. Berjarak kurang lebih 1,8 kilometer dari posisi kapal," ucap Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono dalam paparan kepada keluarga korban di Hotel Ibis, Jakarta, Senin (5/11/2018).
4 anggota dari Perusahaan Boeing 737 MAX hadir di JICT, diskusi dengan KNKT. Foto: Fachrul/kumparan
Kemudian, KNKT menemukan fakta airspeed indikator pesawat rusak. Kondisi ini ditemukan pada 3 penerbangan sebelum pesawat ini jatuh. Pesawat sempat mengalami pergantian komponen bernama Angle of Attack (AoA). Komponen ini yang berkaitan dengan indikator kecepatan dan kemiringan pesawat saat terbang.
"Sebelum ada data faktual, KNKT tidak pernah menduga. Kami hanya bisa berbicara berdasarkan fakta. Kami melihat ada beberapa, kita sudah akui bahwa penerbangan dari Denpasar ke Jakarta ada masalah teknis. Ternyata begitu kita buka black box-nya ternyata masalah teknis itu adalah kecepatan (airspeed)," lanjut Soerjanto.
ADVERTISEMENT
"Pada 4 penerbangan sebelum kecelakaan ada kerusakan pada airspeed indicator. Kita akan meneliti lebih lanjut bagaimana perbaikan yang dilakukan dan bagaimana pilot menerbangkan selama pesawat mengalami kerusakan," kata Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT, Kapten Nurcahyo Utomo.
Tim SAR gabungan di kawasan jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
KNKT juga menyampaikan hasil temuan berdasarkan data yang terekam dalam CVR, bagian kotak hitam yang menyimpan percakapan di kokpit.
Dalam penerbangan itu, pilot pesawat sempat mencari solusi lewat handbook saat mengetahui ada masalah dengan pesawat yang diterbangkannya. Kopilot mengambil alih komunikasi dengan ATC.
Saat itu, pilot menyampaikan ada masalah dengan pesawat saat berada di ketinggian 5.000 kaki. Tapi, dia tidak merinci apa masalahnya.
Selain itu, pilot sempat panik saat pesawat sulit dikendalikan. Kepanikan muncul saat pilot berusaha mengendalikan pesawat sampai akhirnya jatuh ke perairan Tanjung Karawang.
ADVERTISEMENT
"Saya enggak bisa ngomong (teriakan apa saja). Di akhir penerbangan pilot enggak bisa me-recover penerbangan. Di situlah muncul kepanikan," kata Nurcahyo.
Kini, tragedi jatuhnya Lion Air JT-610 sudah hampir satu tahun. KNKT memiliki waktu maksimal 1 tahun sejak kejadian untuk mengungkap seluruh hasil investigasi kepada publik.
KNKT dijadwalkan menyampaikan hasil investigasi pada Jumat (25/10) di kantor KNKT, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Menarik ditunggu apakah sebenarnya penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 secara komprehensif.
Insiden Lion Air dalam Laporan KNKT Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan